Ch. 9:Mengorbankan Diri

Pintu didobrak dengan keras oleh tendangan.

Seluruh pasukan tentara yang memasuki, membidik ke setiap tempat yang tidak ada siapapun di dalamnya terus menelusuri ruangan, mereka tidak menemukan adanya keberadaan pelaku yang artinya situasi sudah aman, namun dalam kondisi waspada.

"Apakah mereka ada?"

"Tidak, mereka tidak ada."

Mendengar laporan dari pemimpin pasukan tentara, Mitsuki mengklik lidahnya, kesal bahwa mereka tidak menemukan pelakunya.

Apakah mereka lari atau...

Bunyi dari selongsong peluru terdengar dari dalam. Tidak hanya sekali, tapi rentetan tembakan dilakukan berulang kali di dalam ruangan membuat Mitsuki yang berada diluar, tercengang atas situasi yang tak terduga.

"Cih... ini benar-benar merepotkan."

Menoleh ke arah Yamaguchi dan grupnya, Mitsuki memberikan aba-aba menggunakan salah satu tangannya yang membentang menandakan bahwa mereka tidak seharusnya masuk karena itu akan bertindak ceroboh.

"Tidak berguna."

Hiragaki yang sedari tadi menunggu di pintu masuk, dia mengambil paksa pada salah satu perisai tentara yang berjaga yang dapat melindunginya, masuk ke dalam ruangan dengan cepat.

"Tunggu, Hiragaki! Itu sangat berbahaya!"

Mitsuki yang mengejarnya tidak sempat menahannya karena Hiragaki sudah memasuki ruangan tanpa dapat ditahannya.

Kesal atas ketidakberdayaan yang dilakukannya, Mitsuki meminta pada tentara di sampingnya sebuah senjata yang telah siap untuk ditembakkan, memasuki ruangan.

Di lantai kedua di dekat tangga, keempat pria dengan setelan jas hitam, berkacamata hitam, bermasker hitam sedang menembakkan peluru ke lantai yang ada di bawahnya.

Ini benar-benar merepotkan.

Hiragaki yang menundukkan kepalanya, mengintip dari balik perisai yang menahannya dengan kuat sambil menerobos masuk ke kedalaman meninggalkan seluruh tentara yang ada.

"Hiragaki!"

Tiga kali tembakan dilakukan Mitsuki yang mengenai kedua pria di bagian dada mereka yang membuat mereka terjatuh ke bawah, sedangkan satu pria lagi menunduk untuk melindungi dirinya.

Mengumpat di tengah-tengah pasukan tentara, Mitsuki sebisa mungkin mencari tahu berapa banyak jumlah yang dimiliki oleh musuhnya. Ada sekitar 10 orang yang berada di kedua sisi di lantai atas, masing-masing dari mereka dipersenjatai AK-47 yang bersembunyi dibalik dinding, yang sekarang tersisa 6 orang.

Beberapa tembakan yang mengenai pria serba hitam pada penampilannya membuat jumlah mereka berkurang, dari 6 orang menjadi 3 orang yang artinya Mitsuki bisa serahkan pada mereka sambil membawa perisai yang diambilnya dari salah satu pasukan tentara yang gugur.

•••••

Hiragaki POV

"Yawagusa, dimana kau? Yawagusa!"

Aku tidak tahu dimana aku berada, tapi dilihat dari banyaknya tumpukan kardus, aku bisa pastikan ini berada sama persis seperti di foto yang ada di ponsel Mitsuki mengenai Yawagusa yang diikat dan diculik oleh mereka, orang-orang yang dibayar oleh Shirinsa.

"Yawagusa, cepat berteriak! Aku kemari untuk menyelamatkan dirimu."

Ini...

Secara tidak sengaja, aku menendang tumpukan kardus yang menyebabkan mereka rubuh dalam sekejap, memperlihatkan sosok yang kukenal sedang tergeletak di lantai tak sadarkan diri.

"Yawagusa!"

Membuka ikatan, aku melepaskan mulutnya dari tali yang sengaja diikat, dan ikatan yang ada di tangan dan kaki, semua berhasil aku lepaskan dengan mudah.

Melihat kondisi Yawagusa, aku berpikir dia telah berjuang sungguh-sungguh dalam melakukan yang terbaik. Dilihat dari bekas merah yang sepertinya dia terus-menerus ditampar, dia juga terlihat dilecehkan melalui seragam biru mudanya yang terbuka kancingnya, seseorang pasti melakukan sesuatu padanya.

Sial, aku datang terlambat!

Derap langkah kaki terdengar menggema ke arahku. Perlahan-lahan mendekat, dan mendekat lalu berhenti tepat di depanku, menepuk tangan dengan keras atas apa yang dilakukannya.

