Benih Ayah Mertua
“Umurmu berapa sekarang, Rim?” tanya Tante Sania.
Rima berhenti mengunyah makanannya. Ia melirik ke arah Arjun, suaminya. Lelaki itu tampaknya tak peduli dengan pertanyaan yang ditujukan kepadanya.
Rima selalu membenci pertemuan keluarga. Jika ia datang, hal pertama yang dibahas tentang dirinya pasti tentang kehamilan. Memang, sudah 4 tahun mereka menikah, namun tanda-tanda kehamilan belum juga muncul. Sebenarnya dia dan Arjun tak terlalu buru-buru untuk memiliki momongan. Namun, keluarga besar Arjun selalu menyudutkannya dengan pertanyaan seputar kehamilan.
“Umur saya 27 tahun, Tante,” jawab Rima. Napsu makannya seketika hilang Ketika harus membahas tentang keturunan.
“Wah, sebentar lagi mau kepala tiga, ya! Itu sudah harus waspada,” sambung Tante Gina.
“Benar sekali. Katanya wanita paling bagus hamil saat usia 20an. Kalau 30an ke atas katanya lebih beresiko,” ujar Tante Sania.
“Kamu ini sebagai mertua bagaimana, Suni! Menantumu belum hamil tapi kamu masih santai saja,” sindir Tante Gina.
Suni terlihat menghela napas. “Aku harus bagaimana lagi? Mereka pasti tidak akan menggubris saranku,” ucapnya pasrah.
“Kalian ini kenapa? Biarkan saja Rima dan Arjun yang menentukan kapan mau punya anak. Kalian tidak perlulah terlalu ikut campur,” tegur Om Ramli, suami tante Gina.
“Tidak begitu juga, Mas. Mereka sudah 4 tahun menikah, loh. Usia mereka juga sudah tidak muda lagi, Arjun anak tunggal. Kasihan kalau sampai tidak punya anak. siapa yang akan jadi penerusnya?” kilah Gina.
Ingin rasanya Rima menangis. Di perkumpulan keluarga Arjun, ia merasa sendiria, taka da yang membelanya bahkan suaminya sendiri.
Usai acara makan malam, Rima kembali ke kamarnya. Tak berselang lama, Arjun menyusul ke dalam.
“Kamu tidak perlu menggubris ucapan mereka, aku baik-baik saja meskipun kamu belum hamil, “ kata Arjun.
“Ya, karena yang terus disalahkan hanya aku! Bukan kamu!” kesal Rima. “Ibumu juga sepertinya sudah sangat muak denganku.”
“Itu hanya perasaanmu saja.” Arjun berusaha menenangkan perasaan istrinya.
Rima menangis meluapkan kesedihangnya arjun hanya bisa memeluk dan mengelus punggungnya.
“Lalu, apa yang harus aku lakukan agar kamu tidak sedih lagi? Apa aku harus menikahi wanita lain untuk mendapatkan anak?”
Rima terhenyak kaget mendengar ucapan Arjun. Ia mendorong tubuh suaminya hingga pelukan mereka terlepas. “Kamu gila, ya? Tega kamu melakukan hal seperti itu padaku?” ia tidak menyangka Arjun bisa memiliki ide gila seperti itu.
“Kamu sendiri yang selalu ribut masalah anak. Mama juga pernah memberi saran seperti itu. Aku jadi pusing.”
Rima sudah menduga jika ibu mertuanya akan melakukan ahl seperti itu di belakangnya. Memang di depannya tidak secara gamblang mengatakan untuk mencari wanita lain bagi putranya. Ia merasa posisinya di rumah itu semakin terancam.
“Bagaimana kalau kita coba periksa ke dokter, Mas? Aku ingin tahu apa yang menyebabkan sulit hamil,” usul Rima.
“Ya, kalau kamu mau melakukannya, lakukan saja,” ucap Arjun.
“Kok aku? Kita berdua dong … kamu juga perlu cek!” rengek Rima.
“Iya, iya … besok kita akan pergi ke rumah sakit. Jangan terlalu memikirkan ucapan om dan tante atau mamaku. Aku tetap mencintaimu.” Arjun kembali memeluk Rima dengan setulus hati.
***
“Kondisi Rahim Anda tidak ada masalah, Ibu. Namun sayangnya, suami Anda ternyata mengalami azoospermia,” kata dokter.
Rima mengerutkan dahi. “Azoospermia? Apa itu?” tanyanya ingin tahu.
“Itu istilah medis di mana cairan yang biasanya lelaki keluarkan saat bercinta tidak mengandung ****** sama sekali, Bu. Bisa dikatakan suami Anda infertile atau … mandul.”
Keterangan dokter yang ia dengarkan bagaikan sambaran petir di siang bolong. Ia masih bersyukur suaminya tidak ikut dengannya untuk mengambil hasil pemeriksaan yang telah dilakukan seminggu yang lalu. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan suaminya jika mengetahui hal tersebut.
Rima pulang ke rumah dengan kondisi lesu dan tidak bersemangat. Ia masih memegangi kertas hasil pemeriksaan dari rumah sakit. Ia masih ragu untuk menyampaikan hal itu kepada suaminya.
