Batu Merah

“Cklek."

Doni mengunci pintu rumah setelah pria brewokan itu pulang dan berjalan kembali ke tempat kakeknya duduk.

“Tadi siapa wak?”

Doni mendudukkan dirinya di samping kakeknya yang tengah mengisi tembakau ke dalam pipa rokoknya.

“Itu tadi Roni."

Wak Tuni menjawab sementara tangannya sibuk mengurusi rokoknya.

“Kenapa seperti orang yang tidak terurus Wak?” Doni bertanya pada kakeknya penasaran dengan sosok laki-laki yang baru ditemuinya tadi, pasalnya perangainya tidak sama dengan penampilannya yang berantakan. Doni masih ingat cara berjalannya yang mantap dan cara berbicaranya yang berwibawa.

“Oh, dia dulunya juga tinggal di kota seperti kamu, tapi setelah anaknya meninggal dan istrinya pergi meninggalkannya dia pindah ke desa ini katanya untuk menenangkan diri, sudah dua bulan dia tinggal di desa ini."

Wak Tuni berbicara sambil sesekali menghisap pipa rokoknya dan menghembuskan asapnya ke udara.

“Kenapa bisa Wak akrab dengannya? padahal dia baru tinggal dua bulan di desa ini."

“Rumah Uwak yang paling dekat dengan tempat tinggalnya, karena dia orang baru tidak tahu apa-apa tentang desa dan tempat membeli keperluan akhirnya dia sering datang ke sini untuk bertanya atau meminta bantuan, dia juga suka berburu hasil buruannya kebanyakan di kasih ke Uwak.”

“Memang rumahnya di mana wak?”

“Setelah melewati dua perkebunan singkong di belakang rumah, di sana ada gubuk kecil Roni tinggal di sana.”

“Oh, gubuk itu." Doni mengigat-ingat gubuk kecil yang tadi dilihatnya saat berkeliling.

“Kamu sudah ke sana?"

“Tadi Doni berkeliling sebentar wak terus tidak sengaja melihatnya."

“Oh begitu yah, Uwak tidur duluan yah." Setelah mematikan rokoknya wak Tuni segera masuk ke dalam kamarnya untuk tidur.

“Iya Wak."

Doni mengangguk mengiyakan dan beranjak dari tempatnya duduk menuju kamarnya mataya juga sudah terasa berat butuh beristirahat, karena seharian penuh tadi dia banyak berjalan.

...

...

Doni mengerjapkan matanya kemudian menggaruk-garuk malas kepalanya dilihatnya sinar matahari sudah memenuhi kamarnya, masuk melewati celah-celah dinding yang terbuat dari anyaman bambu. Doni masih mengguling-gulingkan tubuhnya di atas kasurnya kemudian terlonjak duduk saat mendengar suara bedebar bedebur dari arah belakang rumah, karena penasaran Doni beranjak dari tempat tidur dan segera mencari tahu asal suara yang didengarnya itu.

Saat sampai di belakang rumah dilihatnya kakeknya sedang menimba air dari sumur yang ada di belakang rumah dan melihat tumpukan pakaian yang sudah basah karena disiram oleh kakeknya itu, menyadari sesuatu Doni segera berlari masuk ke dalam kamarnya mengecek sesuatu dan berlari kembali ke tempat kakeknya yang masih tengah sibuk menimba air dari sumur dan menampungnya ke dalam ember.

“UWAK!” Doni berteriak menghentikan aktifitas kakeknya itu.

“Doni, Kenapa teriak-teriak? kamu bikin Uwak kaget." Wak Tuni terkejut mendengar suara teriakan Doni dan menghentikan aktifitas yang dilakukannya.

“Uwak sedang apa?”

“Uwak lagi cuci baju, maklum Nak, Uwak tidak punya mesin cuci." Wak Tuni terkekeh pelan.

“Wak cuci baju Doni juga?”

“Iya baju kamu ada di dalam tumpukan baju itu, kemarin bajumu kotor sekali jadi uwak cuci." Wak Tuni menunjuk tumpukkan kain yang ada di dalam ember dengan dagunya kemudian mulai menimba kembali.

“Wak tidak perlu cuci bajuku, Doni bisa cuci baju sendiri kok."

“Wak duduk saja atau pergi mengerjakan yang lain, biar Doni yang cuci bajunya." Doni segera menghampiri wak Tuni dan mengambil timbah air dari tangannya dan menarik kakeknya itu duduk pada batu besar yang ada di sekitar sumur.

“Kalau begitu uwak mau masuk saja." Wak Tuni masuk ke dalam rumah meninggalkan Doni dengan tumpukan pakaian kotor yang harus segera dicuci karena sudah basah terkena air.

