Saat itu si kakek hendak menyeberangi jembatan yang terbuat dari bambu. Sebelum Seruni melewati si kakek, dua orang pria saat itu juga sedang menyeberang.
Melihat si kakek hampir jatuh, mereka berdua bukannya menolongi si kakek, justru mereka malah mendorong si kakek hingga tersungkur dan bibirnya terluka terkena bambu jembatan yang pecah.
Seruni yang melihat tingkah kedua pemuda itu, hatinya merasa sakit sekali, dengan geram, Seruni langsung menotok aliran darah kedua pemuda itu, seraya berlari menolong si kakek.
“Sini ku bantu kek!” ujar Seruni seraya mengulurkan tangannya.
Mendengar suara yang lembut dan halus, kakek tua itu langsung menoleh kearah Seruni.
“Sini ku bantu,” ujar Seruni sekali lagi.
“Kamu siapa?” tanya si kakek ingin tahu.
“Aku Seruni, kebetulan aku sedang melintas di daerah ini. Sini ku bantu!”
“Baiklah, terimakasih.”
Dengan pertolongan dari Seruni, si kakek pun selamat sampai ke seberang, tanpa harus merangkak lagi untuk melewati titian bambu tersebut.
“Tadi kamu menggunakan ilmu apa, kok kita bisa sampai ke seberang dengan cepat?” tanya si kakek pada Seruni.
“Itu ajian sekilas bayangan, kek,” jawab Seruni dengan suara lembut.
“Kamu dapat ilmu itu, dari mana?” tanya si kakek ingin tahu.
“Ayah ku yang mengajarkannya Kek.”
“ternyata kamu hebat juga ya, sebab, ilmu sekilas bayangan, sangat sulit sekali mempelajarinya. Hanya orang-orang yang memiliki ilmu dasar yang sempurna, yang bisa mempelajarinya.”
“Benarkah begitu kek?”
“Iya nak.”
“Kakek tahu dari mana?”
“Kakek tahu segalanya.”
“Ooo, gitu ya,” jawan Seruni pelan.
“Ternyata kau gadis yang hebat. Kakek yakin, kau pasti perempuan yang baik.”
“Nggak juga kek, aku hanya orang biasa kok, kek. Kebetulan, ada orang yang rendah hati yang bersedia mengajarkanku banyak ilmu.”
“Berati kau itu gadis baik.”
“Ah, kakek bisa aja.”
“karena hanya orang baik, yang bisa di ajarkan banyak ilmu nak.”
“Benarkah itu kek?”
“Iya nak.”
“Hmm..! o iya, kek. Sebenarnya kakek mau kemana? Kenapa mesti melintasi hutan ini sendirian?”
“Kakek mau pulang nak.”
“Mau pulang, emangnya rumah kakek di mana?”
“Tuh, di sana! masih jauh,” jawab si kakek itu.
“Kakek tinggal di dalam hutan ya?”
“Iya, nak.”
“Dengan siapa?”
“Sendirian.”
“Sendirian? Ah masa!”
“Iya sendirian nak.”
“Kalau begitu, boleh aku ikut dengan kakek?”
“Mau kerumah kakek?”
“Iya.”
“Jangan!” ujar kakek itu dengan suara yang lantang.
“Emangnya kenapa kek?”
“kakek nggak punya rumah nak, kakek hanya tinggal di bawah pohon, di dalam hutan sana.”
“Nggak apa-apa, aku hanya ingin melihat rumah kakek aja kok.”
“Ya sudah, ayo!” ajak si kakek pada Seruni.
Setelah mendapat izin dari kakek tua tersebut, Seruni pun mengikuti langkah kaki kakek itu dari belakang. Mereka berdua menyusuri jalan setapak. Sekitar dua kilo meter dari titian bambu tersebut, mereka pun tiba di rumah si kakek.
Di tempat itu, Seruni melihat sebatang pohon yang usianya sudah ratusan tahun. Pada bagian bawahnya terdapat sebuah lobang yang mirip dengan mulut goa. Tapi hanya sebesar dua meter persegi.
Di situlah rupanya si kakek itu tinggal.
Seruni yang melihat tempat si kakek merasa tersentuh sekali, hingga dia pun meneteskan air mata. Di dalam lobang itu, Seruni melihat sebuah piring plastik dan sebuah cangkir yang rapuh serta satu sendok yang sudah patah.
