Ch. 3:Perjanjian

Hiragaki POV

Kedua orang turun di tempat pemberhentian masing-masing di setiap Halte Busway. Tidak ada siapapun lagi di Busway, terkecuali aku yang masih menunggu Halte Busway dekat rumahku tiba, setidaknya itulah yang akan aku pikirkan jika aku tidak ada niat untuk bertemu dengan Shirinsa pada pukul 17.00.

Akan lebih baik jika aku datang terlebih dahulu ke tempat pertemuan daripada harus membiarkan dia menunggu lama, itu sama sekali tidak menunjukkan kepedulian pada orang yang telah baik padaku.

"Berhenti!"

Busway tiba-tiba terhenti tepat di Halte Busway.

Walaupun Halte Busway ini bukanlah menuju ke rumahku, aku rasa akan lebih baik jika aku turun di tempat ini karena jarak antara tempat pertemuan dengan Halte Busway tidak terlalu jauh daripada harus menghabiskan banyak waktu dari rumahku menuju tempat pertemuan, itu hanya akan memakan banyak waktu yang membuat Shirinsa bosan saat menunggu kedatangan aku.

Aku harap aku bisa menyembunyikan ini dari Shirinsa. Kalau aku tidak bisa menitipkan atau menyembunyikannya, aku hanya akan dipermalukan oleh sikap baiknya yang terlihat peduli terhadapku tanpa tahu apa itu otaku dan anime. Selain malu, ada kemungkinan kalau Shirinsa akan menghina dan mencemooh aku dengan sebutan hikikomori maupun wibu yang biasa terjadi di kalangan masyarakat umum.

Tapi, dimana tempat yang bisa aku titipkan barang-barang ini ya.

Mencoba mengingat lokasi yang ada di tempat yang aku tuju, aku rasa tidak ada satupun teman kenalan yang bisa aku titipkan barang-barang pada mereka. Kalaupun bisa dititipkan, ada kemungkinan mereka meminta imbalan yang setimpal atau bisa saja mereka mencuri barang-barang aku secara diam-diam tanpa aku sadari jadi aku harus memikirkannya dengan matang.

"Sudahlah kalau tidak ada, aku rasa lebih baik segera berangkat sebelum pukul lima sore."

Melirik ke arah jam, aku putuskan untuk pergi terlebih dahulu di pukul empat sore agar tiba di tempat pertemuan sekitar jam 16:45 menit memudahkan aku tiba lebih awal dari waktu yang dijanjikan.

"Ini..."

Setelah cukup lama aku berjalan, aku tiba di tempat pertemuan.

Tempat pertemuan itu sendiri bukanlah tempat yang umum untuk kami bertemu melainkan sebuah taman yang biasa dikunjungi oleh anak-anak kecil untuk bermain, namun karena ini sore hari jadi mustahil ada anak kecil bermain di taman bermain.

Aneh sekali. Mengapa aku dan Shirinsa harus bertemu di taman? Bukankah lebih baik kita ketemu di sebuah restoran maupun Mall? Apa yang sebenarnya ingin dia bicarakan denganku di taman?

Firasat aku mengatakan kalau ini bukanlah sesuatu yang baik untuk aku ketahui. Dari apa yang aku tangkap dan ketahui, orang-orang yang biasa bertemu di taman ialah orang-orang yang memiliki pasangan hidup mereka seperti pacar maupun kekasih, keduanya biasa terjadi di taman.

Tapi sebelum aku menanyakan itu pada Shirinsa nanti, aku rasa lebih baik berpura-pura tidak tahu daripada perkataan yang aku telah perkirakan salah menyebabkan Shirinsa menjadi benci dan marah padaku. Aku harus menghindari resikonya sebaik mungkin.

"Lama sekali ya."

Waktu berlalu dengan cepat. Jam yang tadinya menunjukkan 16:45 menit sekarang menunjukkan pukul lima sore yang artinya Shirinsa seharusnya sudah tiba di tempat pertemuan. Akan tetapi, dia tidak terlihat dimanapun dia berada melainkan hanya ada aku seorang diri di taman tersebut.

Apakah dia tidak jadi datang? Kalau dia tidak jadi maka baguslah. Karena kalau dia datang, ini akan menjadi masalah yang rumit untukku mengatakan jawabannya.

Daripada bersedih maupun kecewa, aku justru merasa senang atas ketidakhadiran Shirinsa di pertemuan yang dibuatnya.

