Cuaca pagi terasa sangat cerah. Udaranya yang dingin dan cahaya mentari yang hangat, keduanya benar-benar membuat tubuh menjadi lebih nyaman di pagi hari.
Dalam perjalanan menuju pekerjaan, aku menggenggam smartphone yang ada di tangan kanan. Mengamatinya cukup lama, aku menggeser layar yang ada di dalam smartphone.
Bisa dikatakan saat ini, aku sedang membaca sebuah novel yang kusukai. Novel dimana seorang Pahlawan berjuang untuk dunia barunya membuat setiap cerita bergenre fantasy selalu memiliki alur yang sama.
Menghentikan menatap layar smartphone, aku mematikan layar dan memasukkannya ke dalam saku celana. Akan lebih baik jika aku membacanya nanti setelah aku tiba di pekerjaan daripada harus membacanya di sepanjang perjalanan, ini terasa lebih merepotkan.
Selain harus memperhatikan setiap langkah, aku juga harus memperhatikan sekitar agar terhindar dari musibah seperti kecelakaan dan kerampokan karena kecerobohan dalam berjalan tanpa memperhatikan sekitar.
"....."
Melihat situasi yang ramai di Halte Busway, aku pergi ke arah kursi untuk mencari kursi yang kosong.
Satu-persatu, aku amati pada kursi yang disediakan. Dari kebanyakan kursi yang aku lihat, hanya satu kursi yang terlihat kosong yaitu kursi yang cukup jauh dari tempat Halte Busway. Kemungkinan akan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk bisa masuk ke Busway dari kursi kosong tersebut jadi aku mengabaikan kursi kosong dan memilih untuk berdiri daripada harus berlari demi mendapatkan kursi kosong dari jarak yang cukup jauh.
"Akhirnya datang juga ya."
Busway datang dan berhenti di Halte Busway.
Semua orang yang sudah menunggu mulai memasuki kedua pintu Busway secara bergantian. Aku masuk di barisan ke sepuluh dari pintu depan jadi aman untukku mendapatkan kursi kosong dari depan daripada harus berdiri di sepanjang jalan, aku rasa itu lebih merepotkan.
"Harap yang belum mendapatkan kursi, disegerakan untuk duduk. Bagi yang tidak mendapatkan kursi, harap berpegang pada besi yang menggantung yang telah kami sediakan."
Aku rasa pengumuman ini sudah biasa mereka lakukan setiap harinya.
Walaupun aku belum biasa pada awalnya mendengar pengumuman seperti tadi, aku rasa waktu berlalu dengan cepat sehingga aku mulai terbiasa dengan pengumuman tadi layaknya rutinitas harian yang selalu aku alami dan lakukan di setiap waktu di berangkat kerja maupun waktu pulang kerja, aku selalu tahu atas pengumuman tersebut.
•••••
Di sebuah Mall, keramaian terjadi di setiap toko yang ada. Mulai dari restoran mewah, warteg, rumah makan padang, serta beberapa toko lainnya seperti toko baju, toko permainan, toko emas, serta toko buku, semua dipadati oleh orang-orang yang berkunjung hendak membeli apa yang mereka ingin beli.
"Permisi, apakah ada celana yang ukuran besar?"
"Celana ukuran besar ya."
"Tunggu sebentar!"
Di salah satu toko baju, seorang pria berambut biru navy, bertubuh kurus tanpa otot tangan, perut dan kaki, serta memiliki tinggi sekitar 168 cm berjalan ke arah wagon, keranjang yang disediakan untuk tumpukan celana dirapihkan di depan untuk melihat celana yang tersedia di dalamnya.
Dimana ya kira-kira ukuran besar?
Perlahan-lahan, pria itu mencari satu-persatu dari tumpukan celana yang telah rapih yang dia letakkan sebelumnya menjadi berantakan kembali.
"Ah, ketemu. Ini dia, Pak!"
Diberikan celana hawai berukuran jumbo pada pria yang berusia sekitar 45 Tahun untuk melihatnya dengan cermat.
Pria tersebut melebarkan celananya dan memastikan apakah itu muat untuk ukurannya atau tidak. Terlepas dari ukurannya yang jumbo, ada kemungkinan kalau jumbo yang ada di celana ini tidak pas dengan ukurannya sehingga dia harus pastikan lebih jelas pada dirinya, apakah itu muat atau tidak, dia harus mencobanya terlebih dahulu.
"Bisakah aku mencobanya?"
"Ya."
"Dimana letak kamar ganti?"
"Di sana, Pak, yang ada pintu coklat berbaris sejajar."
