“Kami sedang mencari suatu informasi, tetang penculikan di Desa ini, sekitar tujuh tahun yang lalu.”
“Informasi penculikan bayi?”
“Iya, apakah Desa ini pernah terjadi penculikan bayi, Bu?”
“Nggak, Desa kami nggak pernah terjadi penculikan bayi.”
“Ooo, begitu ya.”
“Lalu bagai mana dengan kedua orang tuaku Ayah?” tanya Seruni dengan suara bergetar.
“Sabar nak, kita akan terus mencarinya sampai ketemu.”
“Benarkah itu, Ayah?”
“Iya, benar anak ku.”
“Terimakasih Ayah,” ujar Seruni dengan tersenyum.
“Iya, sama-sama sayang, begitulah kalau ingin jadi anak yang baik, harus bisa menahan diri dengan sabar. Karena jika kita bekerja dengan terburu-buru, hasilnya pasti nggak baik. Sebab, sabar itu merupakan kunci kesuksesan seseorang.”
“Iya Ayah, aku sangat mengerti.”
“Baiklah, kalau begitu mari kita pulang, lain hari kita akan cari lagi. Mudah-mudahan kita mendapat petunjuk,” jawab Datuak Malelo dengan suara lembut.
“Iya Ayah.”
Kemudian mereka pun kembali pulang kerumah, karena masih banyak hari yang menanti, untuk satu tujuan yang mulia itu.
Lama sekali mereka mencari keberadaan orang tua Seruni, bahkan hampir seluruh penjuru dan pelosok Desa mereka tanyai, hasil nya masih tetap nihil.
Dengan gigih, mereka tetap semangat untuk terus mencari. Hingga akhirnya, mereka pun mendapat petunjuk, tetang sepasang suami istri yang terbunuh sekitar tujuh tahun yang lalu, oleh sekelompok makhluk yang menamakan dirinya siluman ratu Genit. Sedangkan bayi perempuan mereka culik.
“Begitulah ceritanya Tuan,” jelas Bu Sofi pada Datuak Malelo.
“Hm..! sendainya saja, bayi itu masih hidup hingga saat ini, apakah dia seusia putriku ini, Bu?” tanya Datuak Malelo.
“Ya, saya rasa anak itu sebaya dengan putri Tuan ini. Usianya, sekitar tujuh atau delapan tahun.”
“Benarkah begitu?” tanya Datuak Malelo kurang yakin.
“Ya, begitulah Tuan.”
“Kalau boleh aku tahu, kenapa ya, keluarga itu dibunuh oleh sekawanan siluman tersebut?”
“Kata warga, suami perempuan itu adalah pemuja ratu Genit. Pria itu selalu saja mencari tumbal seorang bayi di Desa ini dan Desa lainnya. Suatu hari dia kesulitan untuk mendapatkan bayi untuk dijadikan tumbal.”
“Apa itu penyebabnya, ratu Genit marah?”
“Iya Tuan, ratu Genit marah, dan memerintahkan para bawahannya, untuk membunuh suami perempuan itu. Karena suaminya dalam bahaya, istrinya ikut membantu, saat itulah prajurit ratu genit tahu kalau dirumah itu ada bayi, dan mereka pun membawanya kabur, entah kemana.”
"Hm...!" Datuak Malelo pun manggut-manggut.
“Maaf, apa ya maksud Tuan, menanyakan masalah ini pada saya?”
“Ah, nggak ada apa-apa, Bu. Hanya sekedar memastikannya saja.”
“Memastikan apa maksud Tuan?”
“Memastikan apa yang dikatakan warga yang lainnya, apakah benar di Desa ini telah terjadi penculikan seorang bayi.”
“Iya, itu benar Tuan, saya menyaksikannya sendiri, begitu juga dengan beberapa orang warga lainnya. Tapi saat itu, kami semua tak ada yang bisa membantu, kami semua hanya menyaksikannya saja dari tempat ini, dan tak dapat berbuat apa-apa.”
“Hm…! baiklah, kalau begitu kami permisi dulu ya, Bu. Terimakasih atas informasi yang Ibu berikan.”
“Ya, sama-sama Tuan.”
Setelah mendapat Imformasi dari perempuan Tua tersebut, Datuak Malelo beserta kedua putrinya langsung meninggalkan Desa itu, mereka kembali pulang kerumah. Namun di perjalanan menuju rumah mereka, Seruni menemukan sesuatu.
“Ayah lihat!” seru Seruni seraya berhenti.
“Ada apa sayang?”
“Aku menemukan sesuatu,” ujar Seruni seraya memungut benda yang ditemukannya.
“Apa itu sayang?” tanya Datuak Malelo penasaran.
“Lihat ini Ayah!” ujar Seruni seraya menyerahkan sesuatu pada Ayahnya.
