"Apa kamu benar mau ambil yang ini?" Ariel menemani Delia untuk melihat rumah kesekian kalinya.
Delia memutuskan mengontrak rumah kecil, daripada menerima apartemen dari Ariel.
Yang tentu saja, dari segi nominal ia tidak akan mampu untuk menyewanya. Padahal sebenarnya Ariel yang akan membayarnya.
Tapi bagi Delia berhutang budi, akan lebih sulit untuk membayarnya. Lagi pula ia tidak mau merepotkan orang lain.
"Sepertinya ini saja." Setelah Delia melihat semua ruangan yang ada di rumah itu.
Rumah tidak terlalu besar, dua kamar, ruang tamu, dapur dan kamar mandi.
"Apa tidak terlalu kecil?" tanya Ariel.
"Tidak."
"Baiklah kalau begitu." Ariel kemudian menemui pemilik rumah yang menunggu di teras rumah, sepasang suami istri.
"Loh, dimana orang yang punya rumah?" Delia keluar begitu ia menaruh barang bawaannya. Tapi tidak menemukan siapa siapa selain Ariel.
"Mereka sudah pulang."
"Tapi aku belum membayar uang sewanya."
"Sudah aku bayar untuk lima tahun ke depan."
"Apa!" Delia terkejut. Padahal ia berencana hanya menyewa untuk sekitar satu tahunan, dan ia akan pindah setelah ia masuk kuliah. Ia akan memilih tempat tinggal dekat kampus.
Ia hanya bisa menghembuskan nafasnya perlahan, kenapa Ariel tidak membicarakan dulu padanya. "Berapa tadi Om membayarnya? Nanti akan aku ganti."
"Tidak usah, lagi pula harga sewanya tidak terlalu mahal."
"Berapa?"
"Dua puluh juta pertahun."
"Itu sangat mahal Om, kenapa nggak nawar!" Padahal jika di lihat dari keadaan rumahnya masih bisa dengan harga sepuluh juta atau paling mahal lima belas juta.
"Sudahlah, sudah terlanjur juga kan." Ariel dengan cueknya. Memang jika bagi dirinya uang dengan nominal segitu tidak ada apa-apa nya.
"Tapi sayang uangnya." Jiwa realistis Delia muncul.
"Tidak apa-apa, nggak setiap hari juga."
"Kalau setiap hari itu namanya bod*h." gumam Delia.
"Apa!"
"Tidak apa-apa." Delia lalu masuk ke dalam rumah, sejenak ia menghembuskan nafasnya perlahan. Ia menatap rumah yang akan ia tempati, di mana ia sekarang akan benar-benar sendirian. Tanpa keluarga.
"Apa mau aku panggilkan orang untuk membersihkan rumah ini?" Ariel masuk ke dalam rumah dan mendapati Delia yang hanya berdiri di ruang tamu.
"Tidak usah, oM." Delia tersadar dari lamunannya. "Aku sendiri juga bisa, aku besok akan izin tidak masuk sekolah." Setelah itu Delia masuk ke dalam kamar yang akan ia tempati, sedikit membereskannya agar bisa ia tidur dengan nyaman.
"Aku mau pergi." Ariel berdiri di ambang pintu kamar.
"Oh, iya Om. Dan sekali lagi terima kasih."
"Ok."
Suara deru mobil terdengar, dan itu tandanya Ariel sudah pergi.
"Sudah beres." Delia melihat ranjang yang sudah rapi dan baju yang sudah tertata rapi di lemari.
Meskipun tidak ada kipas angin, tapi kamarnya mempunyai ventilasi udara yang cukup hingga tidak membuatnya pengap.
Delia memutuskan untuk membersihkan diri, rasanya tubuhnya terasa lengket. Apalagi kini sudah malam.
"Astaga!" Delia hampir saja masuk kedalam kamar mandi, namun ia lupa jika tidak mempunyai perlengkapannya. "Apa ada toko di dekat sini ya?"
Ia lalu memutuskan untuk keluar, tapi baru saja ia menutup pintu rumah. Terlihat mobil Ariel datang.
"Bukannya tadi Om sudah pulang?" tanya Delia saat Ariel turun.
Ariel terlihat membawa beberapa kantong kresek. "Aku tadi bukan pulang, tapi hanya pergi untuk membeli sesuatu, dan sekalian membeli makanan."
Ariel menaruh semua kantong belanjaannya di ruang tamu.
Lalu mereka duduk beralaskan karpet.
"Aku tidak tau apa yang di butuhkan untuk menempati rumah baru, jadi aku beli secara acak." ujar Ariel.
Dahi Delia berkerut, kemudian ia melihat isi belanjaan Ariel. Berbagai perlengkapan mandi yang ingin di belinya tadi, snack, roti, hingga tisu pun ada.
