"Mi, bagaimana kalau anak kita marah?" Pria baru baya yang hanya bisa menggelengkan kepala melihat kelakuan istrinya.
"Sudah pasti marah, Pih." Perempuan baya itu nampak tersenyum. Ia sendiri tau anaknya pasti marah dengan apa yang di lakukannya, tapi ia tetap melakukannya.
Mereka adalah Rima dan Bastian, orang tua Ariel. Mereka tiba di Jakarta tiga hari yang lalu tanpa sepengetahuan putranya.
Rima dan Bastian langsung saja pulang setelah mendengar kekacauan yang di buat putranya. Meskipun sedikit terlambat, tapi mereka akan memberi pelajaran pada putranya yang masih tidak mau berubah. Terutama Rima yang begitu geram, hingga rasanya ia ingin sekali menikahkan putranya itu dengan perempuan yang bisa mengendalikan Ariel.
Dan rencana pertamanya sudah ia laksanakan, yaitu dengan menjual apartemen putranya. Apartemen, yang ia hadiahkan pada ulang tahun Ariel ke tujuh belas.
*
*
Malam harinya, seorang security begitu saja menghampiri Ariel yang baru saja datang. "Malam Pak!"
Yang membuat Ariel membuka kaca mobilnya. "Iya!"
"Maaf Pak, mau memberitahukan kalau apartemen Bapak sudah terjual."
"Ha!" Ariel tidak mengerti. "Apartemen siapa? Dan siapa yang akan menjual apartemen?"
Security pun kemudian ikut bingung. "Tadi saya hanya di suruh memberi tahu kalau Bapak pulang bekerja, bahwa apartemen Bapak sudah terjual. Katanya Bapak sendiri yang ingin menjualnya, dan barang-barang Bapak juga sudah di pindahkan."
"Apa!"
Bagaimana Ariel tidak merasa bingung, tidak ada rencana tentang menjual apartemen. Dan sekarang tiba-tiba apartemennya sudah terjual.
Ariel terdiam.
Hingga ada nama seseorang yang paling memungkinkan yang bisa melakukan semua ini. Ia mengambil ponselnya untuk menghubungi Arga.
"Iya, Pak!" Begitu sambungan telepon terhubung.
"Apa Mami sama Papi pulang?"
Terdengar Arga yang menghela nafasnya pelan. "Iya, Pak." jawabnya kemudian.
"Dan kamu tidak memberitahuku?" Ariel meninggikan suaranya.
Bahkan security tadi yang menghampirinya ikut terkejut, hingga ia memutuskan untuk pergi dari sana.
"Maaf, Pak." Hanya itu yang bisa Arga berikan sebagai jawaban.
Ia sendiri merasa seperti menjadi simalakama, tapi akhirnya ia terpaksa menyanggupi permintaan Rima dan Sebastian agar tidak mengabarkan kepulangannya kepada Ariel.
Ia sendiri juga berharap kepulangan orang tua dari bosnya itu bisa merubah bosnya agar lebih baik.
Ariel mendengus.
Ariel kemudian mematikan sambungan teleponnya, dan langsung mengemudikan mobilnya ke arah rumah orang tuanya.
*
*
Gerbang tinggi terbuka begitu mobil mewah milik Ariel datang. Halaman yang cukup luas menjadi penyambut kepulangannya.
Hingga kemudian terlihat bangunan megah yang berdiri kokoh menjadi pemberhentiannya.
"Ah... anak kesayangan Mami pulang!" Di saat acara makan malam akan di mulai, Rima melihat kedatangan putranya.
Ia langsung memeluk putra kesayangannya. "Kamu tau jika kami pulang?" Begitu pelukan mereka terlepas. "Padahal kami ingin memberi kejutan tentang kepulangan ini."
"Ya, dan aku benar-benar terkejut." sahut Ariel.
Membuat Rima tertawa. "Benarkah!" Sedangkan suaminya hanya tersenyum, membiarkan istrinya memainkan dramanya.
"Ya sudah, nanti mengobrol nya di lanjut lagi. Ayo kita makan, tadi Mami sudah masak banyak sekali."
Ariel mencebik mendengar itu, tapi ia akhirnya juga ikut makan malam bersama mereka.
"Mi, kenapa Mami melakukan itu?" Ariel mulai menanyakan tentang apartemennya setelah makan malam selesai.
"Apa maksud kamu?" Rima pura-pura tidak mengerti.
Ariel menoleh ke arah Bastian. "Pih!"
"Papi tidak tau apa yang kamu bicarakan." Bastian membiarkan istrinya yang akan memberikan jawaban.
Ariel berdecak, ia menoleh kepada Rima. "Ariel tau, Mami sama Papi kan yang menjual apartemen Ariel."