Doni memasukkan deterjen ke dalam ember yang berisi air kemudian mengambil pakaian kotor merendamnya ke dalam ember yang sudah diisi deterjen dan sudah mengeluarkan busa. Setelah merendam semua pakaian kotor Doni menyikat pakaian kotor itu satu persatu sampai ia menyikat celana yang dikenakannya kemarin dan menemukan sesuatu yang menggelembung di saku celananya itu.

“Apa ini?" Doni merogoh saku celana yang sudah di pakaiannya kemarin ia menemukan sebuah batu berwarna merah, berukuran kecil dan berbentuk segi lima, batu itu memantulkan kembali cahaya matahari yang mengenainya sehingga tampak berkilat-kilat berada di bawah sinar matahari. Doni mengangkatnya tinggi dan memperhatikan dengan seksama batu berwarna merah itu di bawah sinar matahari.

“Wah, cantik sekali." Doni bergumam pelan pada dirinya sendiri kagum melihat betapa cantikknya batu yang di temukannya itu.

“Doni masih lama selesainya?” Wak Tuni mengecek hasil kerja cucunya itu karena sudah terlalu lama berdiam diri di dekat sumur.

“Eh iya Wak, ini cuciannya tinggal dibilas terus dijemur." Doni segera menyimpan batu merah yang masih dipegangnya ke dalam sakunya dan segera membilas pakaian-pakaian yang sudah disikat bersih, memerasnya satu persatu dan segera menjemur pakaian-pakaian yang telah dicucinya di bawah terik matahari.

Setelah dirasa semuanya sudah beres Doni kembali masuk ke dalam rumah melalui pintu belakang, saat melewati dapur dilihatnya sosok makhluk menjengkelkan yang sudah duduk dengan rapi di kursi meja makan berhadapan dengan kakeknya.

“KAK DONI!" Ratna berteriak menyambut Doni yang baru saja memasuki dapur melalui pintu belakang.

“ Berisik, suaramu cempreng tau." Doni mengusap-usap telinganya mendengar suara teriakan Ratna.

“Ayo duduk." Wak Tuni segera menengahi keduanya sebelum terjadi kegaduhan, wak Tuni menepuk kursi kosong yang ada di sampingnya menyuruh Doni untuk segera duduk.

“Ratna bawa ubi goreng loh, disuruh mamak buat kasih ke kak Doni." Ratna berbicara sambil menyodorkan sepiring Ubi goreng yang terletak di atas meja makan.

“Jadi bukan untuk Wak lagi yah?” Wak Tuni terkekeh pelan.

“Eh, untuk Uwak juga." Ratna bingung menjawab pertanyaan dari wak Tuni yang memojokkannya.

“Kalau begitu Ratna pamit pulang dulu Wak." Ratna melompat turun dari kursinya, dan pamit untuk pulang.

“Kamu tidak makan dulu baru pulang?” Doni menegur Ratna yang sudah bersiap-siap keluar dari rumah.

“Tidak kak Doni, Ratna mau pulang, mau bantu mamak di kebun."

Setelah Ratna berpamitan ia segera berlari keluar dan menuju rumahnya. Meninggalkan wak Tuni dan Doni berdua di meja makan.

Wak Tuni dan Doni kemudian sama-sama menikmati ubi goreng yang dibawa Ratna untuk mereka berdua.

...

...

“Cepat cari!"

Pria berwajah lancip dan berbadan kerempeng membentak temannya menyuruhnya mencari sesuatu diantara bebatuan yang tersebar di jalan setapak desa.

“Iya, iya, ini sedang ku cari!"

Pria berbadan besar dan berkulit hitam berjalan sambil menunduk-nunduk dan sesekali menendang-nendang batu mencari sesuatu.

Dua orang laki-laki menunduk-nunduk mencari sesuatu di jalan setapak desa, jalan itu jarang dilalui oleh penduduk desa karena menuju ke dalam hutan, hanya pemburu atau penebang kayu yang berani masuk ke dalam hutan sisanya para penduduk hanya berkebun di pemukiman dan di pinggiran desa sebab di dalam hutan sana masih banyak hewan buas yang bebas berkeliaran membuat para penduduk enggan untuk masuk ke dalam hutan karena takut diserang oleh hewan buas yang masih berkeliaran bebas di dalam hutan.

...

...

Terpopuler

Comments

Biah Kartika

Biah Kartika

pria berwajah lancip itu sedang mencari batu merah delima yang di dapat doni

2023-09-23

0

Randy_Chavaladruva

Randy_Chavaladruva

1

2022-10-13

0

Randy_Chavaladruva

Randy_Chavaladruva

semangat

2022-10-13

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!