Apabila Shirinsa hadir di pertemuan, aku tidak tahu harus bagaimana mengajaknya berbicara. Terlepas dari cantik dan indahnya dia dalam berbicara maupun berjalan membuatku merasa kalau diriku dan Shirinsa berada di jarak yang cukup jauh. Apalagi jika dia mengungkapkan sesuatu yang telah aku pikirkan, aku khawatir kalau aku akan menyakitinya nanti dengan jawaban yang tidak pasti.

"Maaf menunggu lama, Shirenzo."

"....."

Ah... gawat, sepertinya dia telah datang.

Menoleh ke belakang secara perlahan-lahan, aku melihat kalau Shirinsa terlihat kelelahan untuk bisa tiba di tempat pertemuan.

"Apakah aku mengecewakanmu?"

"Tidak, kau tidak membuat aku menunggu maupun kecewa, sebaliknya, aku belum lama tiba di taman."

"Baru tiba ya. Syukurlah..."

Melihat Shirinsa merasa senang dengan kebohongan yang aku buat padanya, dia merasa lega mendengarnya.

Jujur saja, aku tidak tega apabila aku mengatakan sejujurnya kalau aku lelah menunggunya dari pukul 16:40 menit. Tapi jika aku mengatakannya, Shirinsa mungkin akan merasa sedih dan marah pada perkataan aku nantinya jadi aku mencoba untuk menahannya dan berbohong padanya.

"Lupakanlah mengenai permintaan maaf, Shirinsa. Bukankah lebih baik kita duduk terlebih dahulu?"

"Ka-kamu benar."

Tersenyum, aku dan Shirinsa pergi ke kursi panjang yang ada di sisi taman.

Dikarenakan hari telah sore, aku rasa melihat pemandangan dari taman tidaklah sia-sia. Langit-langit yang berwarna oranye, awan-awan yang cerah tanpa mendung, serta matahari yang menurun ke barat menandakan kalau hari akan berganti dari sore menjadi malam dalam waktu satu jam.

"Maafkan aku apabila aku terlambat. Sebenarnya aku sedang bersiap-siap untuk memilih pakaian untuk kita ketemuan, tapi sepertinya aku kelewat batas dalam memilih pakaian."

"Jangan khawatir, aku tidak apa-apa kok. Aku sendiri juga belum lama tiba di taman."

Tunggu sebentar, dia tadi mengatakan kalau dia mengganti dan memilih pakaian dalam waktu yang cukup lama? Mungkinkah artinya dia sengaja mengganti dan memilih pakaian yang sesuai dengan seleranya untuk ketemuan denganku ialah demi mengatakan sesuatu padaku?

Tidak, tenanglah diriku. Akan lebih baik jika kau amati terlebih dahulu gerak-gerik Shirinsa agar lebih jelas dalam mengartikan apa yang ingin dia katakan di pertemuan kali ini. Apapun resikonya, aku hanya bisa lihat dan amati dalam diam.

"Ngomong-ngomong Shirenzo, apakah itu adalah barang belanjaan kamu?"

"Y-ya, ini barang belanjaan aku."

"Bolehkah aku melihatnya sebentar?"

"Me-melihat?"

"Ya, aku penasaran dengan isi di dalamnya."

Bagaimana ini? Apakah aku harus menolaknya? Kalau aku menolak dia untuk melihat-lihat barang belanjaan, dia mungkin akan berpikiran kalau aku pelit. Tak hanya pelit, dia juga akan berpikir kalau aku merahasiakan sesuatu darinya yang akan membuatnya sedih.

"Ba-baiklah, aku akan membiarkan kau untuk melihatnya. Tapi dengan satu syarat, kau harus berjanji padaku kalau kau harus menjaga rahasia dan jangan menertawakan aku."

"Ya, aku tidak akan melakukan itu padamu karena kita adalah teman kerja bukan?"

"Kau benar."

Dengan mengatakan sesuatu seperti tadi, ada kemungkinan kalau Shirinsa tidak akan mengumbar semua rahasia yang aku jaga dan miliki selama ini. Misalnya dia mengumbar rahasiaku, tamat sudah riwayat hidupku yang tenang dan damai.

Tak hanya semua orang di pekerjaan yang tahu, ada kemungkinan kalau orang-orang yang membenci aku akan ikut membully dan mencemooh aku dengan kata-kata kasar dan buruk yang mereka lakukan padaku lebih parah dari sebelumnya.

"Ini...."

Aku harap dia menepati janji aku dengan tidak mengatakan apapun maupun mentertawakan aku.

Setiap orang memiliki hobi masing-masing. Baik itu suka riders, suka menonton sinetron, suka olahraga, suka sepak bola, dan lain-lain sebagainya merupakan hobi yang mereka miliki di setiap kesukaan yang mereka sukai. Tak hanya mereka, aku juga memiliki kesukaan terhadap anime.