Rasa cinta Rima kepada Arjun sangat besar. Ia bisa saja menerima kondisi Arjun yang tidak dapat melahirkan keturunan. Namun, keluarga besar Arjun pasti akan tetap menanyakan tentang masalah anak. Jika mereka tahu kondisi suaminya yang sebenarnya, Arjun akan direndahkan seperti yang dialaminya.
“Rima, itu apa?” tanya Sandi.
“Ah! Bukan apa-apa!” mendengar suara dari ayah mertuanya secara tiba-tiba membuat Rima terlonjak kaget. Kertas di tangannya sampai melayang jatuh tepat di depan Sandi.
“Papa, jangan!” seru Rima saat Sandi memungut kertas itu.
Terlambat. Sandi sudah membaca hasil pemeriksaan dia dan suaminya. Rima hanya bisa pasrah. Ia kira di rumah sedang tidak ada orang, ternyata ayah mertuanya sudah pulang dari kantor.
“Arjun mandul, ya?” tanya Sandi.
Rima menghela napas. “Papa, tolong jangan katakana kepada siapapun tentang hal ini, termasuk kepada Arjun,” pintanya.
“Kenapa begitu? Selama ini kamu yang terus disudutkan karena belum juga hamil. Biarkan mereka tahu siapa sebenarnya yang bermasalah. Papa sebenarnya kasihan padamu,” ucap Sandi.
Rima memasang wajah memelas. “Aku tidak mau Mas Arjun dihina orang, Pa. Kasihan dia.”
“Hahaha … kamu lucu sekali, Rima. Seharusnya kamu kasihan kepada dirimu sendiri. Aku pernah mendengar Arjun dan Suni membahas tentang istri kedua. Mereka sangat menginginkan keturunan sampai seperti itu.”
Rima terdiam. Memang, mengingat ucapan Arjun malam itu tentang niatnya menikah lagi membuat hatinya sakit. Namun, rasa cinta yang besar tetap tak membuat Rima tega mengatakan kepada Arjun.
“Mereka tidak akan bosan membahas tentang keturunan sampai kamu bisa hamil, Rima. Padahal suamimu tidak akan pernah bisa membuatmu hamil,” ujar Sandi.
Rima merasa bimbang dan serba salah. “Aku hanya ingin mempertahankan pernikahanku dengan Mas Arjun, Pa! Kenapa anak harus menjadi batu sandungan dalam pernikahan kami.”
Sandi memegang kedua bahu Rima. “Papa sangat memahami masalahmu, Rima. Posisimu memang serba salah. Bagaimana kalau Papa memberi solusi?”
“Solusi apa, Pa?” tanya Rima penasaran.
Sandi mengajak Rima masuk ke ruang kerja miliknya. Ia melihat sekeliling sebelum menutup pintu ruangan untuk bicara berdua dengan menantunya.
“Kenapa kita harus bicara di sini, Pa?” tanya Rima heran. Ia dipersilakan masuk ruang kerja ayah mertuanya dan duduk di sofa berdua.
“Ini sangat rahasia, Rima. Kamu harus tenang,” kata Sandi.
Rima mengangguk.
“Rima, kamu tahu kan, kalau Papa sangat peduli padamu?” tanya Sandi.
Rima kembali mengangguk. Memang selama ini Sandi selalu bersikap baik padanya meskipun Sandi hanyalah ayah tiri suaminya.
“Bagaimana kalau Papa yang memberikan benih untukmu?”
Rima membulatkan mata. “Papa!” serunya. Perkataan Sandi sungguh sangat tidak pantas diucapkan. Bagaimana bisa seorang ayah mertua menawarkan hal yang sangat menyimpang baik di mata masyarakat maupun agama.
“Dengar dulu, Rima, kamu jangan salah paham.” Sandi berusaha menahan tangan Rima agar tidak pergi dari sana.
“Sepertinya Papa sedang mabuk. Perbincangan kita sungguh sangat tidak pantas, Pa. Aku akan pura-pura tidak pernah mendengarnya.” Rima berusaha mengelak.
“Rima, Rima … katanya kamu tidak mau bercerai dengan Arjun. Kalian pasti akan bercerai pada akhirnya karena kamu tidak akan hamil!” tegas Sandi.
Rima terdiam. Ucapan sang ayah mertua ada benarnya.
“Apa yang aku tawarkan padamu sebatas bentuk kasih sayang kepada keluarga, Rima. Orang lain di luaran sana belum tentu bisa tulus dan menjaga rahasia seperti yang akan aku lakukan, aku berjanji tidak akan pernah membocorkan hal ini.”
Sandi seakan tengah mengeluarkan kata-kata rayuannya. Rima yang diliputi dilemma menjadi bimbang dengan niat baik ayah mertuanya.
“Papa hanya ingin membantumu untuk hamil. Kalian pasti akan menjadi keluarga yang lebih bahagia jika kamu berhasil hamil,” sambung Sandi.
🤎
🤎
🤎
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
Pisces97
jangan rima astaghfirullah 🤧🥺
2023-09-26
2
Lina Maulina18
heran q tiap bc pasti klo g selingkuh mslh ank trus,hello byk yg g punya ank tp hidup mrk happy2 aja
2023-06-09
0
🍁NILA❣️💋🅷🅰🆁🅸🅶🆄🆁🆄👻ᴸᴷ
kok bisa mertuanya ngasih ide kayak gitu sih
2023-06-01
0