“Tusuk konde! Sepertinya benda ini sangat mahal.”
“Kok, Ayah tahu benda ini sangat mahal?”
“Terlihat dari benda yang berada di sekelilingnya, terbuat dari berlian yang sangat indah.”
“Benarkah?”
"Iya sayang."
"Aneh di hutan seperti ini, kenapa ada tusuk konde yang sebagus ini ya, tidak salah lagi.”
“Tidak salah, apa maksud Ayah?” tanya Tiara ingin tahu.
“Kisah di temukannya Seruni, sepertinya sama dengan cerita Ibu tadi. Artinya tidak salah lagi, pasti Seruni lah anak yang telah di curi itu.”
“Itu maksudnya, kedua orang tua ku telah meninggal Ayah?”
“Belum pasti.”
“Belum pasti apa maksud Ayah?”
“Mungkin saja mereka masih hidup, tapi dibawa oleh sekawanan siluman tersebut.”
“Bukankah Nenek tadi bilang, kalau kedua orang tuaku sudah mereka bunuh. Lalu kenapa Ayah yakin, kalau keduanya masih hidup?”
“Seruni, biasanya orang yang memuja iblis itu, matinya tidak semudah itu sayang. Siluman tersebut, pasti membawa kedua orang tuamu, untuk di jadikan budaknya.”
“Berarti kedua orang tua ku, juga mengalami hal yang sama, Yah?”
“Bisa benar dan bisa pula salah.”
“Lalu bagai mana dengan kedua orang tua ku itu, Ayah?” tanya Seruni tak tenang.
“Baiklah. Kalau begitu, mari kita datangi Ibu tua itu lagi, siapa tau dia mempunyai informasi yang lebih akurat dari yang sebelumnya.”
“Baik Ayah,” jawab kedua putri Datuk Malelo serentak.
Setelah sepakat, lalu mereka kembali kedesa tersebut. Di antara pepohonan yang rindang dan menjulang tinggi ke angkasa, tampak ketiganya melesat bagai kan kecepatan angin yang berhembus.
Mereka bertiga, kembali menuju Desa. Untuk menemui perempuan tua, yang di mintai informasinya, tentang keluarga Seruni yang di culik tujuh tahun yang lalu.
Datuk Malelo sengaja melakukan semua itu, agar informasi yang di dapatnya jelas dan tak rancu.
“Maaf Bu, kami datang lagi,” ujar Datuak Malelo dengan suara lembut.
“Oh, kenapa tuan datang lagi?” tanya perempuan tua itu.
“Saya hanya ingin tahu, di mana kedua pasang suami istri itu di kuburkan, oleh warga Desa, Bu.”
“Malam itu, saat kami datangi rumahnya, kedua mayatnya sudah nggak ada lagi di dalam rumah itu.”
“Apakah warga nggak ada yang curiga saat itu?”
“Curiga sih ada, tapi kami semua nggak bisa berbuat apa-apa, karena kami merasa takut, kalau kami terlalu banyak ikut campur, eh malah keluarga kami sendiri yang mereka culik untuk di jadikan tumbal.”
“Apakah warga Desa nggak ada yang mencari keberadaan kedua orang itu Bu?”
“Ada, kami semua telah berusaha mencarinya, tapi mereka berdua itu tiba-tiba saja menghilang entah kemana.”
“Berkemungkinan besar mereka itu masih hidup, dan saat ini sedang di sekap di suatu tempat,” ujar Datuk Malelo pelan.
“Ya begitulah, kata seorang ustad dari Desa seberang, tuan.”
“Hm..! kalau begitu terimakasih informasinya Bu.”
“Sama-sama tuan.”
Datuk Malelo kemudian melanjutkan perjalanannya. Di tengah hutan di tempat dimana Seruni di temukan, Datuk Malelo dan putrinya menyempatkan diri mampir untuk mencari bukti-bukti lain yang bisa di jadikan petunjuk.
“Ayah, lihat ini! aku menemukan secarik kain yang berwarna pink!” seru Tiara.
“Aku juga Ayah, aku menemukan ujung pedang yang patah!”
“Berarti di sini telah terjadi pertempuran, dan kain ini seperti sebuah cadar.”
“Boleh aku pakai Ayah, siapa tau cocok untuk ku.”
Mendengar permintaan Seruni, Tiara langsung memberikan secarik kain yang dipegangnya kepada Seruni.
Bersambung...
*Selamat membaca*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 160 Episodes
Comments
Putra_Andalas
Masa' stelah bertahun² gk hancur kena ujan panas itu kain cadar gk hancur..??!
2023-08-12
0
Adronitis
semangat thor
2023-07-27
0
Dwi sonya
semoga berhasil ya Datuak
2023-07-13
0