"Mas, sudah ketemu apa belum?"
Arjun mendengar suara istrinya. Ia bergegas mengambil berkas miliknya dan memasukkan potongan kertas itu ke dalam map miliknya.
Ia keluar dari kamar dan sang istri sudah berdiri di depan pintu sembari memegangi perutnya. Napas Rima terlihat sedikit tersengal-sengal.
"Sayang, kok kamu naik ke atas? Sudah aku bilang kan, jangan naik ke atas!" Arjun agak kesal dengan sikap ngeyel istrinya.
"Habis Mas Arjun lama nggak turun-turun. Aku juga tidak menemukannya di bawah jadi aku susul saja ke atas," kata Rima dengan nada bicara yang dibuat imut.
Arjun menghela napas dalam-dalam. "Ayo kita turun! Lain kali tidak usah memaksakan diri naik turun tangga lagi. Ingat, kamu sekarang sudah membawa calon bayi di dalam perutmu!" gerutunya.
"Iya, iya ...."
Arjun menuntun Rima menuruni tangga dengan hati-hati sampai tiba di lantai bawah.
"Jadi, ketemu nggak berkasnya?" tanya Rima.
"Nih, sudah aku temukan di kamar atas." Arjun mengangkat dokumen yang baru saja ditemukannya.
Rima tersenyum lega. "Jadi, Mas Arjun mau balik ke kantor lagi?" tanyanya.
"Iya, Sayang. Sebentar lagi ada rapat dan aku butuh berkas-berkas ini."
Rima memanyunkan bibir. Ia tidak ingin ditinggal sendirian di rumah sebesar itu.
"Nanti juga pulang, aku tidak lembur. Jangan manyun begitu, ah! Kamu jadi jelek!" ledek Arjun.
"Kalau pulang belikan aku mangga muda ya, Mas. Kayaknya aku lagi pengin yang asem-asem," rengek Rima.
Arjun mengerutkan dahi. "Ini kan belum musim mangga, Sayang ...."
"Ya, gimana caranya supaya Mas dapat mangga soalnya aku lagi ngidam pengin itu." Rima kembali merajuk.
"Iya, iya ... Nanti aku belikan." Arjun mengalah. Ia rasa Rima tak akan membolehkannya pergi kerja sebelum menyanggupi kemauannya.
"Yang masih mengkal, jangan yang matang!" Rima memberikan kriteria pesanan yang membuat Arjun semakin pusing.
"Iya, iya ... Nanti aku bawakan. Kamu tidur siang sana! Aku berangkat dulu!"
Arjun mencium kening istrinya. Ia lantas melangkah cepat ke arah luar menemui sopir pribadinya yang masih setia menunggu di depan.
"Kembali ke kantor ya, Pak!" perintah Arjun.
"Baik, Pak."
Arjun menyandarkan punggungnya pada kursi jok mobil belakang. Apa yang ditemukannya di kamar lama masih mengganggu pikirannya. Ia kembali memperhatikan sobekan kertas yang dibawanya itu.
Flashback on
"Pak, saya sering mendengar Ibu Rima menangis di kamarnya waktu bersih-bersih. Apa Bapak dan Ibu Rima sedang bertengkar?" tanya Bi Surti.
"Tidak, Bi. Kami tidak pernah bertengkar. Memangnya dia kenapa selama aku tinggal ke kantor?" tanya Arjun balik.
"Ibu Rima tidak kenapa-napa, Pak. Ibu Rima seperti biasa paling hanya jalan-jalan di sekeliling rumah. Tapi, kalau masuk kamar, biasanya langsung menangis."
Arjun merasa heran dengan cerita salah seorang pelayan di rumahnya. "Apa istriku bertengkar lagi dengan Mama?" tebaknya.
"Tidak, Pak. Nyonya itu sekarang jadi baik hati dan perhatian kepada Ibu Rima. Jauh sekali perlakuannya semenjak Ibu Rima hamil."
Bi Surti merupakan pelayan rumah yang sudah ikut di keluarga itu sejak Arjun muda. Bisa dikatakan ucapan Bi Surti dapat ia percaya karena orangnya jujur dan tidak memihak.
"Mungkin karena dia sedang hamil makanya perasaannya jadi sensitif," ujar Arjun.
"Bisa jadi seperti itu, Pak. Tapi, tidak wajar rasanya kalau Ibu Rima selalu menangis setiap hari. Mungkin Bapak bisa menghiburnya supaya tidak sedih terus selama hamil. Katanya kalau ibu hamil yang stres, janin di dalamnya juga ikut stres, Pak."
