"Lo beneran nggak apa-apa?" Adi bertanya dari seberang sana. Di jam istirahat ia memutuskan untuk menelpon sahabatnya, karena hari ini ternyata Delia tidak masuk sekolah.
"Udah nggak apa-apa, hanya saja aku sedang ada keperluan." jawab Delia.
"Keperluan apa?"
"Ehm... aku pindah rumah."
"Pindah!"
"Lebih tepatnya aku keluar dari rumah."
"Apa terjadi sesuatu?"
"Tidak, kapan kapan saja aku ceritakan." Delia melirik Ariel yang sedang menikmati acara televisi. Televisi yang baru datang setengah jam yang lalu.
"Lalu sekarang kamu pindah kemana?" Adi bertanya kembali.
"Nanti aku kirim alamatnya, tapi aku mohon jangan bilang siapa-siapa."
"Baiklah."
Kemudian sambungan berakhir.
"Siapa?" Ariel bertanya. "Pacar kamu ya?"
"Om kepo." sahut Delia.
"Kamu masih kecil, jangan pacaran dulu. Fokus aja sama sekolah." kata Ariel.
"Lagian siapa yang pacaran!"
"Itu tadi!"
"Dia sahabat aku."
"Cowok?"
"Iya."
"Hei, dengarnya... yang namanya cowok dan cewek sahabatan itu nggak ada yang seratus persen murni cuma anggap sahabat. Salah satunya pasti punya perasaan, atau pernah ada perasaan." ujar Ariel panjang lebar.
Delia menyimak dengan serius.
"Denger nggak!" Ariel menyentil kening Delia.
"Om ih... " Delia mengusap keningnya yang sedikit nyeri. "Pengalaman sendiri ya Om!"
Mata Ariel membulat. "Kamu ini di kasih tau malah ngeledek." Ia bersungut-sungut.
Tapi Delia justru tertawa melihat wajah Ariel yang kesal padannya, pria itu terlihat lucu.
Wajah Ariel yang tadinya kesal seketika berubah, baru kali ini ia melihat Delia bisa tertawa lepas. Dan itu membuatnya dadanya berdebar.
Wajah cantik alami tanpa make-up tebal nyatanya mampu mencuri perhatiannya.
"Kenapa?" Delia menyadari sikap aneh Ariel.
"Kamu cantik kalau tertawa seperti ini." Ariel berkata jujur, bahkan matanya tak lepas menatap wajah ayu itu.
"Apaan sih." Delia pergi meninggalkan Ariel kemudian ke kamarnya.
Delia duduk di ranjang, baru kali ini ia dekat dengan pria selain Adi sahabat kecilnya.
Tiba-tiba saja pipinya memanas mengingat perkataan Ariel. "Astaga! Sadar De... dia itu memang biasanya bermulut manis jika pada perempuan."
*
*
Di jam pulang sekolah, terlihat Dandi dan beberapa temannya sudah berada di depan gerbang sekolah. Tadi pagi ia sudah berada di sanah untuk menemui Delia, namun adik tirinya itu tidak terlihat.
Dandi tentu saja tidak bisa mendekat di area sekolahan, karena memang tidak berkepentingan. Penampilannya yang tidak jauh berbeda dengan preman juga menjadi alasan satpam sekolah melarangnya masuk.
Bahkan, satpam sama sekali tidak memberitahu informasi apapun tentang Delia.
"Hei... " Dandi menghampiri salah satu siswi yang keluar dari gerbang sekolah. "Kamu tau Delia?"
Tapi siswi itu menggelengkan kepala dengan raut wajah ketakutan.
Tentu saja tidak banyak yang mengenal Delia, karena ia bukan siswi populer seperti Lira.
"Masak kamu nggak kenal?" Dandi memastikan.
"Iya Bang, aku nggak kenal." Siswi itu kemudian pergi dari sana.
"Cari gadis pembuat onar itu kenapa susah sekali?" Dandi yang kesal. Sepertinya usahanya menunggu di depan gerbang sekolah akan sia-sia.
Matanya kemudian, tidak sengaja melihat mobil yang ia ketahui milik Adi.
"Tunggu!" Ia menghentikan mobil Adi yang baru saja keluar dari gerbang sekolah.
Adi sedikit membuka kaca pintu mobilnya, dan ia mengenali Dandi. "Ya!"
"Delia kemana?" tanya nya.
"Aku nggak tau?" jawab Adi. Ia sebenarnya malas berbicara dengan Dandi. Mengingat perlakuannya kepada Delia.
"Jangan bohong, kamu kan temannya." Dandi menggertak.
"Abang sendiri kan juga kakaknya." Adi membalikkan ucapan Dandi hingga membuat pria itu sedikit meradang.
"Dia tidak ada di rumah!" ujar Dandi.
"Loh dia kemana?" Adi berpura-pura terkejut. "Hari ini dia tidak juga tidak datang ke sekolah."