Aku tahu siapa dia tanpa perlu membalikkan tubuh padanya. Ya, dia adalah Shirinsa Nao, si ****** yang telah menipuku selama ini sekaligus telah menganiaya Yawagusa.

"Selamat ya, Hiragaki. Berkatmu, gadis itu telah kehilangan keperawanannya."

Wanita brengsek ini... dia takkan aku maafkan.

Sebisa mungkin aku menenangkan pikiran dari amarah, mengubah sisi negatif menjadi positif untuk dapat kembali ke ketenangan, dan tersenyum padanya saat membalikkan tubuhnya, dia terlihat terkejut atas sikapku yang terlihat biasa tanpa terguncang sedikitpun oleh kata-katanya.

"Benarkah? Aku sendiri tidak yakin akan hal itu."

"Sejujurnya aku tidak mau menggunakan ini padanya, tapi karena dia melawanku sebelumnya, aku terpaksa melakukannya."

Shirinsa yang menunjukkan pergelangan tangannya tergores oleh benda tajam yang telah mengering luka-lukanya, dia menunjukkan senyum yang tak kenal takut padaku bahwa dia benar-benar melakukannya tanpa pandang bulu sedikitpun pada orang tak bersalah.

"Apakah kamu paham?"

"Ya, aku paham."

Meskipun ini adalah kesalahan yang diperbuat oleh Yawagusa, tetap saja Shirinsa yang menjadi dalang dibalik penyerangan dia dan menjebak temanku, Mitaki adalah hal yang tak dapat dimaafkan.

"Kamu sepertinya tidak bisa memaafkan aku ya."

"Ya, kau telah melakukan tindakan kejahatan atas semuanya."

"Aku melakukannya demi dirimu."

"Diriku? Jangan bercanda! Kau hanya melakukannya untuk menjadikan aku sebagai milikmu sepenuhnya bukan?"

Dia terkekeh, tertawa terbahak-bahak dan puas atas kata-kataku.

Sial. Apa yang lucu dari kata-kataku, dasar brengsek!?

Ingin sekali aku memukulnya dengan cepat agar menyelesaikan masalah, tapi aku tidak tahu apakah dia memiliki senjata tajam yang tersembunyi dibalik pakaiannya ataukah sebuah pistol yang diletakkan di titik buta yang dapat menembak ke arahku saat aku lengah darinya.

Aku harus berhati-hati mulai sekarang. Mengingat aku hanya memiliki perisai yang ada di tangan kananku, aku tidak tahu apakah mendekatinya dengan mudah adalah tindakan yang wajar atau ceroboh, aku harus memikirkan ulang tentang hal tersebut.

"Hei Hiragaki, menurutmu apakah aku benar-benar seorang penjahat?"

"Entahlah, aku sendiri tidak tahu."

Memperhatikan Shirinsa yang mengelilingi aku, aku yakin dia sedang mengujiku.

Jika orang lain menanyakan apakah dia jahat, kau harus menjawabnya dengan jawaban sebaliknya. Alasannya sederhana yaitu kalau kau sayang nyawa, lebih baik kau berbohong demi kelangsungan hidup yang lama, sebaliknya, jika kau tidak menyayangi nyawa, kau bisa langsung mengutarakan kejujuran di atas segalanya, tapi sebagai gantinya kau akan kehilangan hidupmu.

"Apakah kamu berbohong?"

"Tidak, aku mengatakan sejujurnya bahwa aku sendiri tidak tahu atas hal tersebut."

Sial. Aku hanya seorang diri, dia juga seorang diri, tapi firasat aku mengatakan ada sesuatu yang disembunyikan dari pakaian Shirinsa.

Tapi, apa itu? Kenapa aku tidak bisa mengetahuinya? Apakah dia menyembunyikannya secara sempurna?

"Aku mengerti. Dengan kata lain, kamu tidak sama seperti orang lain yang menganggap bahwa aku adalah gadis licik dan jahat."

"Tergantung dari ceritamu, aku akan menilainya berdasarkan informasi yang berhasil kau katakan padaku."

"Aku paham."

Langkah kakinya yang terhenti, dia terkekeh padaku sambil menundukkan wajahnya, dan kedua tangannya yang berada di belakang punggungnya benar-benar membuatku yakin itu akan dikeluarkan sekarang.

Harus bagaimana ini? Mungkinkah menyelamatkan Yawagusa adalah prioritas utama?

Cih, berpikirlah sesuatu dalam kondisi terdesak seperti ini, Diriku!

Terus-menerus memperhatikan kondisi sekitar, aku sulit menemukan jalan keluar dengan celah yang berhasil dibuat melalui perisai milikku. Yang menjadi masalah ialah apakah pergerakan Shirinsa lincah dan cepat seperti seorang prajurit tentara atau sebaliknya, aku masih bingung dalam hal tersebut.