Mengamati dengan seksama arah tunjuk pria yang melayaninya, pria yang menjadi konsumen tersenyum pada keramahan pelayanan yang pria itu berikan padanya.
"Terimakasih, Nak."
"Ya."
Melihat konsumen tadi pergi, pria berambut biru navy menghela napas lega.
Sulit baginya untuk mempertahankan sikap ramah dan baik pada konsumen. Terlepas dari sikap orang-orang di pekerjaannya yang selalu mencari masalah terhadapnya, pria itu juga harus bisa menjaga keramahan dan kebaikan terhadap konsumen yang mengunjungi dan bertanya.
Kalau tidak, dia akan dipanggil ke kantor dan dimintai keterangan seperti yang pernah dilakukannya dulu sewaktu pertama kali bekerja di toko tempatnya sekarang. Ketika masalah datang menimpanya, pria itu, Hiragaki, memasang ekspresi kesal dan benci pada konsumen sehingga dia harus berakhir di kantor dengan menjelaskan semua alasannya.
Walaupun dia telah menjelaskan alasannya, Kepala Toko dan Wakil Kepala Toko tidak membantunya, sebaliknya, mereka hanya berpikiran kalau itu adalah hal umum dalam pekerjaan yang membuat Hiragaki menjadi kesal dan benci pada pernyataan mereka berdua yang membela orang-orang yang melakukan kesalahan daripada dirinya sendiri yang menjadi korban.
"....."
Bel berbunyi dengan keras. Semua karyawan yang mendengar bel tersebut bahagia dan senang atas bel yang berbunyi menandakan kalau waktu istirahat tiba bagi mereka, para karyawan yang masuk di shift pagi.
Menyudahi kesibukannya dalam merapihkan celana, Hiragaki bergegas pergi untuk istirahat terlebih dahulu daripada harus sibuk merapihkan dan membereskan celana yang berantakan kembali menjadi celana rapih.
"Mau kemana kau, Shirenzo?"
"Istirahat."
Dengan nada dingin, Hiragaki mengatakannya sambil pergi tanpa mempedulikan orang yang menanyakan itu padanya tadi. Meskipun orang itu ialah Supervisor Area, dia tetap salah dalam memperlakukan orang-orang yang bekerja di toko ini. Sikapnya yang buruk, pilih kasih, suka membenci, dan suka membicarakan keburukan orang merupakan sikap yang Hiragaki benci dari dirinya.
Setiap kali Hiragaki melihat sikap dan ekspresi dari Supervisor Area, dia selalu ingin pergi begitu saja daripada harus meladeni perkataan dan sikapnya, itu sama seperti meladeni orang yang sakit jiwa dan terkena gangguan mental pada diri mereka yang tidak akan mengerti perkataan orang lain yang ada di depannya.
Merepotkan. Dia benar-benar merepotkan untuk bisa diajak berbicara maupun kerjasama.
Dalam diam yang cukup lama di sepanjang jalan, Hiragaki berpikir kalau berbicara dengan Supervisor Area, itu hanya akan memakan banyak waktu. Selain sikapnya yang buruk, pilih kasih, membenci seseorang, dan suka membicarakan keburukan orang lain, dia juga orang yang suka menghasut karyawan yang tidak disukainya ke karyawan yang disukainya untuk dapat mengeluarkan amarah dari karyawan yang tidak disukainya agar mereka memukulnya.
Setelah berhasil memukul Supervisor Area, dia akan mengadukan masalah ini pada Kepala Toko maupun Wakil Kepala Toko, dan hasilnya seperti yang akan diketahui oleh semua orang. Orang yang melakukan tindakan buruk pada mereka maka orang itu akan segera diberikan peringatan pernyataan selama tiga hari.
Apabila pernyataan tiga hari telah diberikan dan orang itu masih melanggarnya, sanksi yang akan dikenakan oleh orang itu ialah dikeluarkan dari pekerjaan tanpa mendapatkan gaji yang telah dia jalani selama beberapa hari atau beberapa minggu.
"....."
Berhenti tepat di depan restoran, Hiragaki melihat ke arah tulisan yang ada di atasnya dan melihat ke isi dari restoran melalui kaca putih.
"Sepi sekali ya."
Mengatakan itu pada dirinya, Hiragaki masuk ke dalam lalu memesan menu yang ingin dimakannya sekarang. Setelah memesan, dia duduk di kursi yang ada di dekat meja kasir dan mengeluarkan smartphone miliknya untuk melanjutkan membaca novel yang sempat tertunda tadi.
Kata demi kata, halaman demi halaman, dia terus perhatikan dan balik perlahan-lahan sambil membaca dengan santai.