"Si*l" Dandi mengumpat. Ternyata benar, usahanya hanya sia-sia.
"Ya sudah, aku pergi dulu." Adi lalu melajukan mobilnya. Meninggalkan Dandi yang kesal.
Di dalam mobil, Adi melihat ponselnya, ternyata Delia sudah mengirimkan alamat tempat tinggalnya yang baru. "Mungkin lain kali saja aku ke sana." Ia berjaga-jaga kalau Dandi mengikutinya.
*
*
"Pih, coba lihat ini?" Rima menyerahkan ponselnya kepada Bastian. "Tadi Mami bertanya pada Arga, apa ada yang aneh sama Ariel di kantor kemarin-kemarin. Dan katanya iya, lalu tadi Arga mengirimkan data pengeluaran dari ATM Ariel hari ini."
Bastian kemudian melihat pengeluaran itu, dan ternyata juga ada yang aneh. "Untuk apa Ariel membeli ini semua? Apa mau pindah rumah?"
"Makannya itu Pih, jika anak kita berkencan itu masak ngasihnya kulkas!" Rima menimpali.
"Mungkin Ariel ingin terlihat beda dengan pira lainnya." Bastian terkekeh lalu mengembalikan ponsel istrinya.
"Nanti Mami akan tanya langsung sama Ariel."
Hingga jama makan malam tiba, rupanya Ariel baru sampai di rumah.
"Makan dulu Nak." Bastian melihat kedatangan putranya.
"Tadi Ariel sudah makan di luar Pih, aku langsung ke kamar saja." Kemudian ia meninggalkan kedua orang tuanya di meja makan.
Seusai makan, Rima menghampiri putranya di kamar yang ternyata belum tidur. "Apa Mami boleh masuk?"
"Tentu." Ariel mempersilahkan Rima.
Rima duduk di ujung ranjang, sementara Ariel sedang bersandar pada sandaran ranjang.
Rima melihat putranya lekat-lekat. "Uhm... soal pertanyaan Mami yang tadi pagi belum kamu jawab."
Ariel seketika menatap wajah Riam dan mengingat kejadian tadi pagi, namun yang ada di bayangannya justru Delia. Sehingga tanpa sadar membuatnya tersenyum.
"Astaga!" Rima memukul lengan Ariel. "Mami bertanya butuh jawaban, tapi kamu malah tersenyum tidak jelas."
"Ariel hanya ingat kejadian lucu Mami."
"Kejadian dengan teman perempuan yang tadi pagi kamu katakan?" tebak Rima. "Yang kamu belikan kulkas?"
"Mami tau dari mana?" Ariel mulai salah tingkah.
"Itu tidak penting tau dari mananya, tapi iya apa tidak?"
"Pasti ini ulah Arga." Ariel menggumam.
"Iya atau tidak?" Rima rasanya gemas sekali dengan putranya.
"Entahlah Mih." Ariel merasa ragu, apakah dirinya dan Delia bisa di sebut teman. Sedangkan umur mereka terpaut cukup jauh.
"Kenapa bisa begitu?"
"Ariel sebenarnya ingin membalas kebaikannya, karena dia pernah menolong Ariel." Ariel mulai bercerita.
"Menolong?"
"Hmm... " Ariel menganggukkan kepalanya. "Dia gadis yang tangguh, pintar berkelahi, tidak mempunyai rasa takut saat menghadapi bahaya. Tapi setelah Ariel mengenalnya lebih jauh, ternyata ada sisi lain pada dirinya."
Rima mendengarkan dengan diam.
"Aku tidak menyangka di kehidupan seperti ini masih banyak orang yang kesulitan dalam menjalani hidup. Begitupun dengan dia, padahal dia pemberani tapi kelemahannya ada pada keluarganya. Sepertinya keluarganya tidak menyukainya."
"Kasihan sekali dia." Rima menanggapi.
"Iya Mih, padahal seumuran dia seharusnya hanya fokus dengan sekolah. Tapi dia pulang sekolah malah bekerja untuk menghidupi keluarganya."
"Sekolah!" Rima seperti salah mendengar.
"Hmm... dia anak SMA."
"Apa!"
...----------------...
...Loh kan, Maknya aja sampe kaget 😂...
...Seperti biasa guys, jangan lupa dukungannya 🥰...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Elizabeth Zulfa
tenang aja mami Rima... Delia nya cantik & imut kok... psti kalian bkalan lngsung suka pas liat dia meski dia msih anak SMA 😊😊
2023-03-24
2
pisces
masih sekolah mak, udah minta alamat sama ariel mak trs datengin biar mak tau menantu masa depanmu mak
2023-03-24
1
SakhaRafif
pantasnya jadi adiknya ariel ya mi... sampai kaget gitu😅😅😅
msti masih sma tp dia yg bisa bikin ariel berubah lho mi... coba mami bertemu dg dia pasti akan suka juga.
dipertemukan thor mami rima sama delia.
2023-03-24
1