Itu....

Aku mengerti sekarang.

"Hiragaki, aku ingin sekali memiliki dirimu saat ini, tapi gadis itu... dia dengan mudahnya merebut segalanya dariku jadi aku memberinya trauma berat atas apa yang dialaminya."

Dengan cepat, Shirinsa berlari ke arahku bersama dengan pisau di lengan kanannya dan pistol revolver di tangan kiri, keduanya sulit untuk dihindari.

Memundurkan tubuhku, aku menghindari pisau yang mencoba menebas perutku, begitupun dengan perisai yang ada di sisiku, aku langsung menutupi tubuhku agar tidak terkena tembakan darinya.

Ini benar-benar gawat.

Salah sedikit, nyawaku langsung tiada.

"Kamu benar-benar menarik ya, Hiragaki. Gerakan yang kamu miliki terbilang cukup bagus, tapi kamu terbilang lambat."

Dia benar.

Aku tidak ahli seperti Yama, pintar seperti Mitaki, aku hanya pria bodoh yang ceroboh yang mementingkan urusan pribadi seperti; dendam dan kebencian terlebih dahulu, tanpa memikirkan rencana yang matang dan persiapan seperti beladiri, aku sama sekali mengabaikannya.

Tapi, aku ingin sekali berguna bagi seseorang saat ini.

"Mustahil."

Memegang pistolnya, aku melepaskan perisai yang melindungi aku untuk mengabaikan pertahanan mutlak, membiarkan pisau tersebut menancap di perut bagian kiri membuatku terasa sakit saat menahannya.

"Kamu... apakah kamu gila? Aku... aku..."

Aku mengerti sekarang.

Dia tidak ingin melenyapkan maupun melukai aku, dia hanya ingin mengetes sejauh mana aku mampu bertahan, tapi dia terlalu naif karena berpikir aku tidak akan berkorban dengan menghilangkan pertahanan, aku berpacu pada waktu untuk bisa menjatuhkan pistolnya dan membiarkan dia menusukku.

"Guh..."

Sial. Semakin banyak aku bergerak, luka yang disebabkan semakin terasa sakit. Darah yang terus-menerus keluar tiada hentinya membuatku menahannya dengan tangan kiri, tersenyum percaya diri padanya.

"Bagaimana? Apakah kau benar-benar berpikir bahwa aku adalah pria lemah?"

"Kamu..."

Mengambil pistol dan menodongkannya di kepalaku, aku mendekati wajahku padanya untuk membiarkan dia menembakkannya dengan segera.

"Lakukanlah!"

"Aku... aku tidak bisa melakukannya. Aku tidak ingin kehilanganmu."

"Lakukanlah!"

"Tidaaaaak!"

Melepaskan pistolnya, aku menggeliat di lantai untuk mencapai pistol selama Shirinsa terlihat putus asa dalam memutuskan untuk melakukan apa padaku.

Ini adalah kesempatan yang bagus, tapi sekaligus tindakan yang ceroboh karena aku masih terluka akibat pisaunya, luka yang begitu dalam benar-benar membuatku semakin lemah dan tak berdaya.

Aku harus bisa melakukannya.

Mengangkat perlahan-lahan, pandanganku yang terasa samar-samar membidikkan ke arah Shirinsa lalu menembaknya.

Entah apakah mengenainya atau tidak, aku ragu itu tepat sasaran.

"Guh..."

Semakin banyak darah dan rasa sakit, aku sudah tidak tahan lagi.

Apakah ini akhirnya?

Sial, aku tidak ingin mati sama sekali. Meskipun aku memiliki impian di masa sekolah untuk bisa bereinkarnasi di dunia fantasi, aku yakin itu hanyalah dongeng semata jadi aku sudah tidak berharap banyak pada hal tersebut.

Satu-satunya yang menanti diriku bukanlah dunia fantasi seperti dalam novel yang ada melainkan akhirat, alam lain yang terdiri dari surga dan neraka, tempat dimana kebaikan dan kejahatan yang kita lakukan selama ini dinilai dari kehidupan lama kita.

Apakah aku benar-benar harus meninggalkan semuanya?

Pandanganku terasa gelap, tubuhku terasa dingin, aku tidak dapat mendengar apapun.

Maafkan aku, Mitaki, Yama, aku telah sepenuhnya menyalahkan kalian, aku harap kalian dapat memaafkan aku, sahabat baik kalian, dan dapat hidup tanpaku.

Semakin banyak penyesalan yang dapat kurasakan, kenangan indah yang terjalin diantara kami berputar ulang layaknya rekaman di kepalaku membuatku menangis penuh penyesalan.

Selamat tinggal, Kawan-kawan.

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!