Novel yang sedang dibacanya adalah novel bergenre fantasy. Nama dari judul novel ialah Legendary Heroes.
Legendary Heroes ialah seri novel yang menceritakan tentang sekelompok Pahlawan yang awalnya tidak memiliki kemampuan dan kekuatan menjadi memiliki kemampuan dan kekuatan. Kekuatan yang hampir setara dengan dewa, dan kemampuan yang berada di atas kewajaran orang-orang pada umumnya, tentu merupakan kelebihan dari setiap Pahlawan yang ada di cerita ini.
Yang menurut Hiragaki paling menarik ialah alur dari cerita tersebut. Alur yang seharusnya dapat ditebak oleh pembaca menjadi tidak dapat ditebak atau singkatnya plot twist.
Entah sejak kapan dia menyukainya, mungkin bisa dikatakan sejak dia masih berada di masa SMA dulu.
Di saat masih SMA, Hiragaki selalu bersama teman yang memiliki hobi dan kesukaan yang sama yaitu teman Otaku. Mereka seringkali bertukar informasi mengenai novel baik itu web novel maupun light novel, manga, serta anime satu sama lain demi memuaskan apa yang belum mereka ketahui.
Tidak hanya informasi, mereka juga seringkali mengikuti acara event yang biasa diselenggarakan di beberapa tempat yang ada di wilayahnya.
Mengingat kembali memori masa lalu, Hiragaki merasa kalau itu adalah masa-masa emas sewaktu dia menyukai anime. Dia tidak pernah menyesal menjadi Otaku sejak lama. Yang dia sesali hanya satu yaitu dia masih belum menemukan pasangan yang pas dengan hobi dan pemikiran yang sama.
Lupakanlah. Akan lebih baik jika aku fokus kembali ke novel. Kalau aku terus berpikir mengenai masa lalu maupun masa depan, aku hanya akan mengeluh maupun bangga atas apa yang terjadi maupun yang belum terjadi.
Menyudahi pemikirannya, Hiragaki mulai memusatkan pikiran dan matanya ke arah layar smartphone untuk kembali membaca dengan fokus dan konsentrasi tinggi sambil menunggu makanan tiba.
Jauh dari tempatnya berada, di pekerjaannya, di toko baju, beberapa kelompok di bagian busana dewasa saling berbicara dan berbisik satu sama lain.
"Apakah kita harus mengerjakan Hiragaki?"
"Itu benar. Dia adalah pria yang merepotkan untuk kita."
"Aku setuju."
Ketiga pria yang sedang merapihkan kemeja maupun celana, mereka saling mengatakan itu pada rekan-rekan mereka mengenai apa yang mereka rencanakan.
Mereka bertiga sebenarnya tidak menyukai keberadaan Hiragaki di toko baju tempat mereka bekerja. Selain karena dia adalah pria yang diam dan menjengkelkan, dia juga seorang pria yang seringkali melaporkan masalah mereka pada atasan dengan bukti berupa foto, video, dan rekaman yang pernah didapatkan olehnya dulu.
"....."
"....."
Ketiga pria saling bertatapan satu sama lain. Dalam tatapan tersebut terdapat komunikasi tersembunyi yang mereka lakukan untuk menjalankan rencananya.
Salah satu pria maju dan berjalan ke arah bagian celana Hawai. Pria yang berjalan ke arah celana Hawai ialah pria dengan postur kurus dan tinggi, serta rambutnya yang panjang berwarna coklat, dan kulitnya yang putih pucat seakan-akan menandakan dia adalah mayat tengkorak yang berjalan.
"Bisakah saya menggantikan anda dulu, Majime?"
"Menggantikan aku?"
"Ya. Terlepas dari tanggungjawab yang anda miliki, anda lebih baik mengurus pekerjaan yang lain daripada menghabiskan waktu anda di tempat ini."
"Kau benar."
Merenungkan apa yang dikatakan oleh Tenra, pria kurus yang tinggi dan berkulit pucat, Majime tersenyum padanya dan menepuk kedua bahu Tenra seolah sepakat dengan apa yang dikatakannya tadi.
"Mohon bantuannya ya, Tenra."
"Ya."
Menyudahi perkataan, Majime kembali mengecek persediaan yang ada di wilayah area kerjanya. Mulai dari tas, sepatu, t-shirts dewasa, kemeja dewasa, kaos bola, serta berbagai kebutuhan lainnya dia cek satu-persatu dengan teliti.
Berbeda dengan Majime yang sibuk dengan tugasnya, Tenra tersenyum senang atas keberhasilannya dalam membujuk Majime.
