Misteri Di Desa Uwak

Misteri Di Desa Uwak

Kunang-Kunang

Matahari telah kembali pada persembunyiannya di ufuk barat menyisakan warna jingga yang lambat laun berubah warna menjadi hitam kelabu. Malam ini tidak nampak bintang-bintang di langit seperti biasanya hanya tersisa awan gelap yang menggantung menemani bulan, suara jangkrik mulai berdenging di sekujur persawahan samping rumah.

“Tampaknya malam ini akan turun hujan Wak."

Seorang anak remaja yang baru saja keluar dari dalam rumah dan langsung duduk bersila di samping orang yang dipanggilnya wak.

“Malam ini tidak akan turun hujan Nak Doni."

Wak Tuni menghembuskan asap rokok miliknya ke udara membuat kepulan abu-abu dan hilang diterpa oleh angin malam.

“Terus kenapa gelap sekali, Wak?"

Doni berbicara sambil memainkan ponsel pintar miliknya.

“Kalau bicara baiknya jangan liat yang lain, sopan sedikit Nak."

Wak Tuni menegur doni yang terlihat sibuk menggoyang-goyangkan ponsel pintar miliknya.

“Hehehe maaf Wak, di sini susah sinyal yah."

Doni terkekeh pelan dan menggaruk kepalnya yang tidak gatal kemudian memasukkan ponsel pintar miliknya itu ke dalam saku celananya.

“Haduh, dasar anak kota."

Wak Tuni menggelengkan kepalanya dan ikut terkekeh melihat cucunya itu.

Doni memang baru datang dari kota sehari yang lalu, doni datang ke desa tempat kakeknya tinggal bukan karena dirinya yang mau tapi karen dipaksa oleh kedua orang tuannya. Kata ayah dan ibunya, Doni harus merasakan yang namanya tinggal di desa mumpung sedang libur semester, selain itu juga Doni mengunjungi kakeknya Wak Tuni yang hidup sendiri setelah neneknya meninggal tiga tahun yang lalu agar tidak merasa kesepian.

Sebenarnya Wak Tuni sudah beberapa kali diajak untuk ikut tinggal di kota oleh anak-anaknya tapi Wak Tuni menolak dengan alasan tidak ingin tinggal jauh dari makam mendiang istrinya dan wak Tuni juga ingin meninggal di desa kelahirannya itu.

“Berapa lama kamu tinggal di sini nak?”

Wak Tunik mematikan rokoknya dan memperbaiki posisi duduknya mencari tempat sandaran untuk punggungnya yang sudah mulai membungkuk.

“Sekitar dua minggu Wak."

Doni menjawab dengan cepat, sebenarnya Doni memiliki waktu libur semester selama satu bulan penuh, tapi Doni tidak ingin berlama-lama tinggal di pedesaan terlebih di desa tempat tinggal kakeknya itu sangat sulit menemukan jaringan yang bagus untuk dia gunakan berkomunikasi dengan teman-temanya di kota.

“Dua minggu yah, pasti membosankan tinggal di desa selama itu. "

Wak Tuni kemudian terkekeh pelan sembari menatap cucu laki-lakinya itu.

“Wak, bisa baca pikiran orang yah hehehe."

Doni kemudian ikut terkekeh ia tidak menyangka kakeknya itu bisa tahu apa isi pikirannya. Sebenarnya Doni sedikit terkejut tidak menyangka mendengar perkataan dari kakeknya itu. Doni berfikir bahwa kakeknya akan memintanya untuk tinggal sedikit lebih lama karena baru kali ini dia datang berkunjung.

Keduanya lebih banyak diam daripada bercakap-cakap, Doni tidak bisa menebak atau mengerti jalan pikiran kakeknya itu sehingga dirinya tidak bisa memulai percakapan baru untuk mengakrabkan dirinya dengan kakeknya terlebih lagi wak Tuni, kakek Doni sepertinya pendiam dan tidak terlalu suka berbicara karena sedari tadi kakeknya itu lebih banyak diam dan melamun sambil menghisap rokoknya sendiri.

“Wak, ada kunang-kunang di sana!"

Doni berteriak girang menunjuk sebuah kebun yang berada tak jauh dari rumah kakeknya, di sana terlihat beberapa titik-titik kuning yang sedang melayang-layang. Ini pertama kalinya Doni melihat hewan bercahaya itu secara langsung.

“Jangan ditunjuk-tunjuk nak, liat saja kalau mau, kau bisa menganggu nanti."

Wak Tuni menurunkan tangan Doni yang masih menunjuk karena ingin memperlihatkan apa yang dilihatnya itu kepada Wak Tuni.

“Memangnya siapa yang akan terganggu Wak? kita kan hanya tinggal berdua saja dan rumah warga di sini berjauhan jadi jika aku berteriak pun tidak akan ada orang yang akan terganggukan Wak?"

Doni menurunkan tangannya dan masih terus melihat ke arah di mana kunang-kunang itu berada.

“Kau ini benar-benar anak kota tidak tahu apa-apa, kau tidak cocok tinggal di tempat seperti ini."

Wak Tuni mengusap-usap kepala Doni dan terkekeh pelan.

“Kita ini tidak hidup sendiri, di atas bumi ini masih ada makhluk yang lain misalnya hewan, tanaman bahkan masih banyak hal-hal yang tak terduga yang bisa saja hidup di luar sana, kita hanya sebagiannya saja, hidup kita berdampingan dengan makhluk hidup lainnya jadi harus saling menghargai walaupun itu tak terlihat sekalipun.”

Wak Tuni memberi penjelasan sederhana untuk cucunya itu.

