“Siti! Ayahmu itu, aku. Bukan dia! kenapa sih dengan mu, apakah Datuak Malelo telah mencuci otak mu di sepanjang jalan tadi.”
“Ataghfirullah..! Ayah, ingat. Umur Ayah hanya tinggal satu purnama lagi, kalau Datuak Malelo nggak menolong Ayah, maka Ayah nggak akan bisa bicara lagi di atas dunia ini.”
“Dasar anak nggak berguna kau Siti, kerjaan mu hanya bisa membantah, ucapan orang tuamu saja.”
“Sudah, sudah! sekarang gimana Datuak, apa kau mau ku obati atau nggak.” potong Datuak Malelo kesal.
“Karena putrimu yang melakukannya, maka kewajibanmu lah untuk mengobatinya,” jawab Datuak Basa dengan angkuh.
“Baiklah, kau akan ku obati, sampai sembuh.”
“Nggak perlu Datuak, aku nggak suka Datuak mengobati luka Ayah.”
“Kenapa Siti?” tanya Datuak Malelo ingin tahu.
“Selagi keangkuhan dan dendam masih menguasai hati Ayah, sebaiknya Datuak nggak usah mengobatinya. Buang jauh-jauh niat tulus Datuak, untuk mengobatinya.”
“Apa maksudmu Siti?” tanya Datuak Basa pada Siti.
“Aku nggak bermaksud apa-apa Ayah.”
“Bukankah tadi kau bersedia menjemput Datuak Malalo ke Pasaman, untuk mengobati Ayah?”
“Benar! tapi kalau Ayah nggak sombong dan keras kepala seperti ini.”
“Keras kepala gimana?”
“Sudahlah Ayah, katakan saja, kalau Ayah nggak perlu jasa Datuak Malelo, untuk mengobati Ayah.”
“Ya jelas dong, Ayah sangat membutuhkan jasa Datuak Malelo, karena ulah putrinya lah Ayah seperti ini Siti.”
“Sebenarnya aku nggak membela siapa-siapa, tapi aku nggak akan berpihak kepada orang yang salah, mestipun itu, Ayah kandung ku sendiri,” jawab Siti dengan suara yang lantang.
“Siti..! kau telah menyakiti hati Ayah nak,” ucap Datuak Basa dengan suara yang cukup keras.
“Jangan berteriak Ayah, ingat kata tabib, Ayah hanya akan bertahan hingga purnama ini, sekarang purnama hanya tinggal lima hari lagi. Jika Ayah bersikukuh nggak mau memaafkan kesalahan Datuak , maka bawalah dendam Ayah ke dasar kubur.”
“Kau benar-benar anak durhaka Siti. Ayah nggak akan pernah memaafkan mu.”
“Terserah Ayah! mari Datuak, kita tinggalkan tempat ini. Aku benar-benar muak dengan sifat Ayah ku.”
“Siti dengarkan aku dulu!” potong Datuak Malelo.
“Ada apa Datuak?”
“Kau nggak bersungguh-sungguh bukan?”
“Nggak Datuak, aku hanya memberi sedikit pelajaran pada Ayah ku,” ujar Siti seraya mengedipkan sebelah matanya pada Datuak Malelo.
Mendengar jawaban dari Siti, Datuak Malelo pun akhirnya mengikuti permainan putri cantik, Datuak Basa tersebut. Datuak Malelo bersama dengan Siti pergi meninggalkan ruang kamar Datuak Basa.
Tak berapa lama kemudian Siti mendengar Ayahnya Datuak Basa memanggil-manggil namanya dengan suara yang lirih.
“Ada apa Ayah? kenapa berteriak?” tanya Siti seraya menghampiri Ayahnya.
“Ayah mohon Siti, jangan tinggalkan Ayah. Ayah minta maaf Siti, tolong kau Panggil kembali Datuak Malelo, Ayah mohon agar dia mau mengobati Ayah,” rengek Datuak Basa, seraya memegang tangan putrinya itu.
“Baiklah, akan aku panggilkan dia. Tapi Ayah harus janji akan memaafkan semua kesalahannya.
“Baik Siti, baik. Ayah janji akan memaafkan semua kesalahannya.”
“Bagus kalau begitu masuklah Datuak, silahkan obati penyakit Ayah ku ini.”
Dengan tersenyum geli, Datuak Malelo pun masuk kedalam kamar Datuak Basa. Saat itu, Datuak Malelo mulai menyalurkan hawa murni ketubuh Datuak Basa. dengan tujuan, agar Datuak Basa dapat mengumpulkan tenaganya yang mulai hilang.
Kemudian di lanjutkan dengan pengobatan, Datuak Malelo melakukannya dengan serius, sehingga dia sendiri tak lagi memikirkan kesehatannya. Dua hari dua malam Datuak Malelo melakukan pengobatan terhadap Datuak Basa, hingga tenaganya pun terkuras habis.