Bagi Tenra, Majime juga memiliki pemikiran yang sama seperti dirinya yang sama-sama membenci Hiragaki. Kalau tidak, Majime mungkin akan berpikir dua kali dan memilih untuk menetap di tempat dia bekerja tadi daripada harus pergi meninggalkan tugasnya dan menyerahkannya pada Tenra. Semuanya telah Tenra rencanakan sejak percakapan mereka bertiga tadi.
Sekarang yang aku perlukan hanya satu.
Senyum melengkung di bibirnya pada apa yang akan dia lakukan. Hatinya merasa senang dan menari-nari betapa indahnya apa yang akan membuat Hiragaki terkejut dan jengkel atas apa yang akan Tenra perbuat pada pekerjaannya.
Hiragaki POV
Ini bohong kan?
Melihat ke arah keranjang yang berantakan yang terdapat banyak celana Hawai yang tidak tertata rapih, aku hanya bisa mengepalkan kedua tangan karena rasa kesal dan benci atas apa yang sebenarnya terjadi.
Beberapa waktu yang lalu, aku tiba di pekerjaan. Setelah beristirahat yang cukup, aku melihat Tenra, pria yang tidak kusukai menjaga konter aku bekerja.
Senyumnya terlihat sangat mencurigakan yang membuat aku bertanya mengapa dia terlihat senang dan bahagia, namun semuanya telah terjawab sekarang.
Mengapa mereka melakukan sesuatu seperti ini? Mungkinkah mereka berniat balas dendam atas apa yang kulakukan pada mereka sebelumnya?
Memang aku pernah melakukan suatu tindakan yang terlalu jauh pada perbuatan dari kelompok brengsek yang selalu melakukan suatu kejahatan terhadap aku. Membully, menuduh, mengotori nama, serta mengotori reputasi aku, semuanya aku tahu dari kebusukan akal dan sikap mereka terhadap aku.
Sejak aku diperlakukan buruk oleh mereka, aku berencana untuk membalas perbuatan mereka. Mengambil smartphone untuk merekam, foto, atau bahkan video, semua kulakukan demi mendapatkan bukti agar aku bisa terbebas dari pencemaran nama baik aku maupun harga diriku yang terinjak-injak oleh mereka.
Hasilnya dapat diketahui, mereka yang terbukti bersalah harus diliburkan selama seminggu maupun dua minggu, dan dipotong gaji selama mereka libur merupakan keputusan yang tepat.
Yah, walaupun Kepala Toko dan Wakil Kepala Toko tidak mempercayai aku, tapi setidaknya ada bukti, mereka dapat mempercayai apa yang aku katakan. Aku masih bersyukur atas keadilan mereka terhadap orang-orang jahat seperti mereka.
"Huh...."
Menyedihkan sekali.
Setelah aku berhasil membuat mereka mengakui perbuatan salah, mereka justru ingin membalas dendam atas apa yang pernah kulakukan terhadap mereka. Tentunya aku tidak akan tinggal diam mengetahui apa yang mereka lakukan sekarang.
Terlepas dari siapa mereka, aku lebih memilih untuk membuat perhitungan yang cukup matang atas perbuatan mereka padaku sekarang. Walaupun mereka tidak melakukannya langsung terhadapku, itu tetap membuatku merasa seperti mereka sengaja melakukan ini untuk menambah beban pekerjaan yang kulakukan sekarang.
Sial. Lupakan masalah mengenai kelompok brengsek. Akan lebih baik jika aku fokus pada pekerjaan dan melayani konsumen seperti biasa untuk menghindari masalah lain yang akan menanti aku.
Waktu berlalu sangat cepat. Suasana yang tadinya sepi di konter aku bekerja, sekarang menjadi ramai dipenuhi oleh pengunjung.
"Lihat ini, Sayang!"
"Apakah kamu ingin membelinya?"
"Ya."
"Bukankah itu terlihat cantik untuk dikenakan sebagai celana buat dalaman?"
"Kamu benar."
Kebanyakan dari pengunjung yang sedang ada di konter ialah sepasang kekasih, sekelompok wanita, serta beberapa para pria yang sedang melihat-lihat tanpa mengatakan apapun yang membuat aku merasa senang atas kehadiran mereka.
"Permisi, bisakah aku tanya celana ukuran 3/4?"
"Celana ukuran 3/4 ya."
Kalau tidak salah, aku rasa celana itu masih ada, namun celana yang dicari kemungkinan besar berbeda dari celana yang ditunjukkan olehnya padaku tadi.
"Ada. Akan tetapi, celana 3/4 seperti ini. Apakah tidak apa-apa, Pak?"
"Biar kulihat dulu!"
