"Pa ...."
Perkataan Rima terhenti saat ia merasakan pinggangnya direngkuh dari belakang. Tubuh wanita itu seakan membeku, sulit untuk digerakkan seperti patung. Jantung Rima berdebar kencang, sekujur tubuhnya terasa gemetar.
Ia hampir menangis saat mulai merasakan sentuhan bibir Sandi yang mulai menyusuri tengkuknya. Bahkan hangatnya deru napas yang dihembuskan bisa ia rasakan dan membuat bulu kuduknya berdiri.
"Pa, tolong lepaskan aku," pinta Rima memohon.
Sandi tak mau menggubris permintaan menantunya. Ia semakin agresif menciumi area tengkuk leher Rima dan menghirup aroma wanginya tanpa kepuasan.
"Kamu pasti sangat senang mendengar Papa akan pergi jauh darimu, kan? Kamu pasti merasa bisa terbebas dariku, Rima ... Papa tidak akan membiarkannya," ucap Sandi.
Air mata Rima akhirnya mengalir. Ia benar-benar ketakutan dan tak berdaya menghadapi lelaki itu.
"Papa janji tidak akan menggangguku lagi, kan? Papa sudah janji. Hiks ... Hiks ...."
"Persetan dengan janji itu! Kamu sudah sangat menyiksa Papamu ini. Aku paling benci diabaikan. Apa perlu aku mengatakan semuanya pada Arjun?" ancam Sandi.
"Jangan, Pa ... Aku mohon ... Huhuhu ...," rengek Rima.
Sandi menyeringai. Ia mendekatkan mulutnya ke arah telinga Rima. "Makanya, menurut saja agar rahasiamu aman," bisiknya.
Rima sudah terlihat pasrah. Ia hanya bisa menangis membiarkan lelaki itu menyentuhnya.
Sandi semakin berani merapatkan tubuhnya. Ia kembali menciumi tengkuk Rima yang beraroma harum itu. Tangannya menggerayangi area perut yang membusung.
"Jangan lupa kalau Papa juga ikut andil untuk ini, Rima. Meskipun kita tak akan mengakuinya di depan semua orang, bayi yang akan kamu lahirkan adalah benihku," kata Sandi.
Lelaki itu membalikkan tubuh Rima agar menghadap ke arahnya. Dengan serakah ia memagut bibir tipis Rima. Ia sama sekali tak peduli meskipun Rima terus menangis selama ia memaksanya.
"Lepaskan pakaianmu!" perintah Sandi.
"Pa ...," Rima masih berusaha memohon agar lelaki itu mengurungkan niatnya.
"Jangan membuat Papa lebih murka, Rima. Aku bisa saja kasar padamu. Aku sama sekali tidak peduli dengan kehamilanmu. Kalau terjadi apa-apa pada bayimu, jangan menyesal!"
Sandi sangat lihai menekan seseorang. Rima yang lemah dengan alasan calon anaknya terpaksa menuruti kegilaan lelaki itu. Ia melepaskan satu per satu pakaian yang melekat di tubuhnya. Ia juga mengabaikan rasa malunya sendiri.
Sandi merasa takjub dengan kemolekan tubuh wanita idamannya. Meskipun tengah hamil, namun Rima tetap terlihat mempesona. Bahkan bagian dadanya terlihat lebih besar dibandingkan dengan saat pertama ia melihatnya secara langsung.
"Apa ini sudah bisa mengeluarkan susu?" tanyanya sembari memegang salah satu gundukan dada Rima.
Rima berusaha menahan tangan itu agar tak menyentuh darinya. Namun, tenaganya tak seberapa dibandingkan Sandi. Dengan seenaknya lelaki itu mengelus dadanya. Rima hanya diam mematung.
"Seharusnya sejak awal kamu menurut saja seperti ini. Memang apa ruginya bagimu? Suamimu juga tidak akan tahu. Malah kamu lebih beruntung bisa disayangi dua lelaki sekaligus," ujar Sandi.
Rima merasa jijik dengan ucapan Sandi. "Kenapa Papa sangat tega mengkhianati Mama?" tanya Rima dengan nada kesal.
Sandi kembali menyeringai. "Apa kamu mau tahu alasan sebenarnya?" tanyanya. "Sebenarnya aku tidak pernah mencintai Suni. Kamu yang menjadi alasanku untuk mau menikah dengan wanita tua seperti Suni."
Rima melebarkan matanya. Ia terkejut mendengar pengakuan Sandi.
"Aku jatuh cinta padamu saat pertemuan pertama di hotel XXX, Rima. Kamu datang bersama Suni dua tahun yang lalu."
Rima mencoba mengingat-ingat perkataan Sandi. Ia memang sering mengikuti pesta dengan kalangan atas bersama ibu mertua. Ia memang sempat mengenal Sandi karena merupakan salah satu rekan bisnis ibu mertuanya.
Sandi melepaskan tangannya dari dada Rima yang sedari tadi dipegangi. Ia melepaskan sendiri pakaianya satu persatu hingga kondisi sama-sama polos seperti Rima.
"Awalnya aku kira kamu adalah putri Suni karena kalian kerap berdua. Ternyata kamu adalah menantunya. Harapanku untuk memilikimu jadi pupus. Tapi, aku berpikir jika menikah dengan Suni setidaknya aku akan bisa bertemu denganmu setiap hari. Bukankah aku sangat licik?" Sandi menyunggingkan senyum. Ia mengakui kejahatannya sendiri.
Sandi mengambil sebuah kursi dan duduk di atasnya. Ia menyuruh Rima untuk duduk di pangkuan sembari melakukan penyatuan secara perlahan. Mengingat Rima dalam kondisi hamil, ia sangat berhati-hati melakukannya.
"Apa kamu menyukainya?" bisik Sandi dengan nada yang nakal.
Bukannya menikmati, Rima justru merasakan hal yang sangat memalukan itu terulang kembali. Ia berada di dalam pelukan ayah mertuanya yang bejat.
"Ah, ini kedua kalinya kita melakukan ini. Meskipun sangat disayangkan, aku akan pergi jauh dan tidak menyentuhmu lagi." Sandi menikmati aktivitas yang tengah dilakukannya. Merengkuh wanita yang dicintainya membuat ia merasa bahagia tak terkira.
"Rima, jangan lupakan kebersamaan kita kali ini. Akan aku usahakan untuk secepatnya kembali," ucap Sandi.
Ia kembali memagut bibir wanita itu dengan mesra. Setelah hasratnya tersalurkan, ia tinggalkan Rima begitu saja di atas ranjang yang ada di kamar calon bayi mereka.
🤎
🤎
🤎
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
muhammad djaidi
lebih baik u jujur j rima kl itu bukan ank laki u
2023-04-10
0
lee go
Penasaran Sandy ini bapak2 umur berapa sih?
2023-04-06
0
Realme Baru
berarti arjun hanya anak tiri sandi tak kira anak kandung
2023-03-18
2