Alasan aku menyukai anime ialah mereka dipenuhi dengan animation yang cukup bagus dan enak untuk dilihat. Apalagi jika anime itu ialah anime genre fantasy, ada bagusnya jika dilihat dari segi sihir, action, dan romance di dalamnya yang membuat para animerz merasa takjub akan kelebihan di dalamnya.

"Ini bagus sekali, Shirenzo."

"Bagus?"

"Ya, aku tidak pernah melihat orang lain memiliki hobi seperti ini makanya aku merasa kalau hobi yang kamu miliki cukup bagus untuk dilihat."

Aneh sekali. Mengapa dia mengatakan kalau hobiku ini sangat bagus untuk dilihat? Bukankah seharusnya Shirinsa bereaksi sama seperti orang-orang pada umumnya? Kenapa dia bereaksi senang dan bahagia atas hobiku?

Pertanyaan-pertanyaan itu memenuhi kepalaku.

Di satu sisi, aku merasa senang atas perkataan Shirinsa tadi. Apabila dia tidak menyukainya, aku rasa hidupku sudah tak terjamin lagi saat ini. Sebaliknya, dia justru merasa ini adalah sesuatu yang berbeda dari kebanyakan orang. Dan di sisi lain, aku takut kalau perkataannya ialah perkataan penuh kebohongan. Seperti kebanyakan orang-orang pada umumnya, kemungkinan besar Shirinsa akan membully aku ketika masuk kerja nanti. Ini merupakan sesuatu yang harus aku antisipasi mulai dari sekarang.

"Mengapa kamu tidak senang, Shirenzo?"

"I-itu... itu karena hobiku ini tidaklah bagus di mata orang lain."

"Tidak bagus? Kenapa orang-orang bisa mengatakan sesuatu yang buruk seperti itu pada hobi orang lain?"

"Kurasa karena banyak sekali orang-orang yang menjadi otaku di masa sekarang menjadi wibu elite yang mengikuti trend jaman ini."

Dia tidak mengatakan apapun melainkan melihat isi di dalam tas dan tersenyum pada apa yang dilihatnya.

Melihat sikapnya yang berbeda, aku ragu kalau dia paham dengan maksudku. Kalaupun aku jelaskan secara rinci pada Shirinsa, dia sama sekali tidak akan mengerti. Apalagi jika aku mencoba mengajaknya untuk menyukai apa yang kusukai, itu terdengar seperti paksaan bagi Shirinsa untuk ikut menyukai sesuatu yang tidak diketahuinya maupun disukainya.

"Ini apaan, Shirenzo?"

"Ah, itu adalah...."

Satu-persatu Shirinsa menanyakan mengenai barang-barang yang kudapatkan di gacha maupun beli di event tadi. Mulai dari merchandise, action figure, nedoroid, poster, serta acrylic ada di dalam belanjaan ini, semua ditanyakan Shirinsa kepadaku.

Sebisa mungkin aku menjawab apa yang bisa aku jawab. Mungkin saja karena Shirinsa merasa penasaran jadi dia mencoba tanyakan langsung padaku apa saja barang-barang ini.

"Apakah aku bisa ikut ke event ini?"

"Tu-tunggu... event?"

"Ya, aku penasaran dengan aktivitas mereka."

"I-itu...."

Bagaimana ini... apakah aku harus mengajaknya di waktu libur nanti? Bukankah ada kemungkinan kalau kita libur di jadwal yang berbeda yang akan menyebabkan kita sulit untuk melakukan pertemuan?

Sebelum aku menanyakan apa yang ada di pikiran, aku ingin memastikan satu hal terlebih dahulu.

"Shirinsa, bukankah kau adalah seorang gadis yang dihormati? Mengapa kau tertarik untuk melihat-lihat Event Otaku bersamaku?"

"Itu karena..."

Gawat, aku salah perkataan.

Terlihat dari wajahnya yang menunduk membuatku sulit untuk mengetahui ekspresinya sekarang. Apakah dia sedih atau marah atas pertanyaan aku, aku sama sekali tidak mengerti atas sikapnya.

"Bisakah kamu merahasiakan sesuatu dari orang lain?"

"Rahasia?"

"Ya. Sebenarnya aku sudah cukup lama menyukai anime jadi aku mulai paham akan hobimu."

Begitu ya. Itu artinya Shirinsa juga menyukai anime sama seperti aku, Yama, dan Mitaki.

Pantas saja terasa aneh untukku mendengar kalau Shirinsa mengatakan hobiku bagus, dan penyebab dia mengatakan itu karena hobinya dulu juga sama sepertiku hingga sekarang.