Datuak Malelo kewalahan untuk mengobati Datuak Basa. Karena luka parah yang di alami Datuak Basa, sudah sangat parah dan hampir membuatnya kehilangan nyawa.
Setelah dinyatakan benar-benar sembuh, Datuak Malelo pun mohon izin untuk kembali kerumahnya.
“Siti, karena Ayahmu sudah sembuh, maka aku akan pulang kerumah. Nanti kalau terjadi sesuatu pada Ayahmu, kau jemput saja aku ke Pasaman.”
“Baik Datuak, terimakasih banyak atas pertolongan yang Datuak berikan pada Ayah ku, aku akan ingat selalu kebaikan Datuak ini,” jelas Siti dengan suara lembut.
“Sama-sama Siti, itu sudah merupakan kewajiban ku, untuk menolong sesama kita.”
“Datuak, maaf, aku bukannya nggak pandai berterimakasih, tapi karena ini ulah putrimu, jadi aku nggak punya utang budi padamu. Dendam ku akan tetap ku balas kan nanti,” ucap Datuak Basa.
“Ayah! ya Allah, Ayah seperti orang nggak beragama saja. Agar Ayah ketahui, jika Datuak Malelo mau, dia akan membiarkan Ayah mati terbujur. Tapi dia nggak melakukannya, dia justru mengobati Ayah sampai sembuh.”
“Sudahlah Siti, kalau itu sudah menjadi keputusan Ayahmu, ya biarkan saja. Aku nggak keberatan kok. permisi!” ujar Datuak Malelo, seraya pergi meninggalkan Siti dan Datuak Basa.
Sepeninggal Datuak Malelo, Datuak Basa seperti orang kebingungan, dia berjalan hilir mudik, mondar mandir tak tentu arah. Siti yang melihatnya merasa heran. Akan tetapi Siti yakin, pasti Ayahnya sedang merencanakan sesuatu.
Benar saja, tak berapa lama kemudian, Datuak Basa menghilang entah kemana, yang jelas Siti tak menemukannya.
Rupanya secara diam-diam, Datuak Basa membuntuti Datuak Malelo. Niat jahatnya ternyata untuk membokong Datuak Malelo dari kejauhan, sudah direncanakan.
Sudah satu jam dia mengikuti Datuak Malelo, namun pria itu tak kunjung lengah sedikitpun, hal itu membuat Datuak Basa merasa kesulitan untuk menyerangnya.
Namun ketika dia punya kesempatan untuk menyerang Datuak Malelo, pria itu telah terkapar duluan. Dia menggelepar-gelepar kesakitan. Tubuhnya membiru dan dari mulutnya keluar darah yang begitu banyak sekali.
“Astaghfirullah..! padahal aku belum melakukan penyerangan, tapi kenapa tubuhnya langsung terkapar. Celaka..! pasti ada orang lain yang mengambil kesempatan di balik niat ku ini,” gumam Datuak Basa pada dirinya sendiri.
Benar saja, seperti yang ada di dalam pikiran Datuak Basa, seorang wanita cantik dengan sebuah pita berbentuk bunga di rambutnya, datang menghampiri Datuak Basa.
“Ha..ha..ha..! kenapa, sepertinya kamu ketakutan Datuak Malelo!” seru gadis itu dari balik pepohonan.
Saat kemunculan gadis itu, Datuak Basa sedikit kaget, karena gadis itu menyerang lebih cepat dari dirinya.
“Gadis kembang! kenapa kau menyerangnya?” tanya Datuak Basa heran.
“Kenapa? bukankah niat kita sama, hanya saja kesempatan kita berbeda tipis, aku lebih cepat menyerang ketimbang kau!”
“Tapi aku nggak akan melukainya sebegitu parah. Lihat ulahmu, kau bisa saja menewaskannya.”
“Ha..ha..ha! sekarang rasakan olehmu Datuak Malelo, tamat sudah riwayatmu tua bangka!” seru gadis kembang seraya menaruh sebelah kakinya diatas tubuh Datuak Malelo.
“Uhuk…uhuk…uhuk!” Datuak Malelo pun terbatu-batuk seraya mengeluarkan cairan darah dari mulutnya.
“Gimana Datuak, apakah kau masih bisa bersikap jumawa padaku!”
“Gadis kembang, kenapa kau membokong ku! apa salah ku padamu? tanya Datuak Malelo, sembari terbatuk-batuk.
“Rupanya kau sudah pikun datuak, usia tua telah membuatmu semakin dungu dan bodoh. Apakah kau masih ingat Datuak, waktu itu kau telah mempermalukan aku. kau hasut Sutan mudo biar tak menikah dengan ku, kenapa kau lakukan itu Datuak, kenapa?”
“Apa maksudmu, aku nggak mengerti gadis kembang.”
“Kau jangan pura-pura nggak mengerti Datuak. Aku benci laki-laki sepertimu.”
Bersambung...
*Selamat membaca*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 160 Episodes
Comments
Adronitis
semoga tetap sukses selalu
2023-03-14
0