Ketika Delia berjalan ke arah bengkel, dengan knalpot motor yang memekakkan telinga tiba-tiba Dandi bersama temannya berhenti di depannya.
"Bagi duit!" Begitu Dandi turun dari motor. "Aku ada perlu."
"Aku nggak ada uang Kak."
Kemudian Dandi melihat apa yang di bawa Delia dalam kantong kresek, segera saja ia mengambilnya.
"Kak!" Delia yang kesal melihat kelakuan kakak tirinya itu.
"Ini apa! Kamu bisa beli buku baru tapi nggak punya uang!" Dandi membentak nya dan melempar buku itu ke arah Delia. Kemudian ia beralih merampas tas sekolah yang di kenakan adiknya.
Ia menggeledah tas Delia, dan menemukan Dompet. "Cuma tuju belas ribu?" Setelah mengetahui isi dompet itu.
"Aku kan udah bilang nggak punya uang, itu juga buat uang jajan aku di sekolah besok." Delia ingin mengambil uang yang ada pada tangan Dandi. Namun pria itu tidak mau memberikannya, dan hanya melempar dompetnya saja.
"Cuma uang segini aja mau di ambil lagi." Dandi memasukkan uangnya kedalam saku celana.
"Meskipun itu uang nggak seberapa, setidaknya itu uang hasil kerja aku. Bukannya cuma tau minta aja." Delia berujar, rasanya ia marah melihat Dandi yang meremehkan nominal uang yang di ambilnya.
Dandi yang awalnya ingin pergi kini berhenti dan berbalik ke arah Delia, ia tersinggung mendengar perkataannya adiknya barusan. "Kamu ngatain aku?"
"Kenyataannya memang begitu, meskipun hanya jumlah sedikit tapi Kakak bisa nya minta uang."
Tangan Dandi mengepal. "Kamu berani sama aku, ha... !"
Tangannya terangkat, ia akan memberi hukuman mulut adiknya yang berani menghinanya.
Tapi sayangnya Delia bisa mencekal tangan kekar itu dengan mudah. Pandangan Delia yang tadinya masih bisa lembut kini menatap tajam Kakaknya. "Jangan pikir aku nggak berani lawan Kakak!"
Meskipun Delia tidak pernah memukul Dandi, tapi setidaknya ia tidak akan membiarkan Dandi bisa bertindak seenaknya terhadapnya.
Sedangkan untuk teman Dandi, tentu saja ia tidak mau ikut campur. Rata-rata mereka sudah pernah merasakan bagaimana terkena pukulan Delia.
"Awas kau ya!" Dandi menghempaskan tangan Delia kemudian pergi dari sana.
Setelah kepergian Kakak nya Delia dapat bernafas dengan lega. "Untung aja udah setor tunai."
Delia bahkan harus menyembunyikan kartu ATM nya agar tidak ketahuan oleh Kakak dan Ibunya.
*
*
Wajah Ariel masih tampak kesal, padahal rapat yang baru selesai tadi berjalan dengan lancar. Hingga menghasilkan kerja sama yang lumayan menguntungkan bagi perusahaannya.
Ia menatap tajam ke arah asisten pribadinya.
"Ada apa Pak?" Arga merasa aneh dengan tatapan bosnya.
"Kenapa tadi tidak kamu saja yang menemui mereka!" Rupanya Ariel masih kesal karena ketika di mall akan mengejar keberadaan Delia, Arga justru menelponnya memberitahu untuk cepat segera kembali ke kantor karena akan ada rapat. Hingga mau tidak mau ia harus kembali. "Atau kamu tunda saja waktunya."
"Tidak bisa Pak, pertemuan harus di lakukan oleh Pak Ariel secara langsung. Dan untuk menunda, kita sudah menunda dua kali Pak." Arga menjelaskan.
Ariel mendengus mendengarnya.
"Apa Bapak perlu sesuatu?"
"Tidak, pergilah."
"Kalau begitu saya pamit, Pak." Dan Arga keluar dari ruangan Ariel.
Ariel menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. Pikirannya masih terbayang sosok Delia yang tadi tidak sengaja bertemu.
"Apa benar itu dia?" Ia menggumam. Rasanya ia masih percaya dan tidak percaya. Tapi melihat tusuk rambut yang Delia pakai itu sama persis dengan gadis yang waktu itu menolongnya. "Tapi gadis yang waktu itu pakai kacamata, sedangkan tadi tidak."
Lalu matanya membulat ketika menyadari dengan seragam SMA yang di pakai oleh Delia. "Astaga... ! Jika itu benar, berarti yang menolongku waktu itu adalah...!"
Ariel mengusap wajahnya kasar.
"Sudah dia perempuan dan masih sekolah juga, astaga...!" Ariel merasakan harga dirinya yang hancur. "Semoga saja hanya aku yang ingat dengannya, dan dia lupa padaku."
*
*
"Mau di anterin nggak?" Ujang menawari Delia.
