“Maafkan aku gadis kembang, aku nggak melakukan semua itu. Sutan mudo menikah saja, aku nggak pernah di beri kabar. Aku sengaja menghindar dari dunia persilatan, semenjak istriku meninggal, aku hanya fokus membesarkan putriku saja.”
“Jangan bohong kau Datuak, sekarang tunggulah kematian mu. Karena racun kala cakra ku, hanya bisa di obati oleh orang yang berilmu tinggi,” ujar Gadis kembang seraya melesat pergi.
Datuak Basa yang menyaksikan kejadian itu, tidak sampai hati. Dia pun datang menghampiri Datuak Malelo, yang sedang terkapar tak berdaya.
“Maafkan aku Datuak, aku nggak sempat menolong mu. Mari sini, ku obati luka dalam mu itu.”
Seraya meletakkan kepala Datuak Malelo di pangkuannya, Datuak Basa berusaha menyalurkan hawa murni ketubuh Datuak Malelo. Tapi sayang, usaha yang di lakukan Datuak Basa, ternyata sia-sia saja, karena tubuh Datuak Malelo menolak hawa murni tersebut.
“Oh, celaka, ternyata hawa murni ku di tolak. Tega sekali Gadis kembang, hanya gara-gara cinta, dia tega menyiksa orang lain,” gerutu Datuak Basa pelan.
“Maklum sajalah, cinta terkadang membuat orang buta dan lupa diri, Datuak.”
“Ya, itu benar,” timpal Datuak Basa dengan suara lembut.
Di tengah hutan yang begitu lebat, hanya beralasan bumi dan beratapkan langit serta berselimutkan embun. Datuak Basa pun mengobati luka dalam, yang di derita Datuak Malelo. Dengan cermat dan berhati-hati.
Sesekali, tampak Datuak Malelo meringis menahan rasa sakit. Tapi apa daya, Datuak Basa tak sanggup mengobati luka dalam yang di derita oleh Datuak Malelo.
Semakin lama luka dalam yang di derita Datuak Malelo, semakin parah. Dia tampak tergeletak dengan tubuh semakin membiru.
“Aku melihat tubuhmu, semakin sekarat Datuak?”
“Ya, sepertinya, aku sangat sulit untuk bertahan, kecuali kalau ada orang yang berilmu tinggi, datang untuk membantu mengobati ku.
“Maafkan aku Datuak, karena ilmu yang kumiliki, tak sanggup untuk mengobati luka dalam yang kau derita.”
“Aku tahu itu Datuak Basa, dengan adanya kau menemaniku di tengah hutan ini. Secara tak langsung, kau telah menyembuhkan sebagian luka dalam, yang ku derita.”
Sebenarnya, Datuak Basa ingin sekali mengobati luka dalam yang di derita Datuak Malelo. Tapi sayang, ilmu yang dia miliki, belum seberapa bila di bandingkan dengan ilmu yang di miliki Datuak Malelo.
Kadang terfikir oleh Datuak Basa, untuk meninggalkan Datuak Malelo, di tengah hutan sendirian. Tapi dia tak tega, takut kalau nanti ada binatang buas yang akan mengganggunya.
Bukan hanya duduk berdiam diri, berbagai usaha juga telah dilakukan Datuak Basa. Mulai dari menyalurkan hawa murni, ketubuh Datuak Malelo. Sampai meracik obat sendiri.
Tapi karena dia tak mampu untuk itu, kadang bukan obat yang dia berikan kepada Datuak Malelo, malah menjadi racun bagi Datuak Malelo itu sendiri. pernah sekali, obat yang di racik Datuak Basa, membuat Datuak Malelo muntah darah karena keracunan.
“Ya, Tuhan, apa yang harus aku lakukan, haruskah aku meninggalkan dirinya sendirian di tengah hutan ini, untuk mencari tabib keluar sana? tapi itu nggak mungkin, aku nggak tega!” ujar Datuak Basa pada dirinya sendiri.
Tak terasa sudah tiga hari Datuak Malelo terkapar di atas tanah, jangankan untuk mengangkat tangannya, bergerak sedikit saja, Datuak Malelo tak kuasa, karena racun Kala cakra telah menjalar ke seluruh tubuhnya.
Sementara itu Datuak Basa yang selalu berharap, agar ada orang yang melintas, selalu setia berbaring di samping Datuak Malelo.
Seperti malam biasanya, suasana malam itu sangat dingin sekali. Untuk itu, Datuak Basa mencoba menyalakan api unggun, agar dapat menghangatkan tubuh mereka yang menggigil karena kedinginan. Selain itu, Datuak Basa juga berjaga-jaga, kalau ada binatang buas yang nyasar ketempat mereka berdua.
