Forgotten Hero
Cuaca pagi terasa sangat cerah. Udaranya yang dingin dan cahaya mentari yang hangat, keduanya benar-benar membuat tubuh menjadi lebih nyaman di pagi hari.
Dalam perjalanan menuju pekerjaan, aku menggenggam smartphone yang ada di tangan kanan. Mengamatinya cukup lama, aku menggeser layar yang ada di dalam smartphone.
Bisa dikatakan saat ini, aku sedang membaca sebuah novel yang kusukai. Novel dimana seorang Pahlawan berjuang untuk dunia barunya membuat setiap cerita bergenre fantasy selalu memiliki alur yang sama.
Menghentikan menatap layar smartphone, aku mematikan layar dan memasukkannya ke dalam saku celana. Akan lebih baik jika aku membacanya nanti setelah aku tiba di pekerjaan daripada harus membacanya di sepanjang perjalanan, ini terasa lebih merepotkan.
Selain harus memperhatikan setiap langkah, aku juga harus memperhatikan sekitar agar terhindar dari musibah seperti kecelakaan dan kerampokan karena kecerobohan dalam berjalan tanpa memperhatikan sekitar.
"....."
Melihat situasi yang ramai di Halte Busway, aku pergi ke arah kursi untuk mencari kursi yang kosong.
Satu-persatu, aku amati pada kursi yang disediakan. Dari kebanyakan kursi yang aku lihat, hanya satu kursi yang terlihat kosong yaitu kursi yang cukup jauh dari tempat Halte Busway. Kemungkinan akan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk bisa masuk ke Busway dari kursi kosong tersebut jadi aku mengabaikan kursi kosong dan memilih untuk berdiri daripada harus berlari demi mendapatkan kursi kosong dari jarak yang cukup jauh.
"Akhirnya datang juga ya."
Busway datang dan berhenti di Halte Busway.
Semua orang yang sudah menunggu mulai memasuki kedua pintu Busway secara bergantian. Aku masuk di barisan ke sepuluh dari pintu depan jadi aman untukku mendapatkan kursi kosong dari depan daripada harus berdiri di sepanjang jalan, aku rasa itu lebih merepotkan.
"Harap yang belum mendapatkan kursi, disegerakan untuk duduk. Bagi yang tidak mendapatkan kursi, harap berpegang pada besi yang menggantung yang telah kami sediakan."
Aku rasa pengumuman ini sudah biasa mereka lakukan setiap harinya.
Walaupun aku belum biasa pada awalnya mendengar pengumuman seperti tadi, aku rasa waktu berlalu dengan cepat sehingga aku mulai terbiasa dengan pengumuman tadi layaknya rutinitas harian yang selalu aku alami dan lakukan di setiap waktu di berangkat kerja maupun waktu pulang kerja, aku selalu tahu atas pengumuman tersebut.
•••••
Di sebuah Mall, keramaian terjadi di setiap toko yang ada. Mulai dari restoran mewah, warteg, rumah makan padang, serta beberapa toko lainnya seperti toko baju, toko permainan, toko emas, serta toko buku, semua dipadati oleh orang-orang yang berkunjung hendak membeli apa yang mereka ingin beli.
"Permisi, apakah ada celana yang ukuran besar?"
"Celana ukuran besar ya."
"Tunggu sebentar!"
Di salah satu toko baju, seorang pria berambut biru navy, bertubuh kurus tanpa otot tangan, perut dan kaki, serta memiliki tinggi sekitar 168 cm berjalan ke arah wagon, keranjang yang disediakan untuk tumpukan celana dirapihkan di depan untuk melihat celana yang tersedia di dalamnya.
Dimana ya kira-kira ukuran besar?
Perlahan-lahan, pria itu mencari satu-persatu dari tumpukan celana yang telah rapih yang dia letakkan sebelumnya menjadi berantakan kembali.
"Ah, ketemu. Ini dia, Pak!"
Diberikan celana hawai berukuran jumbo pada pria yang berusia sekitar 45 Tahun untuk melihatnya dengan cermat.
Pria tersebut melebarkan celananya dan memastikan apakah itu muat untuk ukurannya atau tidak. Terlepas dari ukurannya yang jumbo, ada kemungkinan kalau jumbo yang ada di celana ini tidak pas dengan ukurannya sehingga dia harus pastikan lebih jelas pada dirinya, apakah itu muat atau tidak, dia harus mencobanya terlebih dahulu.
"Bisakah aku mencobanya?"
"Ya."
"Dimana letak kamar ganti?"
"Di sana, Pak, yang ada pintu coklat berbaris sejajar."
Mengamati dengan seksama arah tunjuk pria yang melayaninya, pria yang menjadi konsumen tersenyum pada keramahan pelayanan yang pria itu berikan padanya.
"Terimakasih, Nak."
"Ya."