"Apakah aneh bagimu jika seorang wanita menyukai anime, Shirenzo?"

"Tidak, aku rasa itu sudah biasa bagiku."

"Sudah biasa?"

"Ya. Dalam event yang seringkali aku ikuti, banyak sekali wanita yang ikut dalam acara tersebut. Pengunjung maupun cosplayer, aku seringkali melihatnya dalam acara event."

"Begitu ya."

Apakah dia terlihat senang dengan perkataanku tadi?

Dilihat dari ekspresinya yang memandang ke arah tangannya sendiri, aku yakin kalau dia terlihat senang atas kata-kataku. Buktinya terlihat dari bibirnya yang tersenyum menandakan dia senang.

"Bolehkah aku mengunjungi acara event itu, Shirenzo?"

"Y-yah... i-itu..."

Gawat. Bagaimana ini? Apakah aku harus menerima ajakannya? Tidak, aku rasa itu tidak mungkin.

Kalau misalnya aku menerima ajakannya, aku sama saja kencan dengan Shirinsa. Sebaliknya, kalau aku menolaknya, Shirinsa pasti akan kecewa dan sakit hati atas perkataan aku yang buruk.

Sial. Kalau dipikir-pikir aku rasa ini adalah situasi yang tidak mendukung untukku.

Di satu sisi, aku ingin mengajaknya, namun takut kalau ini akan terasa seperti kencan kami berdua. Di sisi lain, aku ingin menolaknya, tapi takut Shirinsa kecewa dan marah padaku atas perkataan buruk yang aku katakan padanya nanti.

"Apakah tidak boleh?"

"I-itu..."

Akan lebih baik aku katakan ini padanya langsung daripada harus membuatnya menunggu lebih lama atas jawabanku.

"Boleh."

"Benarkah?"

"Ya, tapi dengan satu syarat yaitu kita harus membawa teman kita masing-masing."

"Teman ya."

Mengapa dia terlihat sedih? Mungkinkah dia tidak memiliki teman untuk diajak ke acara event? Tidak, aku rasa itu tidak mungkin.

Terlepas dari sikap dan penampilan Shirinsa, aku yakin kalau dia adalah wanita ideal yang populer di kalangan pria maupun wanita. Tak peduli apakah dia memiliki hobi yang sama seperti otaku pada umumnya, dia pasti memiliki teman untuk dibagi bersama-sama jadi mustahil untuk dia yang seorang diri tanpa ada teman sedikitpun.

"Sayangnya aku tidak memiliki teman, Shirenzo."

"Tidak ada teman?"

"Ya, aku tidak memiliki teman yang tahu kalau aku memiliki hobi seperti ini."

Tu-tunggu bentar... itu artinya hanya aku seorang yang tahu hobinya? Tidak, aku rasa aku tidak harus senang dulu. Ada kemungkinan kalau perkataan Shirinsa dipenuhi dengan kebohongan.

Yang perlu kukatakan padanya sekarang ialah apa yang dia anggap sama seperti dia melihatku di pekerjaan. Tak ada tampilan senyum maupun rasa senang atas apa yang Shirinsa katakan jadi aman untukku terlihat tenang dan biasa tanpa ada kebahagiaan yang terlihat sedikitpun.

"Apakah kau benar-benar yakin tidak ada teman yang bisa diajak bersamamu ke event?"

"Ya. Satu-satunya temanku yang tahu mengenai hobiku ialah dirimu, Shirenzo."

"Aku?"

"Ya, hanya kamu yang tahu hobiku."

Apa yang harus kulakukan? Akankah aku harus senang atau sedih, aku sendiri tidak terlalu mengerti atas situasinya sekarang.

Kalau harus kukatakan, situasi saat ini benar-benar aneh untuk bisa dianggap sebagai surga di kenyataan. Shirinsa yang mendekat dan menyatakan hobinya padaku, dan undangannya yang mengajak aku untuk pergi ke event bersama. Tidakkah ini situasi yang cukup aneh untuk bisa terjadi?

"Shirinsa, bisakah aku tanyakan sesuatu padamu?"

"Tanya apa, Shirenzo?"

"Mengapa kau mengajak aku untuk ketemuan? Apakah kau benar-benar bermaksud untuk menghibur aku atau merendahkan aku? Bisakah kau jawab, Shirinsa?"

Hanya ini satu-satunya cara agar Shirinsa bisa mengatakannya dengan jujur. Misalnya dia marah dan benci, aku tidak peduli lagi pada sikapnya asalkan dia jujur padaku.

Sebenarnya aku ingin menerimanya, tapi karena situasi ideal ini terasa sangat aneh, ada kemungkinan kalau Shirinsa datang untuk menjebak aku dan menyebarkan informasi pribadi yang aku miliki kepada karyawan lain di tempat aku bekerja. Semuanya harus dipikirkan dengan matang.

"Apakah kamu berpikir aku mengerjai dirimu, Shirenzo?"

"Ya, ada kemungkinan kalau kau datang kemari bukan karena keinginanmu sendiri, tapi karena orang lain yang menyuruhmu."

"Bagaimana jika perkiraan kamu salah, Shirenzo?"

"Salah?"

"Ya, aku datang kemari hanya karena aku ingin berbicara dan berbagai perasaanku denganmu, tidak lebih dari itu."

"....."

Mendengar perkataan tulus yang dia sampaikan tadi, aku hanya bisa merenung.

"Maafkan aku, Shirinsa. Aku tidak bermaksud untuk berkata buruk dan kasar, aku hanya ingin pastikan pada diriku sendiri. Apakah kau benar-benar bisa dipercaya atau tidak, aku hanya ingin tahu itu dari dirimu."

"Begitu ya. Itulah mengapa kamu menanyakan ini padaku?"

"Ya."

Dalam hening yang cukup lama, aku merasa kalau situasi ini bisa dikatakan cukup tegang untukku.

Kenapa? Karena aku tidak yakin apakah perkataan aku baik atau buruk, semua tergantung dari penerimanya yaitu Shirinsa. Misalnya dia menolak kebenarannya, dia akan marah dan benci terhadapku. Sebaliknya, jika dia menerimanya dengan tulus, aku yakin dia paham atas apa yang kukatakan padanya.

"Shirenzo, bisakah kamu berhenti menanyakan ini padaku?"

"Berhenti?"

"Ya, sejujurnya aku merasa tersakiti bila kamu mengatakan sesuatu seperti itu padaku."

"Maafkan aku. Aku hanya bermaksud untuk meyakinkan diri dengan pertanyaan tadi supaya tahu bahwa aku bisa mempercayaimu."

"Ya, aku juga akan menjawabnya sekarang. Tapi ingat, jangan mengulanginya lagi ya, Shirenzo!"

"Baiklah."

Shirinsa tiba-tiba tersenyum dan tertawa pelan atas jawabanku. Dia mengarahkan pandangannya ke langit-langit di sore hari dengan senyum yang sama.

"Aku hanya ingin kenal lebih dekat denganmu, Shirenzo."

Kenal dekat ya.

Walaupun arti dari kenalan dekat ialah pertemanan, aku bisa saja salah mengartikan kata tersebut.

Misalnya seperti orang yang ingin menyatakan cintanya pada seseorang, dia pasti akan bingung, ragu, dan tidak percaya diri atas apa yang harus dikatakan padanya untuk bisa menyatakan cintanya yang tulus.

Berbagai kemungkinan telah dipikirkan oleh orang tersebut seperti ditolak, diputusi, dibohongi, dan diselingkuhi, semua itu bisa saja terjadi.

Karena merasa frustasi dan depresi, orang itu sendiri akhirnya menemukan cara aman yang dapat membuat dia dengan orang yang disukainya menjadi hubungan yang sama tanpa berubah yaitu menyatakan hubungan pertemanan. Biasanya orang itu akan menyatakan ingin mengenal lebih dekat dengan orang yang dicintainya. Alih-alih berteman dekat, dia ingin orang yang disukainya sadar kalau orang itu menganggap pertemanan dekat berarti pacaran secara tidak langsung.

"Baiklah, aku menyerah. Kurasa kau boleh ikut denganku ketika kita libur bekerja di hari yang sama. Bagaimana menurutmu, Shirinsa?"

"Kurasa ide yang bagus, Shirenzo. Kalau begitu sudah diputuskan ya, kamu dan aku, kita berdua akan pergi ke event berduaan nanti."

"Ya."

Dengan jawaban yang yakin seperti tadi, aku rasa ini adalah tindakan yang tepat. Kalau aku menggantungkan pertanyaan Shirinsa tanpa bisa menjawab, dia pasti akan penasaran dan tidak bisa tidur setiap malam.

Tak hanya itu, ada kemungkinan kalau rasa penasaran Shirinsa atas jawaban yang sengaja aku gantungkan akan membuatnya selalu bertanya dimanapun kami berada. Sesuatu seperti itu sangat merepotkan untukku bisa terima kalau setiap hari di pekerjaan, orang-orang selalu memasang ekspresi iri dan benci atas kedekatan kami.

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!