Setelah kakek itu duduk. Lalu dia membuka buntalan yang di bawanya dari tempat yang begitu jauh, di hadapan Seruni. Di dalam buntalan itu, terdapat sepotong singkong goreng dan sebungkus nasi sisa.
Setelah bungkusan itu terbuka, lalu dia menawarkannya pada Seruni, yang saat itu menatapnya dengan rasa iba.
“Makanlah nak. Kau pasti lapar, sehabis menempuh perjalanan jauh, mengantarkan kakek kesini,” ujar si kakek dengan suara lembut.
Mendengar kata-kata itu, Seruni tak dapat lagi membendung air matanya. Di peluknya si kakek dengan penuh kasih sayang, deraian air matanya saat itu tak mampu menghapus rasa perih yang dia rasakan.
“Tolong lepaskan, tolong lepaskan!” teriak kakek itu seraya mendorong tubuh Seruni.
“Ada apa kek, kenapa kakek mendorong ku?” tanya Seruni heran.
“Kamu nggak boleh menyentuh kakek,” jawab si kakek dengan kepala di tekuk.
“Emangnya kenapa kek?” tanya Seruni heran.
“Penyakit yang kakek derita ini menular nak. ini penyakit kutukan!” ujar kakek itu seraya menangis sedih.
“Penyakit menular?”
“Ya, itu sebabnya seluruh penduduk mengusir kakek dan mengasingkan kakek di tengah hutan ini.”
“Nggak kek, penyakit yang kakek derita nggak menulr sama sekali. Aku bisa kok mengobatinya. Yang penting kakek nggak perlu cemas dan takut. Aku juga janji akan merawat kakek sampai sembuh.”
“Benarkah itu nak?” tanya kakek tua itu tak percaya.
“Iya kek.”
Mendengar ucapan Seruni, kakek tua itu tampak sedikit tersenyum, mesti hanya terpaksa, namun kakek punya sedikit harapan untuk terlepas dari penderitaan yang dia alaminya.
Saking gembiranya, tanpa sadar si kakek pun memeluk tubuh Seruni dengan erat sekali. Mesti terasa bahagia, namun saat itu Seruni tak bisa bernafas. Sebab aroma tubuh si kakek tua itu, sangat busuk sekali serta berbau amis.
Hal itu, membuat dada Seruni sedikit sesak. Akan tetapi, Seruni terlihat sangat tenang dan tak merasa jijik sama sekali.
“Boleh, saya lihat luka yang kakek derita itu?”
“Benar kamu nggak jijik nak?” tanya kakek tak percaya.
“Benar kek.”
Mendengar jawaban Seruni, kakek tua itupun membuka pakaiannya dengan pelan. Di saat pakaian si kakek mulai terlepas tampak dari raut pria tua itu menyeringai menahan rasa sakit.
Seruni melihat dengan jelas, betapa mengerikan sekali luka yang di derita oleh kakek itu. di setiap korengan yang menempel di punggung si kakek sudah membusuk dan dihinggapi belatung.
“Kakek, duduklah di sini sebentar, aku akan kedalam hutan dulu untuk mengambil daun obat, agar luka kakek tersebut bisa mengering.
Setelah Seruni bicara, gadis cantik itu langsung menghilang dari pandangan mata kakek tua itu. tak berapa lama kemudian, Seruni pun kembali dengan membawa berbagai macam dedaunan.
Mulai hari itu, Seruni pun bersungguh -sungguh mengobati si kakek. Luka yang bernanah dan busuk di obati dengan ilmu yang dia dapatkan dari beberapa orang guru yang telah dipelajarinya.
Selain mengobati si kakek dengan berbagai macam rempah, Seruni juga menyalurkan hawa murni ke tubuh si kakek. Agar luka yang di deritanya bisa dengan cepat mengering.
Selain mengobati si kakek, Seruni juga harus bekerja mencari kayu bakar, untuk di jual kepasar. Hal itu sengaja dia lakukan, agar si kakek dapat di beri makanan yang lezat, yang tak pernah dia nikmati selama ini.
Bersambung...
*Selamat membaca*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 160 Episodes
Comments
Adronitis
mentang di kakek berpenyakitan lalu semua orang menganggap remeh si kakek
2023-07-27
0
Dwi sonya
tetap semangat ya
2023-07-16
0
AbyGail
Lanjut
2023-03-25
0