Berdasarkan informasi yang diberikan oleh Gerald, Penasihat Raja yang menjelaskan bahwa manusia seringkali mengalami penurunan populasi atas iblis yang selalu menghabisi manusia dengan keji, terutama pada kaum wanita.
Mereka yang selalu membakar rumah-rumah, melenyapkan nyawa tak bersalah, serta menghancurkan mental para wanita dengan melakukan **** adalah tindakan yang tidak dapat dimaafkan.
Aku paham atas masalah yang dialami oleh manusia saat ini, tapi satu-satunya masalah yang sedang aku hadapi bukanlah hal tersebut.
"....."
Tidak peduli bagaimana aku mengulanginya, aku tidak melihat ada warna di dalam bola sihir berbentuk lingkaran yang terlihat seperti mutiara kerang, perak dan berkilauan yang transparan.
Kata Silvaire, seseorang dapat memiliki kemampuan dan sihir tergantung dari tiga tingkatan yaitu satu warna, dua hingga tiga warna, dan terakhir ialah beberapa warna dalam satu kali muncul adalah perbedaannya.
Satu warna melambangkan arti orang tersebut memiliki kemampuan dan mana yang terbilang rendah, dua hingga tiga warna melambangkan arti orang itu memiliki kemampuan dan mana yang terbilang cukup, beberapa warna yang muncul dalam satu kali terlihat melambangkan bahwa orang tersebut terbilang cukup kuat.
Hanya itu yang dapat aku ketahui dari warna-warna yang digunakan dalam mengukur tolak ukur setiap orang di dunia ini.
Aku sendiri tidak ada satupun warna.
Dengan kata lain, aku adalah orang yang tidak beruntung karena tidak memiliki apapun, tapi itu bukanlah akhir untukku karena aku akan melakukan segala macam upaya agar mendapatkan warna tersebut dengan usaha yang maksimal.
"Apakah kau sedang sibuk, Shirenzo?"
Gawat, aku harus menyembunyikan bola kristal ini terlebih dahulu.
Meletakkannya di bawah kasur milikku, aku kembali ke posisi tenang dan mulai meneriakkan ini pada Silvaire.
"Tidak, aku tidak sibuk."
Dia pun masuk ke dalam sambil melihat ke sekeliling, mungkin dia sedang ragu-ragu apakah dia benar-benar tidak mengganggu aku atau tidak, sesuatu seperti itu bisa saja sedang dia pikirkan.
"Apakah kamu mau berkunjung ke Kamp Pelatihan Prajurit?"
"Kamp Pelatihan Prajurit?"
"Ya. Meskipun kamu tidak memiliki warna saat diukur oleh bola sihir, aku ingin kamu mengetahuinya melalui latihan fisik jika kamu berkenan."
Kedengarannya menarik.
Tapi, apakah aku bisa melakukannya karena usahaku sendiri, aku mulai meragukannya.
Sudahlah. Pikirkan itu nanti, saat ini yang perlu dilakukan adalah berusaha maksimal mungkin agar aku bisa menjadi seorang pahlawan yang mampu membawa kedamaian dan ketenangan di dunia ini.
"Tolong tunjukkan jalannya padaku, Silvaire!"
"Baik."
Aku dan Silvaire pergi meninggalkan kamar, menelusuri koridor istana, serta menaiki beberapa anak tangga hingga akhirnya kami sampai di Kamp Pelatihan Prajurit.
"Bagaimana menurutmu, Shirenzo?"
"Luar biasa."
Secara keseluruhan, Kamp Pelatihan Prajurit adalah ruangan terbuka dengan dataran hijau setapak dan permukaan tanah yang tidak memiliki pintu luas melainkan hanya lubang besar di dalamnya.
Tak hanya itu, tenda-tenda yang berbaris di setiap sisi ruangan, serta tenda yang berada di tengah terlihat lebih besar, beberapa box kayu yang terdapat beberapa senjata seperti; pedang, tombak, busur panah, perisai terlihat, serta boneka-boneka kayu yang terdapat jerami di lengan, kepala, dan kakinya diikat di bambu panjang yang dilengkapi dengan zirah membuat mereka sedang berlatih.
Benar-benar nuansa fantasi yang sedang aku dambakan sebelumnya di dunia nyata yang telah lama sirna di masa mudaku, kini hadir kembali menggebu-gebu di dalam jiwa Otaku milikku.
"Hmmm...."
"Tampaknya anda sedang berkunjung untuk melihat kami ya, Tuan Pahlawan."
"Tidak, aku kemari karena aku ingin tahu latihan kalian seperti apa."