Aku harap dia menyukainya.
Jika dia menyukainya, ada kemungkinan kalau dia akan membelinya. Sebaliknya, jika dia tidak menyukainya, dia akan memilih untuk pergi tanpa tertarik pada celana yang aku tunjukkan padanya tadi.
"Apakah hanya ada warna ini?"
"Tidak, ada banyak warnanya."
"Ini dia!"
Menunjukkan padanya celana yang aku tunjukkan tadi, pria itu merasa tertarik untuk melihat-lihat terlebih dahulu.
Akan lebih baik jika aku membiarkan dia memilihnya terlebih dahulu. Kalau tidak, aku hanya akan terlihat memaksanya yang akan membuatnya tidak nyaman sehingga dia pergi begitu saja.
"Apakah ada celana bola?"
"Celana bola ya."
Mengingat letak dimana celana bola berada, aku mencoba untuk mencarinya terlebih dahulu.
Celana bola berada di keranjang yang cukup jauh dari celana Hawai. Mereka biasanya berada di bagian celana basket maupun celana olahraga yang sengaja aku pisahkan agar aku tidak kebingungan mencarinya.
"Ada. Celana bola di bagian sebelah sana!"
Menunjukkan ke arah ranjang yang cukup jauh, kedua pria berjalan ke ranjang yang aku tunjukkan tadi.
•••••
Di konter bagian busana dewasa, ketiga pria melihat keramaian yang ada di celana Hawai.
Ekspresi mereka terlihat jengkel dan kesal atas keramaian yang ada di konter tersebut. Terlepas dari keramaian, mereka juga melihat banyak sekali orang-orang yang datang berkunjung ke konter celana Hawai membeli banyak celana dari beberapa orang yang membuat mereka merasa kalau usaha yang telah mereka lakukan menjadi sia-sia.
Awalnya mereka berpikir kalau menghancurkan pekerjaan Hiragaki akan membuat dia menjadi emosi. Ketika Hiragaki emosi, ada kemungkinan kalau dia tidak akan ramah terhadap konsumen yang dapat menyebabkan dia mendapat surat peringatan pertama atas apa yang dia lakukan di pekerjaannya.
Namun, usaha mereka tidak membuahkan hasil. Hiragaki yang mampu mengendalikan dan mengontrol emosi membuat mereka merasa kalau mereka telah dipermalukan olehnya secara tidak langsung. Dalam pikiran mereka, mereka membayangkan kalau Hiragaki tertawa di belakang mereka atas perbuatan yang sia-sia dari apa yang dilakukannya pada Hiragaki.
"....."
Memandang ke arah ketiga pria, senyum muncul di bibir Hiragaki. Senyum yang menunjukkan kesenangan dan kepuasan atas apa yang dilakukan Hiragaki sekarang ditunjukkan pada mereka, para pencari masalah yang sedang melihatnya.
Alasan sebenarnya Hiragaki memasang senyum ialah memberikan pernyataan kalau dia telah berhasil dan menang dalam menangani emosi miliknya terhadap mereka. Tak hanya itu, alasan lain mengapa Hiragaki sengaja ditunjukkan pada mereka ialah mendeklarasikan kalau perang baru saja dimulai.
"Berani-beraninya dia...."
"....."
Mengabaikan ekspresi Tenra, Hiragaki kembali melayani konsumen satu-persatu hingga akhirnya tidak ada satupun konsumen di konternya berada.
Malam akhirnya tiba. Hiragaki yang telah menyelesaikan pekerjaannya bergegas untuk pulang ke rumah. Dalam perjalanan, dia mengangkat tangannya sedikit menandakan kalau dia telah berhasil memenangkan keributan yang dilakukan oleh kelompok masalah tadi.
Seperti yang Hiragaki perkirakan, mereka melakukan sesuatu pada pekerjaannya sebagai sarana untuk membalas dendam padanya. Kalau misalnya Hiragaki ikut emosi dan jengkel, dia tidak akan bisa melayani konsumen dengan senyuman dan keramahan seperti biasanya yang hasilnya dapat dipastikan kalau dia akan mendapatkan surat peringatan dari toko tempat dia bekerja sekarang.
"Besok hari libur ya."
Menatap tanggal dan hari yang ada di layar smartphone, Hiragaki mencoba mengingat hari apa besok.
Selain hari libur, Hiragaki juga diharuskan untuk menghadiri acara event yang telah mereka janjikan sebelumnya. Event yang diadakan sama seperti event yang ada di tiap tahun. Mulai dari cosplayer, merchandise, restoran anime, panggung, serta beberapa game yang seringkali muncul dalam event di tiap tahunnya membuat suasana menjadi meriah dan ramai di kunjungi oleh semua orang.