Flashback off
"Apa istriku sedang berbohong, ya?" gumam Arjun lirih.
Ada banyak keanehan yang ia rasakan selama kehamilan Rima. Bertahun-tahun Rima sulit untuk hamil, namun setelah pemeriksaan itu istrinya langsung hamil. Selama hamil Rima juga sering menangis. Yang paling kentara, Rima selalu merengek minta pindah dari rumah orang tuanya. Padahal ibunya sekarang sangat menyayangi Rima.
***
Malam ini Rima makan malam bersama anggota keluarga yang lain. Meskipun keseharian mereka merupakan orang-orang yang sibuk dengan bisnis, namun tetap meluangkan waktu untuk bisa makan malam bersama.
"Ada tawaran kerjasama di Amerika Serikat dalam waktu dekat ini, Jun. Bagaimana, apa kamu mau pergi ke sana untuk mengurusinya?" tanya Suni di sela-sela aktivitas makan malam mereka.
Selera makan Rima hilang mendengar ucapan ibu mertuanya. Ia tidak ingin tinggal berjauhan dari suaminya. Jangankan ke luar negeri, ditinggal ke kantor saja ia merasa kesepian.
"Mama saja yang berangkat, ya! Aku mau menemani Rima, dia kan sudah hamil besar," kata Arjun.
"Apa yang kamu khawatirkan, Jun? Rima di sini juga bersama kami, dia tidak sendirian. Ada juga banyak pelayan yang akan membantunya," ujar Sandi.
Lelaki itu melirik ke arah Rima, membuat Rima merasa tidak nyaman.
Lelaki itu benar-benar memiliki sejuta akal bulus. Ia pernah tergoda satu kali dan sangat fatal, bahkan penyesalannya tak mampu menghapus kesalahan yang pernah dibuatnya bersama lelaki itu.
Kalau Arjun tidak ada, sudah bisa dipastikan Sandi akan seenaknya sendiri terhadapnya. Selama ini ia berusaha menjaga diri agar hubungan terlarang itu tak kembali terulang.
"Apa yang Papamu katakan itu benar, Jun. Kami akan menjaga Rima selama kamu di sana. Masa kamu tidak percaya kepada kami?" Rima mengiyakan pendapat suaminya.
Rima hanya bisa menjadi penonton. Wanita sebatang kara seperti dirinya sudah cukup beruntung dijadikan istri oleh anak tunggal kaya raya seperti Arjun. Suaminya tipe anak yang penurut terhadap orang tua, tak terlalu bebas mengambil keputusan sendiri.
Saat awal menikah, ibu Arjun tak mempermasalahkan asal-usulnya. Karena Arjun mencintainya, maka Suni memberikan restu. Hanya satu hal yang membuat wanita itu kurang menyukai Rima, yaitu masalah kehamilan.
Suni hanya memiliki Arjun sebagai anak tunggal. Ia berharap Arjun bisa memiliki banyak anak agar rumahnya tak sepi. Namun, 4 tahun menikah Rima tak kunjung hamil. Bahkan Suni sempat berniat mencarikan wanita lain agar bisa melahirkan anak putranya.
Entah apa yang akan Suni lakukan jika tahu putranya mandul. Apalagi tahu jika benih yang Rima kandung merupakan darah daging suami kedua Suni. Wanita itu pasti tak akan segan untuk langsung mengusir Rima dari rumah besar itu.
"Bukan masalah percaya atau tidak percaya, Ma. Dua bulan lagi Rima akan melahirkan, aku mau fokus berada di sampingnya. Lagi pula kerjasama kali ini untuk jangka waktu dua tahun, itu bukan waktu yang singkat, Ma. Aku tidak mau berpisah dengan istriku dan calon anakku," kata Arjun.
"Mama juga tidak mau berpisah dengan calon cucu Mama," kata Suni tidak mau kalah.
"Kalau begitu, batalkan saja kerja samanya, Ma. Kita kan sama-sama tidak ada yang mau mengalah." kali ini Arjun juga berani membantah ibunya.
🤎
🤎
🤎
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
muhammad djaidi
km harus fokus sm rima arjun
2023-04-09
0
Lie Hia
betul sekali si Arjun...hrs konsen dgn kelahiran bayi...semoga batal kerjasamanya...kasian Rima jd nya
2023-03-07
3