Mesti terdengar jelas di telinganya, namun Seruni diam saja, di tak menjawab ucapan Ayahnya sama sekali. Tak berapa lama kemudian kepalanya pun di anggukkan, pertanda dia masih bisa bertahan hingga di hari kesepuluh.
Melihat anggukan dari kepala putrinya itu, Datuak Malelo hanya diam saja, dia tak bisa berbuat apa-apa. Mesti hatinya begitu cemas, melihat kondisi putrinya yang semakin memburuk.
Tepat di hari kesepuluh, sekitar pukul dua belas siang, Seruni benar-benar tak bisa bertahan, tubuhnya yang membiru dan bengkak, tak kuasa untuk di tahankannya lagi, seraya terkulai pingsan Seruni langsung menyemburkan darah segar dari mulutnya.
“Seruni..! bangun nak, buka matamu. Huhuhu…! bangun sayang, Ayah nggak mau kehilangan mu nak. Bukankah sudah Ayah bilang, kalau ilmu itu jangan di pelajari, tapi kau bersikeras untuk mempelajarinya, huk..huhuk..!”
Datuak Malelopun menangis histeris seraya memangku putri angkatnya itu. Bukan hanya Datuak Malelo yang menangis, Tiara juga meratapi Seruni yang tampak diam tak bergerak.”
“Ayah, sepertinya dek Seruni telah tiada, Yah!”
Mendengar ucapan Tiara, Datuak Malelo semakin tak bisa menahan tangisnya, dia meratap seraya memeluk tubuh Seruni dengan erat sekali.
Tak berapa lama kemudian, di saat kesedihan sedang mereka rasakan, tiba-tiba saja Seruni terbatuk-batuk di pangkuan Ayahnya.”
“Aku masih hidup, Ayah,” jawab Seruni tersenyum lebar.
“Hah..! kau masih hidup nak! oh terimakasih ya Allah!” ucap Datuak Malelo seraya memeluk dan mencium wajah putrinya dengan rasa senang.
“Sayang, kau membuat kami sedih, tau nggak!” ujar Tiara seraya mencium tangan adiknya dengan lembut.
Setelah Seruni sadar, lalu Datuak Malelo mengangkat tubuh Seruni, dan membaringkannya di rumah.
“Bantu Ayah, sayang!”
“Baik Ayah,” jawab Tiara seraya membantu mengangkat tubuh Seruni yang lemah tak bertenaga.
Dengan tergesa-gesa Tiara membantu Ayahnya dalam mengurus Seruni yang kembali tak sadarkan diri. Berbagai macam cara di lakukan Datuak Malelo agar Seruni bisa sadar kembali, namun hal itu hanya sia-sia belaka.
Tiga hari sudah berlalu, Seruni belum juga sadarkan diri, Datuak Malelo semakin cemas dan panik. Sehingga hal itu memicu rasa cemburu sosial di hati Tiara.
“Segitu cemasnya, Ayah pada Seruni,” ujar Tiara dengan nada ketus.
“Apa maksud dari ucapan mu itu nak?”
tanya Datuak Malelo tak mengerti.
“Nggak ada apa-apa, aku hanya sekedar bertanya saja pada Ayah,” sungut Tiara pelan.
“Adik mu sudah tiga hari nggak sadarkan diri, kau masih saja bersikap seperti itu, apa yang ada di pikiranmu nak?”
“Dia bukan adik ku! dia juga bukan anak kandung Ayah, lalu kenapa Ayah begitu merisaukannya!”
“Tutup mulutmu Tiara, sekali lagi kau bicara, akan Ayah patahkan seluruh gigi mu itu!” bentak Datuak Malelo dengan marah.
“Ayah pilih kasih!” jawab Tiara, seraya berlari menuju kamarnya.
Di dalam kamar Tiara menumpahkan semua kekesalan hatinya pada bantal guling yang selalu setia. Tiara merasa kalau dia telah di anak tirikan oleh Ayah kandungnya sendiri. Dia merasa selama ini Ayahnya telah bersikap tidak adil kepadanya.
Bukan hanya itu saja, sikap berlebihan yang di berikan Datuak Malelo kepada Seruni, membuatnya merasa di asingkan di rumah itu. sebab sikap Datuak Malelo itulah yang membuatnya sedih.
“Tiara keluarlah, Ayah mau bicara dengan mu!” panggil Datuak Malelo pada putrinya tersebut.
“Nggak ada yang perlu di bicarakan lagi Ayah, semuanya sudah jelas. Bukankah selama ini Ayah lebih menyayangi Seruni ketimbang Aku, putri kandung Ayah sendiri.”