Bengkel sudah tutup beberapa saat lalu, dan hanya tersisa Delia dan Ujang karena hari ini jadwal untuk mereka membereskan perkakas setelah seharian di gunakan para montir bekerja.
"Nggak Kang, terima kasih."
"Kamu kalau di tawari selalu tidak mau." protes pria itu.
Delia tersenyum. "Bukannya nolak rezeki Kang, tapi emang rumah Delia deket. Lagian, rumah Kang Ujang lawan arah."
Ujang memutar bola matanya. "Ya sudah kalau begitu, aku pulang duluan ya."
"Iya Kang, hati-hati." Delia melihat Ujang yang sudah mengendarai motor matic nya.
Kakinya berjalan menyusuri jalan malam, langkah demi langkah ia lakukan setiap hari. Ia membiarkan wajah cantiknya di terpa oleh dinginnya angin malam.
Kehidupan yang awalnya begitu sulit ia lakukan kini mulai terbiasa. Banting tulang demi menghidupi Ibu, Kakak dan juga dirinya.
"Ha... kapan ini akan berakhir?" Terkadang ia juga merasa jika hidup ini benar-benar sulit untuknya.
Hingga tidak terasa ia sudah sampai di rumah, tempat beristirahat nya untuk melepas lelah.
Lagi dan lagi, Delia mendengar pertengkaran Ibu dan Dandi. Ia bisa menebak jika itu di karenakan gara-gara uang.
"Delia!" Eva memanggil begitu melihat putrinya memasuki rumah.
Delia mulai menyiapkan kesabaran tingkat tinggi, karena ini bukan hal mudah.
"Kenapa Kakak kamu tadi tidak kamu kasih uang?" Terlihat wajah Eva yang kesal.
"Kak Dandi ngadu?" Delia melirik ke arah Dandi yang tersenyum miring. Sepertinya Dandi sedang di atas awan kali ini.
"Nggak usah balik bertanya!" sentak Eva.
"Kak Dandi udah ambil uang Delia."
"Cuma buat beli es doang itu cukupnya." Dandi menyela.
"Kenapa sih nggak kamu kasih aja! Lihat... Kakak kamu jadi minta sama Ibu." Eva yang sebenarnya juga kesal terhadap Dandi karena sedari tadi merengek kepadanya. "Kamu kan kerja, masa tidak punya uang!" ia menatap curiga.
Delia memejamkan matanya, tubuhnya yang lelah usai bekerja belum ia istirahatkan. Dan sekarang rasanya batinnya juga harus ikut merasakan lelah. "Bu, Delia kerja juga untuk makan kita bertiga. Uang hasil kerja aku juga sudah ku kasih sama Ibu, dan sisanya untuk aku sekolah."
Delia mulai jengah dengan situasi ini yang sering terulang, dan akibatnya ia yang harus di salahkan.
"Kamu ungkit-ungkit?" Eva meninggikan suaranya.
"Bukannya aku ungkit-ungkit, tapi yang seharusnya kerja menafkahi kita itu Kak Dandi bukannya aku!" Mata Delia mulai memanas. "Tapi lihatlah, justru aku yang banting tulang. Sedangkan Kak Dandi cuma jadi pengangguran, Padahal di luar sana seumuran aku masih menikmati masa sekolah tanpa harus di bebani menjadi tulang punggung."
Plak.
Satu tamparan Eva mendarat di pipi Delia. "Sudah puas kamu bicaranya? Kamu kerja itu sudah menjadi kewajiban karena menggantikan ayah kamu." Eva menggeram. "Dulu seandainya, aku tidak menikah dengan ayah kamu mungkin hidupku dan Dandi jauh lebih baik dari ini."
Tangan Delia mengepal erat, ingin sekali rasanya ia melampiaskan amarahnya. Apalagi Eva sudah menyebut ayahnya.
"Iya, dasar anak tidak tau di untung." Dandi menimpali apa yang di ucapkan ibunya. Ia lalu pergi dari sana, sebelum ia juga mendapat amukan dari ibunya.
...----------------...
...Untuk yang bertanya, kenapa sih peran utama cowoknya suka celap celup?...
...Yah... karena aku ke pikirannya emang tiba-tiba begitu 🤭...
...Terus, kan kasian Delia?...
...Itu aku lihat dari dunia nyata, terkadang seseorang yang buruk bisa berubah jika mendapatkan orang yang tepat....
...Kan di dunia ada orang baik juga ada orang yang buruk, dan jodoh pun tidak ada yang tau akan di pasangkan dengan orang yang seperti apa....
...Udah segitu aja ya jawaban dari aku ☺...
...Dan jangan lupa dukungannya 🥰...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
💗vanilla💗🎶
dasar emak sm anak gak tau diri jd parasit aja
2023-11-05
0
Rubahkecil
udah di nafkahihin isi ngk tau diri lagi
2023-07-24
0
Puspita Dewi
thor.. kasihan Della
buat aja dia pergi dari rumah
itu lebih baik... kan udah hidup mandiri juga
2023-03-17
2