Tak berapa lama kemudian, tiba-tiba saja sekilas bayangan berkelebat menghampiri mereka berdua.
“Siapa itu?” tanya Datuak Basa ketakutan.
“Geerrr..!”
Samar-samar Datuak Basa mendengar suara seekor harimau sedang mengerang di balik semak-semak.
“Kau dengar sendiri kan Datuak, suara itu?” tanya Datuak Basa seraya mendekatkan diri ke sisi Datuak Malelo.
“Iya, sepertinya itu inyiak kumbang, yang datang,” jawab Datuak Malelo pelan.
“Kau mengenalnya?”
“Tidak. Tapi aku yakin, dia pasti mau menolong kita. Cobalah mendehem sebanyak tiga kali, kalau benar dia itu inyiak kumbang, pasti dia menghampiri kita.”
Tak berapa lama kemudian Datuak Basa pun mendehem sebanyak tiga kali, sesuai dengan yang di perintahkan Datuak Malelo kepadanya.
Benar saja, setelah mendengar suara deheman Datuak Basa, urang si kumbang itupun muncul kehadapan mereka berdua.
“Ambo urang si kumbang, sedang ngapain dunsanak di situ, malam-malam begini?”
“Tolong kami urang sikumbang, Datuak Malelo, pendekar dari gunuang talang sedang sakit.”
“Ooo, ada yang sakit rupanya, biar ku periksa dulu!”
Lalu, pendekar Sikumbang menyalurkan hawa murninya ketubuh Datuak Malelo. Namun sayang, usaha yang dilakukan pendekar Sikumbang ternyata hanya sia-sia belaka.
“Oi mak! hawa murni yang ku salurkan, di tolak olehnya!” seru pendekar Sikumbang.
“Dia itu terkena ajian kala cakra, milik gadis kembang. Katanya gadis kembang, hanya orang yang berilmu tinggilah yang bisa mengobatinya.”
“Urang minang batuah! nggak usah berlagak angkuh kalau bicara. Tolong jaga ucapan jangan buat orang lain tersinggung,” jawab pendekar Sikumbang marah.
“Maaf pendekar, tapi begitulah kenyataannya,” timpal Datuak Basa menjelaskan.
“Uhuuk..uhuuk..uhuuk!” pada saat itu pendekar Sikumbang melihat Datuak Malelo terbatuk-batuk dengan memuntahkan darah dari mulutnya.
“Ondeh kasihan sekali nasib Dunsanak, apa yang bisa ku bantu, katakanlah sekarang.”
“Dunsanak, kalau niat Dunsanak ingin menolong ku, pergilah Dunsanak, kehutan sebelah barat gunung Pasaman, di sana kau akan menemukan sebuah gubuk yang sudah lapuk. Di dalam gubuk tersebut, Dunsanak akan menemukan dua orang gadis.”
“Gadis?”
“Ya, bawalah salah seorang gadis itu kesini, cari gadis yang paling cantik di antara mereka berdua. Ku mohon tolonglah aku!”
“Baiklah permintaan dunsanak akan aku kabulkan,” jawab pendekar Sikumbang seraya melompat menjauhi Datuak Malelo dan Datuak Basa.
“Ilmu peringan tubuh yang dia miliki sangat luar biasa,” puji Datuak Basa seraya berdecak kagum.
Di tengah hutan yang gelap dan di penuhi oleh pepohonan yang rindang, di sanalah pendekar Sikumbang berlari dan melompat. Sesekali tampak pendekar Sikumbang berjalan pelan seraya menyeringai karena kelelahan.
Sebenarnya pendekar Sikumbang, adalah pelari tercepat di tengah hutan belantara, namun karena faktor usia, yang telah semakin tua. Pendekar Sikumbang, tampak sedikit kelelahan di buatnya.
Setelah menempuh beberapa jam, tibalah pendekar Sikumbang di suatu tempat. Dia berjalan hilir mudik di perbatasan rumah milik Datuak Malelo.
“Hm..! apakah ini gubuk yang di maksudkan pendekar itu?” tanya Pendekar Sikumbang pada dirinya sendiri.
Bersambung...
*Selamat membaca*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 160 Episodes
Comments
Putra_Andalas
pake di tanyoan lo..lah nmpak paja tu sekarat..😁
2023-08-12
0
AbyGail
Kk Datuk apa Datuak ya...
2023-03-28
0
Adronitis
ceritanya menarik thor
2023-03-14
0