Di depanku, seorang pria bertubuh kekar dan berotot, berkulit coklat, berambut putih mohawk, serta zirah yang mengenakannya terbilang cukup bagus dengan warna perak, dan logo berwarna merah berupa garis terlihat jelas di tubuhnya.
"Apakah anda ingin mempelajari teknik pedang?"
"Apakah boleh?"
"Tentu. Jika anda tidak keberatan, saya akan mengajarkan itu pada anda."
Sip. Ternyata dia adalah orang yang baik ya.
"Tunggu sebentar, Shirenzo!"
"Ada apa, Silvaire?"
Aku dan Paman Berotot ini berhenti sambil menoleh ke arah Silvaire yang sedang menatapnya dengan serius karena suatu hal.
"Kamu lupa memperkenalkan diri, Paman Steven."
"Ya, kau benar, Nona. Maaf atas kesalahanku sebelumnya."
Dengan membungkuk sedikit menurun tubuhnya, kata-katanya terdengar sangat dalam yang mungkin bisa diartikan olehku sebagai penyesalan atas kelupaan tentang memperkenalkan diri padaku.
"Namaku adalah Yuzuki Steven, anda bisa memanggil saya dengan nama saya tanpa perlu formal."
"Tidak-tidak, aku tidak bisa melakukannya karena paman adalah orang tua jadi aku akan memanggilnya dengan nama Paman Steven."
"Orang tua ya."
Entah bagaimana aku melihatnya, doa sepertinya terlihat tidak senang atas kata-kataku tadi yang terlihat rumit di ekspresinya antara marah, bingung, dan benci pada kata-kata tadi.
"Baiklah, Tuan Pahla–"
"Jangan panggil aku Tuan Pahlawan, Paman, panggil aku dengan nama biasa saja. Mengerti?"
"Ugh..."
Secara keseluruhan, aku bisa memahami wajah ketidaksukaannya saat aku menyuruhnya untuk memanggilku dengan nama biasa daripada nama formal, itu terdengar merepotkan.
Kalau dipikir kembali, aku belum benar-benar resmi menjadi seorang pahlawan. Tidak ada satupun warna yang dapat aku peroleh, kemampuan dan kekuatan yang kumiliki juga tidak tahu apakah dapat muncul dan berkembang atau tidak, itu sebabnya aku ingin dia tidak memanggilku dengan formal.
"Baiklah, Tuan Shirenzo, apakah anda siap untuk melakukannya?"
Dia benar-benar tidak bisa menghilangkannya ya.
Sudahlah. Lebih baik membiarkannya tetap seperti itu daripada memaksanya memanggilku dengan nama biasa, aku takut dia akan dianggap melanggar aturan yang ada yang aku tidak tahu tentang peraturan untuk orang-orang mereka terhadapku, seorang pahlawan yang dipanggil oleh mereka.
"Ya, aku siap."
•••••
Steven menunjukkan pada Hiragaki sambil berjalan menuju tenda yang berukuran besar yang terdapat beberapa box kayu berisikan beberapa senjata untuk membiarkan dia memilihnya.
Hiragaki yang melihat-lihatnya dengan ekspresi senang mengambil senjata pedang biasa, menariknya dari dalam box, tapi gagal untuk dikeluarkan.
Kenapa aku tidak bisa melakukannya?
Rasa heran mulai muncul dalam pikirannya.
Tidak dapat mengangkat berat pedang yang terlihat ringan, Hiragaki mencobanya sekali lagi, tapi gagal untuk melakukannya karena itu berat yang membuat tubuhnya terasa pegal dan lelah dalam mengangkatnya.
"Apakah anda baik-baik saja, Tuan Shirenzo?"
"Ya, aku baik-baik saja."
Mengubah pilihannya, Hiragaki mengambil sebuah tombak panjang berwarna perak dengan pegangannya yang hitam, terasa ringan dan mudah untuk dibawa namun sulit untuk dicoba dalam bertarung, setidaknya itulah pikir Hiragaki.
"Baiklah. Sekarang mari lihat gerakan saya, Tuan Shirenzo."
Steven yang berjalan mendekati salah satu boneka kayu dengan zirah di tubuhnya, mundur beberapa langkah menjaga jaraknya dan menyiapkan gerakannya; pedang yang ada di tangan kanannya di sisi dekat wajahnya, tubuhnya yang sedikit menunduk, kaki kirinya yang ke depan menekuk, kaki kanannya yang kebelakang miring dan menekuk, serta tangan kirinya yang sejajar yang mengepal kuat terlihat siap untuk melakukannya.
