Girl Who Are You?
...Untuk yang sudah mampir di sini Othor ucapkan Terima kasih ya ☺, tapi Othor juga mau mengingatkan bahwa di larang "PROMOSI" di novel ini. Kalian bisa promosi di novel Othor yang sudah tamat, sekian dan Terima kasih ☺...
...----------------...
Seorang gadis berseragam SMA terlihat berjalan kaki menuju ke sekolahnya. Ia salah satu pelajar yang beruntung mendapatkan beasiswa untuk masuk dalam sekolah bergengsi.
Delia Safitri, gadis berumur 18 tahun. Ia menginjak kelas 12, jurusan IPA.
Tak ada yang istimewa darinya, namun gadis itu terlihat menyejukkan mata bila memandangnya.
Dari cara ia bisa masuk dalam sekolah tersebut, bisa di pastikan jika ia berasal dari keluarga yang tidak mampu.
Bagaikan sebuah mimpi ketika dulu pertama kali tau jika dirinya masuk sekolah tersebut, tentu ia tidak akan menyia-nyiakannya.
Apalagi sekolah itu memang sudah tersohor di kotanya.
*
*
"Kenapa nggak nunggu aku?" Adi yang baru sampai di kelas dan mendapati Delia duduk di bangkunya.
Dia adalah teman Delia sejak kecil, namun berbeda dengan Delia. Adi termasuk anak orang kaya, tidak seperti dirinya.
"Kamu nya kesiangan." Delia melirik sekilas ke arah Adi sebelum matanya fokus kembali pada buku yang ada pada tangannya.
"Cuma sedikit."
"Setiap hari, kamu telatnya juga sedikit."
Namun Adi hanya tertawa mendengar itu, dan Delia yang berdecak.
Adi memang menyuruh Delia untuk menunggunya ketika akan berangkat sekolah, agar mereka bisa berangkat bersama. Tetapi Adi selalu telat datang, dan membuat Delia lebih memilih untuk berjalan kaki.
Ia tidak mau sampai telat karena akan mempengaruhi salah satu nilai kedisiplinan nya, dan berdampak pada beasiswa yang ia dapatkan.
"Oke, oke... lain kali nggak akan telat." kata Adi.
"Nggak percaya!" Delia tanpa melihat ke arah sahabatnya. "Orang setiap hari kamu nya juga ngomong kayak gitu."
Lagi-lagi membuat Adi tertawa.
*
*
"Delia! Ayo kita beli bakso!" Adi yang selesai merapikan peralatan sekolahnya begitu jam pelajaran usai.
"Nggak."
"Kenapa?"
"Nggak ada alasan!"
Adi mendengus, selalu saja sahabatnya itu menolak ajakannya. Sebenarnya ia juga tidak lapar, hanya saja ia ingin melihat sahabatnya itu makan.
Karena ia tau jika Delia saat istirahat hanya memakan sepotong roti dan sebotol air mineral yang di bawa dari rumah.
"Aku yang traktir!" Adi terus saja membujuk.
Delia menghembuskan nafasnya pelan. "Aku nggak lapar, Di."
Dan Delia juga tau, jika sahabatnya itu kasihan terhadapnya. Kasihan melihat nasib nya yang tak sebaik teman-teman lainnya.
Delia bukannya tidak mampu membeli makanan, tetapi ia memilih untuk menabung demi masa depannya nanti. Meskipun ia bisa masuk kuliah dengan beasiswa, tapi ia juga memerlukan untuk biaya penunjang lainnya.
Apalagi tidak ada yang bisa membantunya.
"Udahlah, aku balik duluan." Kemudian ia meninggalkan Adi yang hanya bisa menghembuskan nafasnya kasar.
*
*
Sebelum sampai di tempat kerjanya, seperti biasa Delia mampir ke toilet yang ada di pom bensin untuk sekedar mengganti baju dan membasuh wajahnya agar terlihat lebih segar.
Butuh waktu 10 menit untuk Delia sampai di tempat kerjanya dengan berjalan kaki, hingga ia sampai di depan sebuah bangunan bengkel mobil.
Delia menjadi satu-satunya montir wanita dan termuda yang bekerja di sana. Tapi keahliannya tidak bisa di ragukan, ia sudah seperti montir profesional.
"Udah pulang sekolah?" Ujang, salah satu montir di sana.
"Sudah, Kang." sahut Delia. Ia segera ke dalam untuk menaruh tasnya sebelum ia memulai pekerjaannya.
"Alhamdulillah, bengkel hari ini rame." Ujang memberitahu begitu melihat Delia kembali dan akan memulai pekerjaannya.