“Kau salah nak! apa kau punya bukti, kalau selama ini, Ayah telah bersikap tidak adil pada kalian berdua. Nggak ada bukan?”
“Ada!” bantah Tiara dengan kesal.
“Ada, apa itu?”
“Ayah selalu menurunkan ilmu kesaktian Ayah pada Seruni ketimbang Aku, Ayah juga selalu bersikap acuh pada ku selama ini,” jawab Tiara dengan suara lirih.
“Nggak sayang, itu semua nggak benar. kalian berdua adalah putri yang Ayah sayangi, mana bisa Ayah membedakan antara kau dengan Seruni nak. Ayah berusaha untuk bertahan hidup, semua itu demi kau dan adik mu.”
“Ayah bohong!”
“Ayah nggak bohong nak, Jika saja Ayah nggak memikirkan nasib kalian berdua, untuk apa Ayah bersembunyi dari keramaian dan tinggal di dalam hutan begini, itu semua karena Ayah takut kalau suatu ketika, mereka akan mengganggu kalian berdua.”
“Aku nggak percaya, dengan ucapan Ayah!”
“Cobalah belajar, bagai mana menghargai perasaan orang lain nak, nanti kau pasti tahu, bagai mana perasaan Ayah pada dirimu dan Seruni. Ayo, sekarang keluarlah, bantu Ayah mengobati adik mu, apa kau nggak kasihan padanya, hingga saat ini dia belum juga siuman.”
Lama Tiara terdiam di kamarnya, namun dengan sabar, Datuak Malelo menunggu putrinya itu untuk keluar dari kamarnya.
Tak begitu lama kemudian, Tiara pun muncul dan dia pun berlari memeluk tubuh Ayahnya yang sudah tua renta.
“Baiklah Ayah, akan ku bantu mengobati Seruni.
Melihat putrinya sudah tak merajuk lagi, Datuak Malelo menjadi lega hatinya. Mereka pun kemudian mengobati Seruni bersama-sama, hingga Seruni pun sadar dari pingsannya.
“Ayah..! kakak..!” ucap Seruni pelan.
“Kau sudah sadar dek?” tanya Tiara seraya memeluk tubuh adiknya dengan lembut.
“Sudah kak, kalian kah yang telah mengobati aku?”
“Iya, tenanglah sayang, sebentar lagi kau pasti sembuh.”
“Iya, terimakasih kak.”
“Bagai mana dengan dada mu nak, apakah masih terasa sakit?” tanya Datuak Malelo sedikit khawatir.
“Sudah mendingan Ayah.”
“Kau sudah tiga hari nggak sadarkan diri Dek, kami berdua sangat menkhuatirkanmu, terutama sekali Ayah!” ujar Tiara seraya menatap tajam kearah Ayahnya.
“Jangan memandang Ayah seperti itu Tiara. Walau bagai manapun, Ayah telah bersusah payah merawat dan membesarkan kalian berdua. Dengan segenap jiwa dan raga Ayah. kau nggak boleh menaruh dendam pada Ayah mesti sedikitpun.”
“Siapa juga yang dendam pada Ayah, aku cuma bilang kalau Ayah sangat mencemaskan Seruni. Hanya itu saja kok, apa itu dendam namanya.”
Melihat sikap putrinya yang seperti itu, Datuak Maleo hanya bisa menarik nafas panjang. Serta menatap wajah Tiara dengan rasa pilu.
Mendengar jawaban Tiara, yang selalu ketus kepada Ayahnya. Seruni merasa sedikit heran. Rasa ingin tahunya mendorong gadis itu, untuk bertanya langsung pada sang Ayah, yang tampak sedih dan murung.
“Ada apa Ayah, kenapa kakak marah pada Ayah?" tanya Seruni ingin tahu.
“Ooo, nggak ada apa-apa nak, sekarang beristirahatlah, Ayah mau keluar sebentar.”
“Iya, Ayah,” kata Seruni dengan beban pertanyaan, yang terasa menggunung di kepalanya.
Di lain tempat, di Desa Jambu, Ratu genit dan komplotannya telah mencari mangsa di sana. hampir di setiap Desa, di datangi oleh ratu siluman ini. Tujuannya kali ini, hanya mencari bayi-bayi mungil, yang baru saja di lahirkan oleh Ibunya, ke atas bumi ini.
Bersambung...
*Selamat membaca*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 160 Episodes
Comments
Iril Nasri
aduh mulai deh
2023-04-04
0
Adronitis
jangan sampai bertengkar ya
2023-03-14
0