"Hiiiyaaaa!"
Seluruh pusaran angin spiral mengelilingi tubuhnya, menyalurkannya langsung ke ujung pedang, menciptakan pusaran gelombang yang langsung menghempaskan boneka zirah yang terjatuh ke permukaan tanah dengan mudah.
"Hebat sekali."
Terperangah melihat kehebatan dari Steven, Hiragaki berpikir itu bukanlah teknik pedang biasa, tapi teknik pedang sihir yang seringkali dibacanya dalam novel fantasi kesukaannya.
Ada kalanya orang melakukan teknik pedang biasa, itu hanya cara dia bergerak, menghindar, menangkis adalah hal-hal dasar dalam teknik pedang biasa, tapi Steven menunjukkan kekuatannya pada sihir di pedangnya membuat daya tempurnya lebih kuat dan hebat, itulah apa yang ditangkap Hiragaki dalam perhatiannya selama ini.
"Bagaimana menurut anda, Tuan Shirenzo?"
"Kau benar-benar hebat, Paman Steven."
"Terimakasih."
Tertegun sejenak sambil melihat Hiragaki yang memegang tombak dengan tangan gemetar, Steven mengambilnya tanpa berbicara lebih dulu untuk izin dan meletakkannya di box.
"Apa yang kau lakukan, Paman?"
Terlihat ketidakseimbangan di wajah Hiragaki membuat orang-orang yang sedang berlatih beralih ke arahnya, terkejut atas emosinya yang meluap-luap tanpa ampun.
Steven yang menerima kekesalannya, mengabaikannya dan terus-menerus mencari senjata yang tepat untuk dilakukan Hiragaki dalam latihan. Meskipun tidak tahu apakah ada senjata tersebut atau tidak, Steven tidak mengatakan apapun melainkan menerima emosi meluap-luap Hiragaki secara keseluruhannya dalam diam.
"Ini dia untuk latihan anda, Tuan."
Di tangan kanannya yang mengarah pada Hiragaki, dia terkejut atas apa yang diberikan Steven adalah pedang kecil yang ketajamannya terbilang cukup ampuh saat Steven mencobanya menggores sedikit jarinya, dan ringan untuk dipakai.
Cocok untuk Hiragaki, pria yang tidak memiliki pengalaman tempur terhadap latihan yang akan dijalaninya; pedang dan tombak takkan berguna, begitupun busur panah yang membutuhkan kondisi khusus dalam melakukannya.
"Bagaimana menurutmu, Tuan?"
"Ringan dan mudah digunakan. Terimakasih, Paman."
Setelah mengayunkan beberapa kali pada pedang pendeknya, Hiragaki tersenyum yang membuat Steven bersyukur bahwa pilihannya tepat.
Jika dia salah memilihnya, satu-satunya opsi terakhir yang dapat Steven berikan adalah busur panah yang membutuhkan kondisi khusus dalam menggunakannya akan diajarkan pada Hiragaki, tapi sepertinya dia tidak perlu melakukannya karena dia sudah menemukan pedang kecil yang cocok untuknya latihan.
"Baiklah, Tuan, sekarang karena anda tidak memiliki kemampuan dan sihir di dalam diri anda, saya akan ajarkan teknik pedang biasa pada anda."
Steven yang meletakkan pedangnya di dekat tenda yang ditancapkan ke permukaan tanah beralih ke pedang kecil sama seperti yang dimiliki Hiragaki, berjalan ke boneka kayu zirah dan bersiap untuk menunjukkan teknik dasar pada Hiragaki tentang latihannya.
Tarik nafas dan keluarkan, tatapan Steven tertuju pada boneka yang menjadi targetnya. Melompat berkali-kali, Steven bergerak zig-zag yang diseimbangkan dengan kecepatan sedang lalu menancapkan pedang kecilnya di bagian lehernya.
"Bagaimana menurut anda, Tuan Shirenzo?"
"Hebat... benar-benar hebat."
Secara keseluruhan, gerakan dan cara menghindar yang dilakukan oleh Steven terbilang cukup bagus dan akurat untuk dilihat. Tapi yang masih menjadi keraguan Hiragaki adalah apakah dia bisa melakukannya atau tidak, dia benar-benar bingung dalam mencobanya.
"Jangan putus asa, Tuan!"
"Aduh..."
Steven yang berjalan mendekatinya, memukul pelan pada punggung Hiragaki membuat dia kesakitan sesaat, tersadar dari lamunannya dan menatap Steven dengan ekspresi yakin bahwa dia bisa melakukannya juga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments