"Yun, ini ada sedikit uang untukmu," ucap Rima sembari menyodorkan sebuah amplop tebal berwarna coklat.
"Rima ... Kamu apa-apaan, sih? Kalau mau main ke sini ya main aja, nggak perlu seperti ini."
Yunita merasa sungkan melihat Rima menyodorkan amplop tersebut.
"Ambillah, kamu kan memang membutuhkannya," bujuk Rima.
"Tapi, Rim ...." Yunita memang membutuhkan uang. Namun, menerima uang dari sahabatnya serasa membuat dia malu.
"Sudah, ambil saja!" paksa Rima. Ia memberikan uang itu ke tangan Yunita. "Kita sudah seperti saudara. Saling membantu seharusnya menjadi hal yang biasa. Dulu, keluargamu sudah banyak membantuku. Bahkan bantuanku kini tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan bantuan kalian."
Rima tak akan pernah melupakan jasa Yunita dan ibunya. Berkat mereka, ia bisa mendapatkan kehangatan keluarga yang bahkan tak bisa didapatkan saat hidup bersama keluarga pamannya.
"Terima kasih ya, Rim. Aku sebenarnya tidak enak hati untuk menerima ini," kata Yunita dengan tangan yang terlihat bergetar. Ia tak menyangka jika hari ini akan kedatangan teman lama dan mendapatkan rejeki yang tak terduga.
Rima tersenyum. "Tidak perlu begitu, aku ini sahabatmu, bukan orang lain," katanya.
Keduanya saling berpelukan. Setelah dua jam kebersamaan mereka membahas banyak hal random, akhirnya Rima harus berpamitan pulang. Sopir pribadinya telah menunggu di depan rumah Yunita untuk menjemput.
***
"Kenapa kamu harus memasak sendiri? Kalau kamu mau, kita bisa beli atau meminta pelayan untuk membuatkannya," ujar Arjun.
Istrinya terlihat bersemangat mempersiapkan berbagai bahan untuk membuat brownies kukus. Ia yang tak tega melihat istinya yang sedang hamil berjibaku sendiri di dapur, akhirnya ikut membantu.
Rima menuangkan bahan-bahan yang telah ditakar ke dalam mesin pengaduk. "Kebetulan aku sedang ingin membuatnya sendiri, Mas. Lagi pula selama hamil aku tidak pernah melakukan apa-apa," ucapnya.
Arjun memeluk Rima dari arah belakang. Ia turut memperhatikan Rima yang tengah mengaduk bahan dengan mesin itu. "Katanya kamu kemarin pergi ke rumah Yunita?" tanyanya.
"Kok Mas Arjun tau?" tanya Rima penasaran. Ia memang tidak mengatakan apa-apa soal kunjungannya ke sana.
"Pak sopir yang memberi tahu. Niatnya kan aku suruh menjemputku di kantor karena sopir yang biasanya sedang mengantar Mama. Katanya tidak bisa karena harus menjemputmu. Jadi, aku diantar pulang oleh asistenku," kata Arjun.
"Ah, maaf ya, Mas. Soalnya aku sudah lama tidak datang ke sana," kata Rima dengan raut wajah bersalah.
"Sudahlah, tidak apa-apa, aku juga bertanya bukan untuk memarahimu. Yunita apa kabar?"
"Dia baik."
"Jadi, setelah sekian lama dia akhirnya bisa mengembalikan uang kita?"
Rima mengerutkan dahi. "Mengembalikan uang?" tanyanya heran.
"Kamu lupa?" kini giliran Arjun yang heran. "Bukannya dulu kamu pernah meminjamkan 300 juta untuk dia? Katanya Ibu Yunita sakit keras."
Mata Rima melebar. Ia benar-benar lupa pernah mengatakan hal seperti itu kepada suaminya. Sebenarnya uang 300 juta ia berikan kepada ayah mertua agar tidak mengungkit lagi urusan di antara mereka.
"Ah, itu ...." Rima berpikir sejenak untuk mencari alasan. "Aku tidak jadi menagihnya, Mas. Kondisi perekonomian Rima sekarang memprihatinkan," kilahnya.
"Maksudnya bagaimana?" tanya Arjun penasaran.
"Ayah Rima itu tukang judi dan mabuk-mabukan, hutangnya banyak. Yunita uangnya habis terus untuk mengurusi ayahnya. Makanya aku belum berani menagih kepadanya. Mas Arjun tidak marah, kan?"
Raut wajah Rima terlihat khawatir. Arjun seperti tengah membaca gelagatnya yang mencurigakan.
"Ya sudah kalau memang belum ada, toh dia juga sahabat baikmu," ucap Arjun sembari mencium pipi istrinya.
Rima merasa lega. "Mas, bantuin bagi adonanya jadi tiga, ya! Aku mau buat brownis tiga warna," pintanya.
"Siap, Sayang."
Arjun turun tangan melakukan apa yang Rima perintahkan. Keduanya melanjutkan acara masak-masak sambil sesekali diselingi canda dan tawa.
Sandi memperhatikan kemesraan yang tengah ditunjukkan Arjun dan Rima di dapur. Keduanya terlihat saling bercanda sembari memasak sesuatu bersama. Sesekali Arjun memeluk tubuh Rima dan mengelus perut buncit itu.
Sandi iri. Ia seolah merasa miliknya sedang direbut oleh ayah tirinya sendiri. Ia merasa yang lebih berhak untuk memeluk wanita itu dan mengusap perut yang menjadi tempat tumbuh benih darinya.
Besok ia sudah harus berangkat ke Amerika Serikat bersama istrinya. Seandainya bisa mengatur, ia ingin Arjun yang pergi ke sana agar dia bisa leluasa mendekati Rima. Namun, situasinya tak begitu menguntungkan.
"Sayang," sapa Suni.
Sandi membalikkan badan, istrinya sudah ada di hadapannya. Ia memasang raut wajah penuh senyuman untuk menutupi perasaan kesalnya.
"Kenapa, Ma?" tanyanya.
"Barang-barang yang besok mau dibawa mana? Kenapa aku lihat belum ada kopermu, Pa?" tanya Suni.
"Ah, aku lupa menyiapkannya. Maaf, Sayang. Ayo, bantu aku berbenah," ucap Sandi.
Ia memeluk pinggang istrinya dan membawa wanita itu masuk ke dalam kamar. Tidak akan ia biarkan Suni mengetahui isi hatinya yang sesungguhnya. Untuk sementara waktu, ia harus menitipi agar tetap berada di rumah itu dan dekat dengan Rima. Jika sudah ada kesempatan, ia pasti akan membawa Rima pergi bersamanya.
🤎
🤎
🤎
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
Lie Hia
sandi punya hati yg bgitu yaa, serem...berkepribadian ganda...semoga rima di jauhkan dari bahaya
2023-03-09
2
emak ⏤͟͟͞R
banyak typonya
2023-03-09
2