Aneh sekali ya.
Dalam diam yang cukup panjang, Hiragaki kembali memikirkan masalah yang dialaminya dengan kelompok pria tadi, kelompok pembuat kekacauan.
Menurut Hiragaki, mereka adalah kelompok yang merepotkan untuk diajak berbicara maupun kerjasama. Selain karena mereka benci dan dendam pada Hiragaki, mereka juga menyukai orang yang sama yaitu Shirinsa Nao.
Shirinsa Nao ialah wanita yang seangkatan dengan Hiragaki sewaktu dia bekerja di toko baju ini. Sikapnya yang baik, peduli, penolong, ramah, dan rendah hati membuat kelompok pria atau semua pria merasa senang atas sikap Shirinsa yang sangat baik terhadap siapapun orangnya.
Sebenarnya Hiragaki hanyalah teman bagi Shirinsa Nao. Dia yang sebelumnya tidak terlalu akrab dengan siapapun membuat Shirinsa mendekati dirinya dan berbicara dengannya sehingga membuat Hiragaki merasa nyaman dan tenang apabila berada di dekatnya. Namun, Hiragaki tahu kalau dia menyukai Shirinsa, dia sama seperti menggali kuburannya sendiri.
Tidak hanya kelompok pria yang menyukai Shirinsa Nao, tapi juga pria-pria lainnya juga ikut menyukainya seperti Majime maupun Supervisor Area lainnya yang ikut bersaing dalam memperebutkan Shirinsa demi diri mereka sendiri.
Kalau dipikir-pikir, aku tidaklah terlalu tampan dan bagus dalam segi atletik. Tapi, mengapa dia melihat ke arahku terus setiap hari?
Mengingat kembali ke kejadian yang tidak terlalu lama, Hiragaki membayangkan apa yang terjadi saat waktu dia masih belum terlalu mengerti dengan kondisi yang dialaminya sekarang.
"Maaf apabila merepotkan dirimu ya, Shirinsa."
"Tidak apa-apa, Shirenzo. Aku hanya melakukannya demi membantu dirimu."
Sikap Shirinsa yang ramah dan rendah hati membuat Hiragaki bertanya-tanya mengapa dia bisa ada di toko baju ini.
Terlepas dari banyaknya pengamatan yang Hiragaki lakukan, karyawan dan karyawati di toko baju ini terbilang tidak cukup ramah. Mereka tidak menampilkan senyum, keramahan, kepedulian, serta pertolongan yang mereka lakukan terhadap konsumen membuat Hiragaki bertanya mengapa mereka menetap di toko ini, sedangkan mereka yang rajin justru berakhir menyedihkan dan mengerikan yang dilakukan oleh para atasan mereka.
Tidak seperti kebanyakan karyawan dan karyawati, Shirinsa tidak memiliki sikap seperti itu. Walaupun banyak orang yang memperlakukan Hiragaki secara kasar dan buruk dengan menyuruhnya untuk melakukan apapun yang tidak seharusnya dia lakukan, Shirinsa tidak pernah melakukan sesuatu yang buruk pada Hiragaki. Sebaliknya, Shirinsa justru membantu dan menolong Hiragaki agar dia dapat memahami pekerjaannya dengan sabar dan tenang tanpa ada sikap buruk dari dirinya pada Hiragaki.
Aku masih tidak mengerti dengan apa yang dilakukannya. Bukankah seharusnya dia melirik ke arah orang lain seperti Majime dan Kirishima? Mengapa dia harus melirik ke arahku terus-menerus setiap hari?
Masih dalam ingatannya, Hiragaki tahu betul kemana arah perginya tatapan mata Shirinsa sewaktu dia dan Shirinsa masuk di shift yang sama.
Ketika Hiragaki bekerja di konter yang sama, konter celana Hawai, dia secara tidak sengaja melihat ke konter sepatu, konter dimana Shirinsa berada. Di konter sepatu, Shirinsa melihat ke arah Hiragaki dengan ekspresi tersenyum dan mata yang fokus padanya.
Awalnya Hiragaki kebingungan dengan apa yang dilihatnya dari dirinya sendiri. Secara tidak langsung, Hiragaki sadar kalau dirinya bukanlah pria yang tampan maupun atletik seperti pria-pria lainnya di toko ini. Hiragaki hanyalah seorang pria biasa yang memiliki hobi Otaku dan tidak memiliki kelebihan lainnya dalam bidang apapun. Itulah sebabnya dia sadar akan posisinya daripada merasa percaya diri yang akan membuat dirinya hancur, Hiragaki memilih untuk memandang dirinya secara nyata dan penuh kesadaran.