Melihat konsumen tadi pergi, pria berambut biru navy menghela napas lega.
Sulit baginya untuk mempertahankan sikap ramah dan baik pada konsumen. Terlepas dari sikap orang-orang di pekerjaannya yang selalu mencari masalah terhadapnya, pria itu juga harus bisa menjaga keramahan dan kebaikan terhadap konsumen yang mengunjungi dan bertanya.
Kalau tidak, dia akan dipanggil ke kantor dan dimintai keterangan seperti yang pernah dilakukannya dulu sewaktu pertama kali bekerja di toko tempatnya sekarang. Ketika masalah datang menimpanya, pria itu, Hiragaki, memasang ekspresi kesal dan benci pada konsumen sehingga dia harus berakhir di kantor dengan menjelaskan semua alasannya.
Walaupun dia telah menjelaskan alasannya, Kepala Toko dan Wakil Kepala Toko tidak membantunya, sebaliknya, mereka hanya berpikiran kalau itu adalah hal umum dalam pekerjaan yang membuat Hiragaki menjadi kesal dan benci pada pernyataan mereka berdua yang membela orang-orang yang melakukan kesalahan daripada dirinya sendiri yang menjadi korban.
"....."
Bel berbunyi dengan keras. Semua karyawan yang mendengar bel tersebut bahagia dan senang atas bel yang berbunyi menandakan kalau waktu istirahat tiba bagi mereka, para karyawan yang masuk di shift pagi.
Menyudahi kesibukannya dalam merapihkan celana, Hiragaki bergegas pergi untuk istirahat terlebih dahulu daripada harus sibuk merapihkan dan membereskan celana yang berantakan kembali menjadi celana rapih.
"Mau kemana kau, Shirenzo?"
"Istirahat."
Dengan nada dingin, Hiragaki mengatakannya sambil pergi tanpa mempedulikan orang yang menanyakan itu padanya tadi. Meskipun orang itu ialah Supervisor Area, dia tetap salah dalam memperlakukan orang-orang yang bekerja di toko ini. Sikapnya yang buruk, pilih kasih, suka membenci, dan suka membicarakan keburukan orang merupakan sikap yang Hiragaki benci dari dirinya.
Setiap kali Hiragaki melihat sikap dan ekspresi dari Supervisor Area, dia selalu ingin pergi begitu saja daripada harus meladeni perkataan dan sikapnya, itu sama seperti meladeni orang yang sakit jiwa dan terkena gangguan mental pada diri mereka yang tidak akan mengerti perkataan orang lain yang ada di depannya.
Merepotkan. Dia benar-benar merepotkan untuk bisa diajak berbicara maupun kerjasama.
Dalam diam yang cukup lama di sepanjang jalan, Hiragaki berpikir kalau berbicara dengan Supervisor Area, itu hanya akan memakan banyak waktu. Selain sikapnya yang buruk, pilih kasih, membenci seseorang, dan suka membicarakan keburukan orang lain, dia juga orang yang suka menghasut karyawan yang tidak disukainya ke karyawan yang disukainya untuk dapat mengeluarkan amarah dari karyawan yang tidak disukainya agar mereka memukulnya.
Setelah berhasil memukul Supervisor Area, dia akan mengadukan masalah ini pada Kepala Toko maupun Wakil Kepala Toko, dan hasilnya seperti yang akan diketahui oleh semua orang. Orang yang melakukan tindakan buruk pada mereka maka orang itu akan segera diberikan peringatan pernyataan selama tiga hari.
Apabila pernyataan tiga hari telah diberikan dan orang itu masih melanggarnya, sanksi yang akan dikenakan oleh orang itu ialah dikeluarkan dari pekerjaan tanpa mendapatkan gaji yang telah dia jalani selama beberapa hari atau beberapa minggu.
"....."
Berhenti tepat di depan restoran, Hiragaki melihat ke arah tulisan yang ada di atasnya dan melihat ke isi dari restoran melalui kaca putih.
"Sepi sekali ya."
Mengatakan itu pada dirinya, Hiragaki masuk ke dalam lalu memesan menu yang ingin dimakannya sekarang. Setelah memesan, dia duduk di kursi yang ada di dekat meja kasir dan mengeluarkan smartphone miliknya untuk melanjutkan membaca novel yang sempat tertunda tadi.
Kata demi kata, halaman demi halaman, dia terus perhatikan dan balik perlahan-lahan sambil membaca dengan santai.
Novel yang sedang dibacanya adalah novel bergenre fantasy. Nama dari judul novel ialah Legendary Heroes.
Legendary Heroes ialah seri novel yang menceritakan tentang sekelompok Pahlawan yang awalnya tidak memiliki kemampuan dan kekuatan menjadi memiliki kemampuan dan kekuatan. Kekuatan yang hampir setara dengan dewa, dan kemampuan yang berada di atas kewajaran orang-orang pada umumnya, tentu merupakan kelebihan dari setiap Pahlawan yang ada di cerita ini.
