Karena tak menemukan apa-apa, akhirnya Seruni berencana untuk kembali pulang. Akan tetapi, ketika dia hendak bergerak pulang, tiba-tiba saja, Seruni mendengar teriakan anak-anak kecil yang mengarah ke tempatnya berdiri.
Rasa penasarannya membuat Seruni mencoba untuk mengikuti komplotan tersebut. Ternyata, bukan satu orang anak yang mereka culik saat itu, tapi ada lima orang anak sekaligus. Tak ingin membuang kesempatan yang ada, Seruni langsung menghadang mereka semua.
“Hiaaat!” ujar Seruni seraya melompat menghadang segerombolan penculik anak tersebut.
“Hm..! mau mengantarkan nyawa kamu!” teriak penculik tersebut.
Seruni tak langsung menjawab, dia hanya mengitari para penculik itu dengan pelan. Lalu Seruni pun bersandar pada sebatang pohon yang cukup besar.
“Mau kalian bawa kemana anak-anak ini, hah..!”
“Itu urusan kami! minggir!” bentak para pemuda tersebut.
“Hahaha…! kau kira semudah itu mengusirku.”
“Mau apa kau!”
“Lepaskan semua anak-anak itu, baru kau ku lepaskan.”
“Hah.. ternyata dia mau menguji kita rupanya, hahaha…!”
Di saat kedelapan pemuda itu sedang tertawa terbahak-bahak, hal itu dimamfaatkan oleh Seruni untuk merebut kelima orang anak-anak tersebut dari tangan mereka semua.
“Nah, sekarang anak-anak ini sudah berada ditangan ku, kalau kau berani, ambil saja sendiri,” jawab Seruni seraya meninggalkan mereka yang berdiri kaku seperti patung.
Ternyata Seruni bukan hanya sekedar mencuri kelima anak-anak tersebut dari mereka semua. Seruni juga telah menotok aliran darah mereka, sehingga tubuh mereka tampak membengkak dan biru.
Tak sempat minta tolong pada Seruni, kedelapan pria itu pun tewas seketika.
Setelah Seruni meninggalkan mereka dalam sekejap. Mereka tewas dengan tubuh pecah dan berhamburan seperti terkena ledakan.
Dengan senang hati, Seruni mengembalikan semua anak-anak itu kekeluarganya. Mereka semua tampak senang dan bahagia, mereka juga menjamu Seruni dengan makanan yang enak dan lezat.
“Lain kali, lebih berhati-hatilah, dalam menjaga anak-anak kalian, karena antek-antek Ratu Genit akan berkeliaran dimana-mana. Untuk mencari anak-anak kecil.”
“Iya Neng.”
Setelah mengantarkan semua anak-anak itu ke orang tuanya, Seruni pun mohon diri dari mereka, untuk kembali pulang kerumah.
Dengan berlari kencang, tibalah Seruni di rumah kediamannya, ternyata di dalam rumah, Datuak Malelo telah menantikan kedatangannya.
“Assalamua’alaikum.”
“Wa’alaikum salam.”
lalu dengan senyuman manis, Seruni pun masuk kedalam rumah itu.
“Gimana nak, apakah kau berhasil?” tanya Datuak Malelo tak sabaran.
“Iya Ayah. Semua anak-anak itu telah aku kembalikan pada orang tua mereka.”
“Sepertinya siluman itu sudah mulai beraksi kembali.”
“Benar Ayah dan ini berita bagus buat kita.”
“Berita bagus apa maksud mu Seruni?” tanya Tiara tak mengerti.
“Dengan kemunculan mereka, maka aku akan mengetahui keberadaan kedua orang tua ku.”
“Begitu kah? dengan mengorbankan nyawa orang lain, kau berharap, bisa bertemu kedua orang tua mu? sungguh egois kau Seruni.”
“Maaf, bukan begitu maksud ku kak!”
“Bukan apa Seruni?”
“Ada atau nggak nya niat ku ini, untuk mencari keberadaan orang tua kandung ku. Tapi para siluman itu, sudah jelas keluar kan? mereka berkeliaran di Desa-desa, untuk mencari korbannya sendiri.”
Mendengar perselisihan tersebut, Datuak Malelo langsung angkat bicara. Karena dia tak ingin hal itu akan menimbulkan perpecahan di antara mereka berdua.
“Sudah, sudah! kalian berdua itu sama-sama benar. Jadi tak ada yang perlu diperdebatkan lagi. Sekarang tugas kita untuk mencari solusinya. Bagai mana agar para penculik itu, tidak mendapatkan tumbal anak lagi.”
“Aku punya solusinya Ayah!” ujar Tiara dengan suara lantang.
“Apa itu solusinya nak?"
“Gimana kalau setiap hari, kita bertiga bergerilya di setiap Desa.”