Lupakanlah. Kalau aku terus memikirkannya, aku hanya akan merenungkan apa yang dia lihat dari diriku.
Menyudahi pemikirannya, Hiragaki masuk ke dalam rumahnya sendiri.
Di dalam rumah, suasana terasa sepi dan sunyi. Tidak ada satupun tanda-tanda keberadaan seseorang maupun keluarganya melainkan hanya dia seorang diri.
"Aku pulang!"
Meletakkan sepatunya, Hiragaki berjalan menuju ke kamar dan bergegas untuk mengganti pakaiannya dan mandi.
Hiragaki POV
"....."
Suara burung terdengar secara samar-samar. Cahaya mentari yang masuk melalui gorden membuat mataku tidak dapat tertutup kembali.
"Sudah siang ya."
Aku bangun dari tidur nyenyak. Melihat ke arah rak baju, aku perhatikan jam yang ada di atasnya. Jam tersebut menunjukkan pukul 12.00 yang artinya masih ada waktu lagi sekitar 1 jam dari sekarang.
Menggaruk rambutku, aku bangun dan bergegas untuk mengambil beberapa pakaian lalu menuju ke kamar mandi.
Pikiranku kembali teringat akan kejadian semalam yang membuat aku sulit untuk tidur tepat waktu. Ya, kejadian dimana itu adalah skenario yang tidak aku sangka dan perkirakan dalam membaca suasana.
Semalam, tepat pukul 12.00, aku secara tidak sengaja menerima sebuah pesan yang tidak aku ketahui darimana nomor tersebut ada.
Nomor yang terlihat mencurigakan membuat aku berpikir kalau dia adalah penipu yang hendak melakukan segala cara demi mendapatkan uang dari pemerasan terhadapku. Sebelum aku membalasnya, aku mengabaikannya agar tidak ada kontak diantara kami.
Dengan tidak adanya kontak, aku merasa itu adalah cara tepat dalam menangani penipuan seperti ini.
Apabila kita membalas pesannya, kita hanya akan dimanfaatkan olehnya. Tidak hanya mereka yang mengaku sebagai teman kenalan maupun orang-orang di sekitar kita, mereka juga akan mengaku kalau mereka sedang dalam musibah dan membutuhkan uang dalam jumlah yang cukup banyak untuk biaya perawatannya.
"....."
Tiba-tiba suara dari nada dering berbunyi lagi.
Karena rasa penasaran memenuhi pikiran, aku mencoba mengambil smartphone lalu melihat ke arah layar untuk mengetahui siapa yang mengirimkan aku pesan. Apabila orang yang mengirim pesan bukanlah orang yang ada dalam kontak, aku akan abaikan untuk selama-lamanya atau lebih parahnya lagi aku akan memblokir nomornya dan menghapusnya agar hidupku menjadi tenang dan damai.
"Ini...."
Tak disangka melihat isi pesan yang tertera, aku menyentuh nomor yang ada pada layar lalu mencoba menghubunginya secara langsung. Untungnya nomor ini terdapat nomor Whatsapp jadi memudahkan aku untuk menghubungi tanpa khawatir akan pulsa yang tersedot banyak.
"Halo."
"Halo, Shirenzo."
Suara ini...
Aku sangat kenal dengan siapa pemilik suara tersebut. Tentunya aku tidak akan tanya langsung siapa dia dan lebih memilih untuk berpura-pura menanyakan ini padanya seolah-olah aku tidak tahu siapa dia daripada langsung menebak orang tersebut, itu sama seperti jebakan yang sengaja dia pasang untuk menipu aku.
"Maaf, apakah aku kenal kau?"
"Ini aku, Shirenzo, Shirinsa Nao, teman seangkatan kerja."
"Shirinsa Nao ya."
Seperti yang kuduga, dia adalah orang yang mengaku sebagai Shirinsa Nao. Walaupun suaranya terdengar sama persis dengan Shirinsa yang asli, aku tetap sebisa mungkin untuk tenang tanpa perlu senang maupun bersemangat untuk memastikan padanya sekali lagi.
"Darimana kau mendapatkan nomor aku?"
"I-itu... aku memintanya pada Majime."
"Majime?"
Orang itu ya...
"Memangnya kenapa, Shirenzo?"
"Tidak, aku rasa tidak ada apa-apa."
Lebih baik menutup mulut daripada mengatakan terus terang padanya mengenai Majime dan aku yang selalu tidak akrab dan berakhir dalam diam satu sama lain.