Tapi matannya membulat, ketika penglihatannya tertuju pada sebuah bungkusan berwarna hitam. Barang pribadi perempuan, yang biasanya di sebut pembalut. Bahkan tidak hanya ada satu, namun ada beberapa bungkus dengan merk berbeda.
"Om beli ini semua?" Tenggorokannya terasa tercekat, Tiba-tiba saja ia merasa canggung.
"Iya, apa ad ayang kurang?" Ariel bertanya, dan segera mendapatkan gelengan kepala dari Delia. "Ya sudah kalau begitu, ayo kita makan. Aku sudah lapar."
Ariel tidak memperdulikan wajah Delia yang memerah.
*
*
Pukul sembilan malam, Ariel baru sampai di rumah. Terlihat dari wajahnya nampaknya ia begitu bahagia.
"Sayang.... baru pulang?" Rima dan Bastian yang berada di ruang tengah. Rima mendapati putranya yang baru saja kembali. "Makan dulu."
Kaki Ariel berhenti. "Tadi Ariel sudah makan di luar, Mih." sahutnya. "Aku langsung tidur saja." Ia lalu melanjutkan langkahnya ke kamar.
Rima dan Bastian saling pandang karena merasa aneh dengan sikap putranya.
"Papi lihat nggak! Seperti ada yang aneh?" Rima bertanya pada suaminya.
"Mungkin Ariel sedang mendapatkan proyek baru, Mih."
"Masak sih? Tapi dia lebih mirip orang kesambet, Pih."
"Kamu itu Mih, anak sendiri di bilang kesambet." Bastian tidak habis pikir.
"Mungkin saja Pih, karena Ariel stres mikir sudah tua tapi tidak laku-laku."
"Ya ampun Mami, kamu kebanyakan melihat sinetron ikan terbang."
Rima mencebikkan bibirnya mendengar itu.
Di dalam kamar, Ariel rupanya sudah membersihkan kan diri. Kini ia merebahkan tubuhnya pada ranjangnya yang empuk, matanya menatap langit-langit kamar.
Hingga tanpa dia sadari bibirnya membentuk sebuah senyuman, tatkala pikirannya teringat akan sesuatu. "Kenapa dia manis sekali!"
Lamunannya kemudian buyar ketika ponselnya berbunyi.
Ariel kemudian melihatnya dan nama Joana tertera di layar ponselnya.
Ia mendengus.
"Ada apa?" Begitu sambungan telepon terhubung.
"Kenapa kamu sudah tidak pernah menghubungiku?" katanya manja.
Ariel memutar bola matanya malas, entahlah akhir-akhir ini ia lupa tentang keberadaan Joana. Padahal dulu ia sering bertemu hingga berakhir dengan di atas ranjang.
"Aku sibuk." jawab Ariel.
"Selalu itu yang kamu ucapkan."
"Baiklah kalau sudah tidak ada lagi yang ingin di bicarakan, aku mau tidur."
"Sayang--"
Ariel mengakhiri panggilan.
*
*
Eva tidak bisa diam, ia sedari tadi mondar mandir dengan gelisah. Pikiran buruk sudah memenuhi kepalanya, tentu saja itu semua berhubungan dengan Delia.
Ia tidak menyangka jika putri tirinya itu akan benar-benar pergi dari rumah, padahal selama ini ia berhasil mengancam dengan menjual rumah agar Delia tetap berada di rumah.
Tentu agar ada yang menanggung kebutuhannya juga Dandi, kini Delia sudah pergi lalu bagaimana dengan nasibnya nanti?"
"Ibu kenapa?" Dandi yang baru pulang malam itu.
"Dandi, Delia pergi dari rumah." ujar Eva dengan raut khawatirnya.
"Nanti dia akan kembali Bu."
Eva menggelengkan kepalanya. "Dia benar-benar pergi Dandi, tadi dia sudah membawa semua pakaiannya. Dan Ibu rasa kali ini dia serius, apalagi dia tadi bersama pria memakai jas. Sepertinya dia orang kaya, pasti dia yang membantu Delia."
"Ibu tidak mau tau, kamu harus mencari Delia dan bawa pulang. Jika tidak kita akan kelaparan." kata Eva.
...----------------...
...Ada yang senyum senyum sendiri. ...
...Ada juga yang kalang kabut karena di tinggal. ...
...Makannya, jadi orang itu harus bermanfaat, jangan hanya jadi benalu 🤭...
...Seperti biasa guys, jangan lupa dukungannya 🥰...
... ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
cha_cha96
ciihhh... parasit
2024-12-30
0
Probosari
nah itu kak yg suka bikin aq kesel.... 😅😅😅
2023-03-21
1
SakhaRafif
pasti ariel nggk bisa tidur terbayang² sama delia...
2023-03-21
1