"Loh, emangnya apartemen nya kamu jual?" Rima terkejut.
"Mi... " Rasanya ingin sekali Ariel berteriak saat ini juga. Ia lalu menghembuskan nafasnya pelan, ia tau ini tidak akan mudah. "Mih, kalau Mami butuh uang Mami tinggal bilang sama Ariel. Nggak perlu sampai jual apartemen."
Mata Rima membulat.
Plak.
Rima seketika memukul lengan putranya. "Kamu pikir Mami tidak punya uang!" ia bersungut-sungut. "Bahkan uang Mami lebih banyak dari pada kamu."
"Lalu kenapa Mami jual?" Ariel mulai merasa frustasi.
"Ya tidak kenapa-napa!" Rima mulai santai kembali dan menikmati teh hijau miliknya.
"Sudah jangan cemberut, kamu istirahat saja. Bau tau... pulang kerja belum mandi." Rima menutup hidungnya.
Ariel melotot. "Tidak ada di kamusnya Ariel ada bau badan ya Mi." Ia lalu pergi ke kamarnya di lantai dua.
Setelah kepergian putranya Rima dapat tertawa puas.
Di dalam kamar, Ariel mendengus. Rupanya barang-barang yang ada di apartemen memang sudah berpindah ke dalam kamarnya.
*
*
"Kenapa itu muka?" Adi yang baru datang melihat wajah sahabatnya tidak seperti biasanya. Matanya kemudian tidak sengaja menatap pipi kiri Delia sedikit membiru, bahkan terlihat samar seperti cap telapak tangan. "Siapa yang ngelakuin?"
Adi tiba-tiba merasa geram.
"Bukan siapa-siapa." jawab Delia tanpa melihat ke arah Adi. Matanya menatap ke arah jendela yang memperlihatkan langit begitu cerah pagi itu.
"De, aku tau kamu bisa menghadapi semua masalah sendirian. Tapi tidak ada salahnya jika kamu berbagi, kita udah sahabatan dari kecil."
"Aku nggak apa-apa Di... " Delia menatap ke arah Adi sekilas.
Bagaimana Adi tidak khawatir melihat sahabatnya seperti itu, sudah di tinggal kedua orang tuanya sekarang harus berjuang menghidupi Ibu dan saudara tirinya.
Dan Ia tau, jika Eva dan Dandi tidak begitu menyukai Delia. Mereka hanya memanfaatkan sahabatnya hanya untuk mau menghidupi mereka.
"De... kenapa kamu nggak keluar aja dari rumah? Aku bisa bantu cari tempat tinggal." Tawaran yang sudah beberapa kalinya Adi tawarkan. "Aku tau pasti ini perbuatan Ibu kamu kan!"
Delia masih terdiam.
Tapi dengan diamnya Delia, berarti apa yang di ucapkannya memang benar.
"Kamu pasti sudah tau Di, jawaban aku." Delia tidak bisa pergi dari rumah itu, karena itu adalah rumah di mana ia tumbuh besar bersama Ayah dan Ibunya. Banyak kenangan tersimpan di rumah itu.
Tapi, rumah itu sekarang sudah menjadi atas nama Eva sebagai pemiliknya. Eva membalik nama ke pemilikan ketika ayahnya sedang sakit.
Ia sendiri pernah akan keluar dari rumah, namun Eva mengancam akan menjual rumah itu. Yang akhirnya membuat Delia terpaksa tinggal di sana.
"Ha... " Adi membuang nafasnya kasar.
Sebenarnya ia kasihan melihat Delia, tapi ia tidak tahu apa yang harus di lakukannya agar keluar dari masalah yang sedang di hadapi sahabatnya.
"Udah Di... aku nggak apa-apa." Delia meyakinkan, dan kali ini ia tersenyum seolah tidak terjadi apa-apa.
"Jangan senyum, jelek." ketus Adi.
"Lah emang siapa yang--"
"Iya, nggak ada yang bilang kamu cantik."
Membuat Delia tertawa, namun itu semakin membuat Adi merasa Iba. Di balik senyum cantiknya terdapat luka yang dalam.
...----------------...
...Maaf guys up nya kesiangan, tugas negara padat merayap 🤭. Yang penting nggak bolong ya... 😁...
...Jangan lupa dukungannya 🥰...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Puspita Dewi
1 kata... bodoh.. untuk si Della
yg msh bertahan di rumah yg sudah di rampas orang
2023-03-17
1
Elizabeth Zulfa
ini kpn ktemunya lagi mreka...
2023-03-08
1
💞 NYAK ZEE 💞
keluar aja Del dari rumah......biar rumah kenangan akan hilang tapi diri mu tidak dimanfaatkan orang lain....
2023-03-08
1