Jika Shirinsa tahu kalau Majime bermasalah denganku, dia mungkin akan menyuruh Majime untuk lebih percaya dan berteman baik padaku. Hasilnya bisa aku tebak melalui bayangan di pikiranku sendiri, Majime akan melakukan sesuatu yang buruk padaku lalu melaporkan ini pada mereka, para atasan untuk memberikan aku surat peringatan.
"Apakah kamu besok libur, Shirenzo?"
"Ya, aku libur besok. Memangnya kenapa, Shirinsa?"
"Apakah kita bisa ketemuan sore hari?"
"Sore hari?"
Atmosfer tiba-tiba terasa aneh dan canggung. Hening sempat terjadi dalam beberapa menit tanpa ada satupun dari kami yang berbicara.
Kalau dipikir-pikir, aneh sekali bagi Shirinsa mengajak aku untuk bertemu besok di sore hari. Apakah ada sesuatu yang penting yang ingin dibicarakan olehnya padaku atau dia ingin aku menemaninya berkunjung ke suatu tempat, aku masih tidak mengerti dengan undangannya yang mendadak.
"Aku ingin mengajakmu berkunjung ke kuil yang ada di bukit Kasla."
Begitu ya. Berkunjung rupanya.
Yah, ini sudah biasa terjadi diantara kita sebelumnya.
Beberapa waktu yang lalu, aku dan Shirinsa seringkali bepergian bersama. Shirinsa yang meminta aku untuk menemaninya dalam perjalanan membuat aku bertanya mengapa harus aku yang dipilihnya? Bukankah masih ada orang lain yang pantas mendampinginya seperti Tenra atau Mejima yang menyukai Shirinsa?
Seiring berjalannya waktu, kejadian seperti ini sudah seringkali terjadi padaku. Shirinsa yang tiba-tiba mengundang aku secara mendadak untuk berkunjung dan meminta aku untuk menemaninya, sesuatu seperti ini pernah beberapa kali aku alami bersamanya.
Memang aku tidak ada perasaan apapun padanya. Mengingat kalau aku adalah pria yang hanya menyukai hobiku sendiri, aku tidak mungkin bisa untuk mencintai orang-orang yang ada di kehidupan nyata.
"Apakah kamu bisa ikut besok, Shirenzo?"
"Aku akan mengusahakannya."
"Benarkah? Terimakasih ya, Shirenzo."
Dia benar-benar terlihat senang atas jawabanku.
Sulit untuk menganggap kalau dia adalah Shirinsa yang sama, Shirinsa yang selalu denganku terasa berbeda dari Shirinsa biasanya. Biasanya Shirinsa bersikap anggun dan berwibawa dalam melakukan pekerjaan. Setiap aktivitas yang dilakukannya sangat indah dan cantik sehingga banyak dari para wanita yang menganggap dia sebagai Onee-sama dan membangga-banggakan pujian tersebut.
Berbeda dengan wanita, para pria menganggap kalau Shirinsa adalah Dewi Berhati Mulia. Terlihat dari bagaimana mereka memandang, mereka melihat ke arah tubuh dan gerakan yang dilakukan oleh Shirinsa setiap harinya.
Memang terdengar menjijikkan untukku melihat mereka seperti itu. Terlepas dari aku ini adalah seorang pria, aku sama sekali tidak tertarik akan hal-hal tersebut. Yang membuat aku tertarik ialah tatapan dan ekspresi yang mereka perlihatkan pada tubuh menggoda Shirinsa sendiri.
Telepon ditutup olehnya. Meletakkan smartphone di atas rak baju, aku merenungkan beberapa kemungkinan yang ada pada esok hari.
Pertama, aku harus pergi ke acara event. Acara ini adalah acara wajib bagi para Otaku maupun Animerz untuk menghibur diri mereka dari segala macam aktivitas yang membuat mereka lelah dan stress. Ini merupakan acara yang jarang diadakan yang hanya ada setahun sekali. Tak hanya itu, aktivitas ini juga sangat bagus untuk merilekskan tubuh dari beban dan tanggung jawab seseorang di kenyataan.
Kedua, aku juga harus menyiapkan waktu di sore hari. Alangkah baiknya jika aku pergi sebelum pukul tiga sore. Sebelum pukul lima sore, dimana aku berjanji pada Shirinsa untuk menemaninya di tempat ketemuan nanti. Yang membuatku cemas dan khawatir ialah teman-temanku sendiri. Mereka mungkin akan berpikir kalau aku sudah lupa atas persahabatan kami sehingga mementingkan wanita baru yang kukenal daripada sahabat aku sendiri, ada kemungkinan kalau sesuatu seperti itu terjadi.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!