“Iya wak akan Doni ingat, Saya cuman terlalu bersemangat Wak, Saya baru pertama kali melihat kunang-kunang secara langung."

Doni berbicara sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal itu.

“Kamu mau mendengar cerita?”

“Apa wak?”

Doni mengubah posisi duduknya dan ikut bersandar pada dipan tempat wak Tuni bersandar dan keduanya kini menatap arah yang sama. Mereka berdua asyik melihat kunang-kunang yang berterbangan tak jauh dari tempat mereka duduk.

“Kau tau dibalik keindahan cahaya berwarna kuning keemasan yang dikeluarkan oleh kunang-kunang katanya merupakan makhluk jelmaan dari iblis, sebagian masyarakat di sini juga percaya bahwa kunang-kunang itu adalah kuku-kuku dari orang-orang yang sudah meninggal."

Wak Tuni bercerita dengan sesekali melihat ke arah sekitarnya.

“Toh itu kan cuman katanya wak belum tentu benar."

Doni hanya menanggapi cerita kakeknya seperti sebuah dongeng untuk menakut-nakuti anak yang nakal agar tidak keluar di malam hari.

“Pernah ada anak di desa ini keluar mencari jangkrik bersama teman-temannya untuk diadu, yah permainan itu sangat populer untuk ukuran anak desa di sini hehehe."

Wak Tuni terkekeh menghentikan ceritanya beberapa saat kemudian melanjutkannya kembali.

“Anak itu kemudian hilang, kata teman-temannya yang juga ikut mencari jangkrik anak itu melihat kunang-kunang dan berlari mengejarnya sampai sekarang anak itu belum di temukan."

“Tidak lapor polisi wak?"

Doni menegakkan badannya yang tadi duduk bersandar pada dipan.

“Warga di desa percaya anak itu hilang karena dibawa oleh makhluk halus katanya sia-sia kalau dilaporkan ke polisi hanya menghabiskan biaya dan tenaga, kamu sendiri percaya anak itu di bawah oleh makhluk halus?” Wak Tuni kembali terkekeh pelan.

“Doni sih tidak percaya sama yang begituan Wak, soalnya belum pernah lihat paling cuman nonton di TV, Uwak sendiri percaya?” Doni ikut terkekeh.

“Uwak percaya kalau makhluk seperti itu ada, tapi kalau sampai membawa kabur anak itu masih diluar nalar Uwak. "

“Sudah mau tengah malam Nak, ayo masuk!" Uwak Tuni menyadari bahwa malam sudah sangat larut ia kemudian menghentikan topik pembicaraannya dan mengajak Doni untuk masuk ke dalam rumah.

“Wak duluan saja nanti Saya menyusul, Saya masih mau lihat kunang-kunang dulu, jarang-jarang Saya bisa liat kunang-kunang secara langsung.”

Doni terkekeh sendiri melihat dirinya yang begitu antusias dengan kunang-kunang yang dilihatnya tadi.

“Baiklah, kalau kamu masuk nanti jangan lupa kunci pintunya!”

Wak Tuni beranjak dari tempat duduknya dan melangkah masuk ke dalam rumah meninggalkan Doni yang masih sibuk melihat kunang-kunang di teras rumah.

“Kenapa cerita kunang-kunang seseram itu yah padahal kunang-kunang sudah jelas hanya sejenis serangga dan muncul saat musim kawin dan cahaya miliknya itu bertujuan untuk menarik lawan jenisnya." Doni bergumam pada dirinya sendiri.

Doni mengeluarkan ponsel pintar miliknya, ia berniat ingin mengabadikan gambar kunang-kunang yang dilihatnya itu.

“Cekrek."

“Cekrek."

Setelah puas mengambil gambar Doni kemudian beranjak dari tempatnya duduk karena hendak masuk ke dalam rumah.

“Krekk". Terdengar suara ranting patah dari arah samping rumah membuat Doni sedikit penasaran siapa yang malam-malam begini masih berkeliaran di luar rumah.

“Wak... Wak... Uwak?”

Doni terus memanggil kakeknya mengira yang menginjak rating itu adalah kakeknya, tapi tidak ada suara sautan sama-sekali hanya suara jangkrik yang sesekali menyela.

Doni semakin penasaran ia menyalakan senter dari ponsel miliknya dan berjalan dengan hati-hati menuju samping rumahnya.

“Tap.. tap... tap."

Terdengar lagi suara langkah kaki yang samar-samar terdengar tapi tak terlihat ada seseorang di sekitar rumah.

“Ngeong."

“Ah, cuman kucing rupanya. ”

Doni bernafas lega melihat seekor kucing yang lari saat dirinya mendekat.

“Doni.”

“Aaaaa!"

...

...

Note

Halo!

Sebelum kalian membaca lebih lanjut author mau kasih tau beberapa informasi, bahwa dalam novel ini masih sangat banyak kekurangan dan kesalahan baik pada alur, pemilihan kata, ataupun kesalahan dalam pengetikan jadi jika nantinya kalian kecewa dan merasa tidak puas silahkan ditinggalkan dan bagi kalian yang merasa terhibur selama menikmati.

Terimakasih.

Stay Healthy

💙💙💙

Terpopuler

Comments

Rino Lai

Rino Lai

semangka... semangat kaka

2023-01-14

0

Maliqa Effendy

Maliqa Effendy

kalau ga puas atau apa kan bisa nulis di kolom komentar..yg penting sopan,tutur katanya.dan jg kritik yg membangun

2022-09-07

1

❤️‍🔥ℝ❤️‍🔥

❤️‍🔥ℝ❤️‍🔥

nyimak dulu..

2022-07-10

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!