“Bergerilya? untuk apa sayang?” tanya Datuak Malelo heran.
“Ya, untuk menghalangi para antek-antek Ratu genit, dalam mendapatkan tumbal, Ayah.”
“Ide mu sangat bagus sayang, tapi apakah kita mampu setiap hari pergi Desa-desa terpencil. Apakah kau sanggup? kalau Ayah sih, ogah.”
Mendengar jawaban dari Datuak Malelo, hati Seruni sedikit sedih, karena tanggapannya tak mendapat respon positif dari Ayahnya.
Di saat itu Datuak Malelo berfikir sejenak, dia mencari jalan keluar yang paling jitu, untuk kedua orang putrinya.
“Ha, begini saja. Kata para penduduk Desa, siluman Ratu genit itu, dia memiliki Ilmu yang cukup tinggi. Sehingga, sangat sulit untuk dapat mengalahkannya, jalan satu-satunya, kita harus menyaingi, kehebatan ilmu yang di miliki siluman itu.”
“Menyaingi ilmunya? maksud Ayah apa?” tanya Tiara heran.
“Ayah punya sebuah kitab sakti, yang selama ini menjadi incaran seluruh pendekar, baik dari golongan hitam, maupun golongan putih,” kata Datuak Malelo, seraya mengeluarkan sebuah buku besar dari dalam bantal tidurnya.
“Kitab apa itu yah?” tanya Tiara penasaran.
“Kitab ini, belum seorang pendekarpun yang mempelajarinya, termasuk Ayah sendiri. Karena kitab ini hanya bisa menyatu, jika yang mempelajarinya punya hati dan jiwa yang bersih. Dan kalian berdua harus bisa mendapatkannya.”
“Boleh aku lihat Ayah!” ujar Tiara penasaran.
“Boleh, silahkan di buka.”
“Tempat penyimpanan kitab Ayah, sangat unik sekali,” ujar Seruni pelan.
“Jika tidak Ayah sembunyikan di dalam bantal ini, pasti udah begitu banyak, orang yang mengincarnya sayang,” jawab Datuak Malelo.
Ketika kitab itu di ambil oleh Tiara, lalu mereka berdua melihat tulisan di cover buku tersebut, yang bertuliskan kata “Ilmu teratai putih”
“Ilmu teratai putih? ilmu apa itu Ayah?”
“Ilmu ini sangat dahsyat sekali, lebih berbahaya dari ilmu lentik jemari. Setiap gerakannya, mengandung hawa panas yang mematikan, dari setiap gerakannya, bisa menimbulkan badai besar, suara menggelegar dan bahkan terjadi getaran yang sangat kuat.”
“O ya, benarkah itu Ayah?” tanya Seruni tak percaya.
“Benar sayang, nanti malam, adalah malam bulan purnama, kalian harus mandi yang bersih, biar nanti malam kita pelajari isi kitab ini secara keseluruhan.”
“Baik Ayah,” jawab kedua putri Datuak Malelo serentak.
Tepat saat purnama muncul dari balik awan, mereka berdua langsung berlatih dengan semangat, jurus demi jurus yang ada di buku itu, mereka pelajari berdua.
Setelah berulang kali di coba, barulah mereka berdua yakin, kalau ilmu yang ada di kitab itu telah benar-benar mereka kuasai dengan sempurna.
Lanjut ketahap kedua, mereka harus bisa berlari kencang di dalam air, untuk hal itu Datuak Malelo menggiring mereka berdua menuju danau Maninjau. Karena selain danaunya yang cukup luas, danau Maninjau sangat jernih sekali airnya.
Di atas air itu, tampak Seruni dan Tiara berlatih dengan giat, agar mereka berdua bisa berlari kencang seperti di daratan.
Setelah tahap kedua berhasil mereka lalui, masuklah mereka ke tahap tiga, tahap yang menentukan apakah mereka berhasil menguasai ilmu teratai putih itu atau tidak.
Saat mempelajari tahap ketiga, sayup-sayup mereka mendengar suara ayam jantan berkokok, pertanda, hari sudah menunjukan pukul empat dini hari.
Pada pelajaran tahap ketiga, mereka di tuntut bukan hanya sekedar berlari kencang di dalam air, tapi mereka harus bisa mengambang di atas air, persis seperti bunga teratai yang sedang mekar.
Mesti berlatih secara bersama, namun di tahap ini Tiara tak bisa melakukannya, Tiara memang bisa berlari dengan kencang. Akan tetapi, dia tak bisa mengambang di atas air, seperti yang di tuntut di dalam buku tersebut.
Bersambung...
*Selamat membaca*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 160 Episodes
Comments
Iril Nasri
cerita bagus thor
2023-04-04
0
AbyGail
Dunia persilatan, walau gak satu frekwensi dgnku, tp keren
2023-03-28
0
Adronitis
(kasihan
2023-03-14
0