"Undur saja pertemuannya minggu depan. Aku tidak bisa full berada di kantor karena istriku masih sakit," ucap Arjun.
Ia tengah menyetir sembari berbicara dengan sekertarisnya lewat earphone yang terpasang di telingan.
"Oh, Pak Handoko tidak bisa minggu depan? Kalau begitu, tanyakan kapan jadwalnya kosong. Minggu ini aku memang tidak bisa."
"...."
"Ya, kalau orangnya tetap keras kepala seperti itu, kita batalkan saja kerjasamanya aku juga tidak masalah. Yang terpenting sekarang adalah kesehatan istriku. Kamu coba handle sendiri, Ali!"
Arjun mematikan sambungan teleponnya. Ia agak kesal dengan salah satu rekan bisnis yang tidak bisa memahami kondisinya. Rima sudah tiga hari belum sadarkan diri sementara pekerjaannya bertambah banyak karena mengurus perusahaan milik ibunya juga.
"Ah! Kenapa Mama pergi aku malah jadi semakin pusing!" gerutunya.
Arjun menatap ke arah indikator bahan bakar mobilnya yang sudah berkelip-kelip. Ia sampai tak menyadari kalau mobilnya sudah beberapa hari tak diisi bahan bakar.
Biasanya memang sopir yang mengurusnya. Namun, karena Rima sakit, ia membawa mobilnya sendiri untuk bolak-balik ke kantor dan rumah sakit. Sementara, Pak Joko ia tugaskan untuk mengantar jemput pelayan rumah yang ia suruh menjaga Rima selama dirinya bekerja.
Arjun membelokkan mobilnya ke pom bensin terdelat. Ia tak mau mobilnya mogok di jalan dan membuatnya lebih kesulitan.
"Selamat siang," sapa salah seorang petugas pom.
"Tolong ...." Ucapan Arjun terhenti saat melihat wajah orang yang dikenalinya. "Loh, Yunita? Kamu bekerja di sini?" tanyanya.
"Arjun ... Iya, aku bekerja di sini." Yunita juga tidak menyangka akan bertemu dengan suami Rima setelah sekian lama.
"Kebetulan sekali kamu di sini. Bisa kita bicara sebentar nanti?"
"Ah, tapi aku belum masuk waktu istirahat."
"Tidak apa-apa, nanti aku tunggu. Sekarang, isikan mobilku dulu sampai full," pinta Arjun.
Yunita lantas mengambil selang pengisi bahan bakar dan mencolokkan pada mobil milik Arjun. Ia mengisinya sampai penuh sesuai permintaan lelaki itu.
"Totalnya satu juta dua ratus, Jun," kata Yunita.
Arjun memberikan sejumlah uang yang Yunita sebutkan. Ia lantas melajukan kembali mobilnya dan memarkirkannya di area dekat kafe minuman untuk menunggu Yunita.
"Cappucino satu."
Arjun memesan segelas minuman sembari menunggu Yunita di sana. Ia mengarahkan pandangan kepada Yunita memperhatikan sahabat istrinya yang tengah bekerja.
Apa yang dikatakan Rima saat itu memang benar. Kondisi Yunita terlihat memprihatinkan. Dari tampilannya saja sudah terlihat lusuh. Ia menjadi merasa iba kepadanya.
Tak berselang lama, saat jam istirahat tiba, Yunita menghampiri Arjun di kafe. Ia masih memakai seragam kerjanya yang lusuh.
"Mau pesan apa, Yun?" tanya Arjun.
"Ah, tidak usah," tolak Yunita yang merasa sungkan.
"Aku sudah menyita waktu istirahatmu. Jadi, setidaknya ijinkan aku membelikanmu makan siang. Sekalian temani aku makan siang juga," kata Arjun.
Ia memanggil seorang pelayan agar mendekat ke arahnya. Ia memesan dua porsi makanan untuk dirinya dan Yunita.
"Kamu dari kantor, ya?" tanya Yunita.
"Iya. Aku baru tahu kalau kamu kerja di sini. Rasanya sudah lama sekali kita tidak bertemu."
"Hahaha ... Iya."
Yunita tersenyum kaku. Ia selalu merasa rendah diri setiap kali bertemu dengan teman-teman lamanya. Sepertinya hanya ia sendiri yang kehidupannya tidak ada perkembangan, bahkan lebih menyedihkan dari pada sebelumnya. Sementara, teman-temannya yang lain sudah menjadi orang-orang yang sukses.
"Dua minggu yang lalu Rima juga baru main ke tempatku."
"Apa kalian sering bertemu?" tanya Arjun.
"Tidak ... Kami sangat jarang bertemu."
"Terakhir kalian bertemu dia cerita apa?"
Yunita berpikir sejenak mengingat kembali apa yang mereka perbincangkan waktu itu. "Tidak banyak, sih, kami hanya saling menanyakan kabar satu sama lain. Dia juga ternyata sudah hamil besar. Selamat, ya ...,"
"Apa ... Rima tidak menceritakan sesuatu yang serius?"
Yunita mengernyitkan dahi. "Apa, ya? Sepertinya obrolan kami biasa-biasa saja," tukasnya.
"Rima mencoba bunuh diri."
"Apa!" Yunita sangat terkejut dengan perkataan Arjun.
"Dia sudah dua hari di rumah sakit tidak sadarkan diri. Dia mencoba memotong pergelangan tangannya sendiri. Makanya aku ingin tanya ke kamu, mungkin dia ada suatu masalah atau apa yang diceritakan kepadamu. Soalnya akhir-akhir ini dia juga selalu murung."
Kabar tentang Rima membuat Yunita syok. Sejak terakhir mereka bertemu, memang mereka tidak saling berkirim pesan. Apalagi dirinya memang sangat sibuk bekerja.
"Rima tidak kelihatan punya masalah apa-apa waktu kami bertemu, Jun. Dia biasa-biasa saja. Meskipun dulu kami dekat, karena sama-sama sibuk, hubungan kami tak seintens dulu."
Arjun menghela napas. Ia bingung untuk mencari tahu apa yang sebenarnya sang istri alami. Setiap kali ditanya Rima hanya menjawab tidak apa-apa.
"Bisa tidak kalau kamu lebih sering bertemu dengan Rima? Dia sedang hamil, aku khawatir dengan kondisi dia dan bayinya," pinta Arjun.
Yunita memegang lehernya. "Aduh, bagaimana, ya? Banyak pekerjaan yang harus aku lakukan setiap hari, Jun."
Yunita sebenarnya kasihan dengan Rima. Namun, ia sendiri punya banyak tanggungan yang harus dipenuhi setiap bulan sehingga ia tak bisa berleha-leha.
"Aku akan membayarmu," tutur Arjun. "Aku akan membayar setiap jam yang kamu luangkan untuk bertemu Rima. Anggap saja kamu bekerja denganku," katanya.
"Rima itu cukup susah terbuka kepada orang lain. Tapi, mungkin kepadamu dia bisa mencurahkan isi hatinya. Anggap saja kamu bekerja sekaligus membantu sahabatmu, Yunita. Aku sangat memohon sekali padamu."
🤎
🤎
🤎
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
Uneh Wee
kasian arjun yh
2023-04-07
0
Lie Hia
syukur klo yunita mo menemani Rima, semoga yaa semua bisa tercurahkan, dan ada jln keluar yg terbaik
2023-03-12
2