Yang menurut Hiragaki paling menarik ialah alur dari cerita tersebut. Alur yang seharusnya dapat ditebak oleh pembaca menjadi tidak dapat ditebak atau singkatnya plot twist.
Entah sejak kapan dia menyukainya, mungkin bisa dikatakan sejak dia masih berada di masa SMA dulu.
Di saat masih SMA, Hiragaki selalu bersama teman yang memiliki hobi dan kesukaan yang sama yaitu teman Otaku. Mereka seringkali bertukar informasi mengenai novel baik itu web novel maupun light novel, manga, serta anime satu sama lain demi memuaskan apa yang belum mereka ketahui.
Tidak hanya informasi, mereka juga seringkali mengikuti acara event yang biasa diselenggarakan di beberapa tempat yang ada di wilayahnya.
Mengingat kembali memori masa lalu, Hiragaki merasa kalau itu adalah masa-masa emas sewaktu dia menyukai anime. Dia tidak pernah menyesal menjadi Otaku sejak lama. Yang dia sesali hanya satu yaitu dia masih belum menemukan pasangan yang pas dengan hobi dan pemikiran yang sama.
Lupakanlah. Akan lebih baik jika aku fokus kembali ke novel. Kalau aku terus berpikir mengenai masa lalu maupun masa depan, aku hanya akan mengeluh maupun bangga atas apa yang terjadi maupun yang belum terjadi.
Menyudahi pemikirannya, Hiragaki mulai memusatkan pikiran dan matanya ke arah layar smartphone untuk kembali membaca dengan fokus dan konsentrasi tinggi sambil menunggu makanan tiba.
Jauh dari tempatnya berada, di pekerjaannya, di toko baju, beberapa kelompok di bagian busana dewasa saling berbicara dan berbisik satu sama lain.
"Apakah kita harus mengerjakan Hiragaki?"
"Itu benar. Dia adalah pria yang merepotkan untuk kita."
"Aku setuju."
Ketiga pria yang sedang merapihkan kemeja maupun celana, mereka saling mengatakan itu pada rekan-rekan mereka mengenai apa yang mereka rencanakan.
Mereka bertiga sebenarnya tidak menyukai keberadaan Hiragaki di toko baju tempat mereka bekerja. Selain karena dia adalah pria yang diam dan menjengkelkan, dia juga seorang pria yang seringkali melaporkan masalah mereka pada atasan dengan bukti berupa foto, video, dan rekaman yang pernah didapatkan olehnya dulu.
"....."
"....."
Ketiga pria saling bertatapan satu sama lain. Dalam tatapan tersebut terdapat komunikasi tersembunyi yang mereka lakukan untuk menjalankan rencananya.
Salah satu pria maju dan berjalan ke arah bagian celana Hawai. Pria yang berjalan ke arah celana Hawai ialah pria dengan postur kurus dan tinggi, serta rambutnya yang panjang berwarna coklat, dan kulitnya yang putih pucat seakan-akan menandakan dia adalah mayat tengkorak yang berjalan.
"Bisakah saya menggantikan anda dulu, Majime?"
"Menggantikan aku?"
"Ya. Terlepas dari tanggungjawab yang anda miliki, anda lebih baik mengurus pekerjaan yang lain daripada menghabiskan waktu anda di tempat ini."
"Kau benar."
Merenungkan apa yang dikatakan oleh Tenra, pria kurus yang tinggi dan berkulit pucat, Majime tersenyum padanya dan menepuk kedua bahu Tenra seolah sepakat dengan apa yang dikatakannya tadi.
"Mohon bantuannya ya, Tenra."
"Ya."
Menyudahi perkataan, Majime kembali mengecek persediaan yang ada di wilayah area kerjanya. Mulai dari tas, sepatu, t-shirts dewasa, kemeja dewasa, kaos bola, serta berbagai kebutuhan lainnya dia cek satu-persatu dengan teliti.
Berbeda dengan Majime yang sibuk dengan tugasnya, Tenra tersenyum senang atas keberhasilannya dalam membujuk Majime.
Bagi Tenra, Majime juga memiliki pemikiran yang sama seperti dirinya yang sama-sama membenci Hiragaki. Kalau tidak, Majime mungkin akan berpikir dua kali dan memilih untuk menetap di tempat dia bekerja tadi daripada harus pergi meninggalkan tugasnya dan menyerahkannya pada Tenra. Semuanya telah Tenra rencanakan sejak percakapan mereka bertiga tadi.
Sekarang yang aku perlukan hanya satu.
Senyum melengkung di bibirnya pada apa yang akan dia lakukan. Hatinya merasa senang dan menari-nari betapa indahnya apa yang akan membuat Hiragaki terkejut dan jengkel atas apa yang akan Tenra perbuat pada pekerjaannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments