Ilmu Teratai Putih
Di Penghujung pesisir pulau Sumatra, hiduplah seorang pendekar sakti dengan seorang putrinya yang bernama Mutiara.
Pagi itu, saat cahaya mentari menyentuh tanah, terdengar sayup-sayup suara tangisan seorang bayi dari balik pohon yang rindang.
“Hmm..! sepertinya aku mendengar sesuatu,” desah Datuk Malelo pelan.
Matanya yang tajam dan pendengarannya yang selalu siaga, terus mencari dari mana asal sumber suara itu bergema. Kemudian dengan secepat kilat, pendekar itu langsung melesat hilang dari tempat duduknya.
“Oh, ternyata seorang bayi, perempuan dan cantik sekali. Tapi siapa gerangan orang yang telah membuangnya?” tanya Datuk Malelo pada dirinya sendiri.
Bayi itu di gendong dan di bawanya pulang kerumahnya. Datuk Malelo memandikan dan mengganti kain bedong yang masih melilit di sekujur tubuh bayi tersebut.
“Tega sekali orang tua yang telah membuang mu nak,” gerutu Datuk Malelo seraya membersihkan luka di tubuh bayi itu akibat di gigit semut.
Setelah di mandikan dan diganti kain bedongnya, lalu Datuk Malelo menidurkan bayi mungil itu di ayunan, yang terbuat dari kain panjang lalu di ikat menggunakan tali.
Bayi itu kemudian di rawat dan di asuh oleh Datuk Malelo dengan penuh cinta kasih. Sama dengan Mutiara putrinya sendiri.
Di bawah didikan dan asuhan Datuk Malelo, kedua balita itupun tumbuh sehat dan kuat. Bayi itu pun di beri nama Seruni.
Di bandingkan dengan putrinya Mutiara, ternyata Seruni memiliki kecerdasan yang luar biasa, budi pekerti lembut dan jiwa yang bersih. Berbeda dengan Mutiara yang selalu mengandalkan emosi dalam menyelesaikan suatu masalah. Selain itu Seruni juga bisa berkomunikasi dengan hewan.
Perbedaan watak itulah membuat mereka berdua sering berselisih dan kadang menimbulkan pertengkaran.
Walau demikian Datuk Malelo tetap saja memberikan Pendidikan dan pelatihan yang cukup untuk menempa jiwa dan mental kedua putrinya itu. Agar salah satu di antara mereka tidak merasa tersisihkan.
Hari demi hari, mereka berdua terus saja berlatih dan belajar, sehingga di usia mereka yang masih terbilang anak-anak, keduanya sudah menguasai bermacam ilmu kesaktian yang tak dapat di anggap remeh.
Semakin hari mereka melakukan latihan, maka terlihat semakin jelas perbedaan yang mencolok di antara keduanya. Seruni selalu mendominasi segalanya, baik berupa kesaktian, maupun keluhuran budi.
Suatu ketika Datuk Malelo berniat hendak memberitahukan tentang jati diri Seruni, karena Datuk Malelo beranggapan, lebih cepat memberitahukannya, maka itu lebih baik untuk mentalnya.
Itu semua sengaja di lakukan Datuak Malelo, agar Seruni tau siapa orang tua kandungnya. Sehingga kelak, Seruni tak menuntut dirinya sebagai orang yang telah memelihara dan membesarkannya.
“Putriku Seruni, ke sinilah nak!” ujar Datuak Malelo di waktu senggang.
“Ada apa Ayah?” tanya Seruni ingin tahu.
“Ada sesuatu hal yang harus Ayah beritahukan kepada mu.”
“Tentang apa itu Ayah?”
“Tentang asal usul mu putri ku.”
“Maksud Ayah apa?”
“Sebenarnya kau bukan putri kandung Ayah sayang.”
“Apa! aku bukan putri kandung Ayah?”
“Iya nak.”
“Jadi aku ini..?”
“Ayah menemukan mu di tengah hutan waktu itu, Ayah sendiri nggak tau siapa orang tua mu. Apakah mereka sengaja membuang mu, atau kau menjadi korban penculikan.”
“Jadi, aku bukan anak Ayah?”
“Iya sayang, mesti demikian Ayah nggak akan berhenti menyayangimu seperti putri Ayah sendiri. Karena selain kalian berdua, Ayah nggak punya siapa-siapa lagi di dunia ini.”
“Tapi Ayah, kenapa kedua orang tua ku, begitu tega membuang darah dagingnya sendiri, di tengah hutan lagi. Gimana kalau aku dimakan binatang buas, pasti nggak akan ada orang yang tahu.”
“Tenang sayang, kita belum tahu pasti kebenaranya. Jadi kita nggak boleh terlalu cepat memutuskan apa yang belum jelas. Tapi Ayah janji pada mu, akan menyelidiki kasus ini hingga tuntas.”
“Benar itu dek, Ayah nggak mungkin berbohong pada kita, selalin Ayah, kakak juga akan membantu menemukan kedua orang tua mu,” timpal Mutiara dengan tenang.
“Iya kak, aku percaya pada kalian berdua,” jawab Seruni singkat.
“Ya, sudah, sekarang lebih baik kalian tidur, besok pagi kita akan mulai melakukan pencarian.”
“Baik Ayah!” jawab kedua putri Datuak Malelo serentak.
Mereka pun kemudian beranjak menuju kamarnya masing-masing. Di atas ranjangnya yang mungil, Tiara tertidur dengan pulas bersama adiknya Seruni.
Sementara itu di saat kedua putrinya telah tertidur lelap, Datuk Malelo mendatangi kamar putrinya dengan pelan. Air matanya tampak menetes, membasahi kedua pipinya yang mulai keriput.
Hatinya terasa pilu ketika memandangi kedua putrinya yang masih kecil itu. sungguh Datuk Malelo tak menyangka sama sekali, di usianya yang sudah menjelang senja, ternyata dia masih punya dua orang putri yang harus di didik dan di besarkan dengan jiwa dan raganya.
Apalagi istri tercintanya, telah tiada setelah mempertaruhkan nyawa dalam melahirkan Mutiara, anak yang telah mereka tunggu setelah puluhan tahun.
Bayangan yang menyakitkan itu, selalu saja melintas di pikirannya. "Semoga Allah mengampuni dosa-dosa mu Mariana dan menempatkan mu di tempat yang lebih layak di sisinya, aamiin,” desah Datuak Malelo dengan deraian air mata.
Setelah itu, Datuak Malelo langsung bergegas meninggalkan ruangan kamar putrinya itu, menuju ruang tamu.
Di atas selembar tikar pandan yang lusuh, Datuk Malelo pun tertidur pulas hingga pagi datang menjelang.
“Ayah, Ayah! Bangun Ayah, buka mata Ayah!” panggil Seruni pada Datuk Malelo.
“Iya sayang! tapi hari kan masih gelap,” jawab Datuak Malelo dengan pelan.
“Nggak Ayah! Lihat tu, matahari udah terbit, bukan kah Ayah janji akan membantu ku dalam mencari Ibu dan Ayah,” jelas Seruni seraya menggoyang tubuh Ayahnya.
“Baik, baik! Ayah bersiap-siap dulu.”
“Iya, Ayah! Aku menunggu di depan dengan kak Tiara.”
“Baiklah, Ayah akan segera menemui kalian setelah selesai sholat.”
“Baiklah Ayah,” jawab Seruni seraya berlari riang menuju halaman depan rumahnya.
Setelah bersiap-siap, Datuk Malelo beserta kedua putrinyapun, berlari menuju perkampungan. Ilmu peringan tubuh yang mereka miliki, sungguh sangat luar biasa. Terbukti, mereka bisa menempuh perjalanan jarak jauh dengan sebentar saja.
“Hmm..! ini kampung pertama yang harus kita datangi,” ujar Datuk Malelo pada kedua putrinya.
Di sebuah kedai nasi, Datuk Malelo beristirahat untuk melepaskan dahaganya dan kedua orang putrinya.
“Kalian mau pesan apa sayang?” tanya Datuk Malelo pada kedua orang putrinya.
“Aku pesan nasi Ayah,” jawab Seruni.
“Aku juga Ayah!” timpal Tiara, seraya memakan sepotong tahu yang terletak di atas sebuah piring.
“Kami pesan dua piring nasi, Bu dan segelas kopi hangat,” ujar Datuak Malelo pada pemilik warung.
“Baik Pak,” jawab pemilik warung seraya mengambilkan pesanan Datuak Malelo.
Ketika pemilik warung sudah mengeluarkan pesanan Datuak Malelo, lalu Datuak itu pun bertanya pada pemilik warung.
“Ini Desa apa Namanya Bu?”
“Ini Desa Pedukuhan Pak.”
“Ooo, Desa Pedukuhan ya,” ujar Datuk sembari menganggukkan kepalanya.
“Emangnya Bapak dan anak-anak mau kemana?” tanya pemilik warung pada Datuak Malelo.
Bersambung...
*Selamat membaca*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 160 Episodes
Comments
👑Meylani Putri Putti
hadir di sini say
2023-10-30
1
Dwi sonya
mantap
2023-07-13
0
Miss Rida
Aku mampir yah tor
2023-03-27
0