"Alhamdulillah." Delia juga mengamini. Ia memulai mengerjakan mobil yang berada di sebelah Ujang.
Bengkel siang menjelang sore itu memang terlihat ramai, terbukti dari jejeran mobil yang di tinggalkan oleh pemiliknya untuk di perbaiki.
Terkadang, mobil-mobil itu hanya butuh pengecekan rutin setiap bulannya.
Di bengkel, memang hanya Ujang yang terlihat akrab dengan Delia. Karena sebenarnya Delia gadis yang tidak banyak bicara, terkecuali jika seseorang itu benar-benar dekat dengannya.
"Kamu kenapa nggak bareng aja sama Adi, dari pada jalan kaki. Capek!" tanya Ujang sembari memperbaiki mobil.
"Nggak lah Kang, nggak enak sama Bapak." sahut Delia tetapi matanya tetap fokus pada mesin mobil yang ia otak atik.
Bapak yang di maksud Delia adalah sang pemilik bengkel, yang tak lain adalah ayah dari Adi sahabatnya. Ia sudah di berikan pekerjaan saja rasanya sudah lebih dari cukup, karena itu ia tidak mau menimbulkan berita-berita yang nantinya akan mengecewakan.
"Bapak orangnya baik." Ujang mengingatkan.
"Tau, tapi tetap saja Kang."
"Siapa tau kamu jodoh sama Adi."
Delia terkekeh mendengarnya.
"Lah... malah ketawa."
"Masih kecil Kang, jangan ngomongin jodoh."
"Jodoh tidak ada yang tau kapan datang nya," sahut Ujang.
Delia tersenyum samar. "Lalu kenapa Kang Ujang sendiri belum menikah?" Ia membalikkan pertanyaan untuk pemuda berusia 24 tahun itu.
Ujang yang tadinya tertawa kini langsung terdiam. "Belum ada jodohnya." jawabnya lirih.
Diam-diam Delia tertawa tanpa sepengetahuan Ujang, tentu saja agar tidak melukai hati pemuda itu.
*
*
Sembari melangkah berjalan pulang, sesekali Delia meregangkan punggungnya yang terasa kaku. Hari ini, di bengkel benar-benar ramai hingga malam. Terbukti ia yang pulang lebih dari jam biasanya.
Sayangnya ia tidak bisa langsung menikmati gaji dari pekerjaannya, karena ia akan menerima upah setiap di akhir bulan.
Dan untuk itu ia harus pintar-pintar mengatur keuangan.
Jalanan ibu kota malam ini ternyata masih ramai, meskipun jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam.
Tangannya, meraih botol minum yang berada di tasnya. Tadi sebelum pulang ia mengisinya dengan air isi ulang, menjadi teman berjalannya hingga rumah.
"Ah..." Delia menghabiskan setengah isi di botol minumnya. "Air putih pun akan terasa enak jika meminumnya di saat benar-benar haus." gumamnya.
Di saat seperti inilah ia terkadang ingat dengan sosok mendiang Ayah dan Ibunya. Sosok yang begitu menyayanginya, namun harus pergi terlebih dahulu karena Tuhan lebih menyayangi mereka.
Terkadang Delia juga berpikir, kenapa ia tidak ikut dengan kedua orang tuanya saja. Dari pada ia harus merasakan pahitnya kehidupan, berjuang mencari uang untuk menyambung hidup.
Hingga ia merasa, apa Tuhan tidak menyayanginya? Hingga hanya kedua orang tuanya saja yang Tuhan ambil.
Tanpa terasa buliran bening mengalir begitu saja dari matanya.
"Astaga... kenapa selalu seperti ini!" Delia tersenyum getir dan cepat-cepat mengusap air matanya.
*
*
Ketika sudah di depan pintu rumahnya terdengar suara keributan dalam rumah, Delia menghembuskan nafasnya kasar.
Kejadian seperti ini menjadi hal lumrah di hidupnya, suara pertengkaran yang hampir setiap hari di dengarnya.
Namun apa daya, rumah inilah yang menjadi tempat tinggalnya sekarang.
Delia segera membuka pintu yang tak terkunci, dan kedua orang yang berada di dalam rumah itu segera menatapnya. Seorang pemuda berusia 22 tahun dan seorang wanita paru Bayah.
...----------------...
...Alhamdulillah, bisa kembali lagi nulis di sini. Dan kali ini dengan kisah Ariel ya, jangan lupa untuk dukungannya ya 🙏☺...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
💗vanilla💗🎶
mampir ni thor 😁
2023-11-05
0
ririn
mampir thor
2023-05-03
0
Tri Dikman
Mulai baca,,recomend dari mak othor fitri
2023-03-06
1