Teriakan Dari Barat Desa

Wak Tuni tengah sibuk mempersiapkan makanan untuk di makan malam nanti dibantu dengan Doni, setelah selesai memasak Doni langsung menata makanan di atas meja makan di sana sudah ada satu mangkok sayur bening dan ayam yang sudah digoreng, ayam itu hasil buruan Roni di hutan dan diberikan pada wak Tuni kemudian diolahnya sehingga bisa ia makan serta terakhir Doni meletakkan nasi di atas meja makan.

Setelah semuanya tertata rapi mereka berdua sama-sama mengambil tempat dan mendudukkan dirinya dan sama-sama menikmati makan malamnya masing-masing dengan tenang.

Wak Tuni dan Doni telah menyelesaikan makanannya masing-masing dan sekarang sedang duduk bersama berbincang-bincang membagi ceritanya masing-masing di ruang tamu.

“Kamu sudah kasih kabar ke orang tuamu di kota nak?" Wak Tuni berbicara sembari membakar rokoknya.

“Sudah wak, ayah sama ibu titip salam untuk uwak."

“bapak sama ibumu sehat?”

“Iya Wak, sehat."

“Aaaaaa."

“Toloonggg."

Tiba-tiba terdengar suara teriakan.

“Dengar tidak Wak?"

Doni menatap kakeknya yang tengah serius mendengarkan.

“Iya Nak, ada suara minta tolong."

Wak Tuni segera mematikan rokoknya mencoba mendengarkan kembali.

Samar-samar terdengar suara teriakan disusul dengan permintaan minta tolong dari arah barat desa, wak Tuni dan Doni refleks diam dan fokus menajamkan indra pendengarannya masing-masing mencoba mendengar kembali untuk memastikan apakah yang didengarnya itu nyata atau hanya sebatas khayalan mereka saja.

“Toloonggg!!!"

Terdengar lagi suara wanita yang tengah minta tolong kali ini teriakannya lebih melengking hingga terdengar jelas bahwa pemilik suara adalah perempuan.

“Tok, Tok."

“Tok, Tok."

“Tok, Tok."

Terdengar suara kentungan dipukul-pukul oleh warga desa, alat pemukul yang terbuat dari bambu itu adalah tanda alarm bagi penduduk desa bahwa harus segera berkumpul dan sebagai tanda bahwa ada bahaya yang mengancam.

“Ada apa Wak?”

“Ada pencuri, ayo!"

Wak Tuni bergegas masuk ke dalam rumah dan mengambil badik yang digantungnya di dinding kemudian mengikat badik tersebut di pinggangnya, Wak Tuni juga tidak lupa mengambil dua senter satu digunakan untuknya dan satu lagi diberikan pada Doni. Doni dengan sigap menerima senter yang diberikan wak Tuni untuknya dan mengikuti kakeknya itu dari belakang.

Wak Tuni segera membuka pintu rumahnya dan dilihatnya para warga berjalan melewati rumahnya menuju desa bagian barat.

“Siapa Tarno?" Wak Tuni meneriaki salah satu penduduk desa yang kebetulan lewat di depan rumahnya hendak ke tempat kejadian.

“Rumahnya pak Dodot Wak." pria yang dipanggil Tarno oleh wak Tuni menjawab dengan cepat.

“Ayo cepat kita ke sana!"

“Iya wak."

Wak Tuni, Tarno dan Doni serta warga desa lainnya yang juga akan ke tempat kejadian pergi dengan langkah terburu-buru menuju arah barat desa tepatnya rumah pak Dodot salah satu penduduk desa.

Setelah beberapa saat berjalan dengan langkah tergesa-gesa akhirnya ketiganya sampai di lokasi kejadian, penduduk desa sudah banyak berkumpul disekitar rumah pak Dodot, separuh lagi berkeliling mencari jejak si pelaku pencurian.

“Lapor pak, pencurinya berhasil melarikan diri dan jejaknya juga tidak ditemukan pak."

Seorang pria dengan tergopoh-gopoh dan membawa satu obor ditangan kirinya pelapor pada salah satu warga desa yang tak lain adalah kepala desa.

“Kemana kaburnya?” Pak Tono bapak kepala desa menanyai kembali warganya yang datang melapor padanya.

“Lari ke arah barat pak, saat kami kejar tadi pencurinya lari masuk ke dalam hutan, saat kami ikut masuk mengejarnya tiba-tiba orang yang dikejar hilang begitu saja pak."

“Baiklah karena sudah larut malam besok baru kita cari tahu lagi yang penting sekarang kita harus tambah jumlah orang yang jaga ronda." Pak Tono memberi arahan pada para penduduk desa.

“Bagaimana keadaan Pak Dodot?” Wak Tuni bertanya pada Pak Tono setelah memberi arahan.

“Parah Wak, Pak Dodot pingsan sepertinya karena dipukul dan di sekujur tubuhnya ditemukan beberapa bekas cakar. "

“Ayo, kita lihat." Wak Tono berjalan masuk ke dalam rumah korban, dilihatnya istri pak Dodot yang masih sesenggukan menangis melihat suaminya yang masih tak sadarkan diri.

“Ibu tahu bagaimana ciri-ciri pencurinya?”

Pak Tono langsung menanyakan ciri-ciri pelaku saat melihat istri pak Dodot.

“Saya tidak tahu pak, saat tau ada pencuri suami saya segera menarik saya masuk ke dalam dan dia sendiri keluar untuk melihat pencurinya karena takut terjadi apa-apa sama suami saya akhirnya saya ikut menyusul keluar dan saat saya keluar saya sudah melihat suami saya tidak sadarkan diri.”

Bu Tuti istri pak Dodot berbicara sembari sesekali menyeka air matanya dengan bajunya.

“Bagaimana ini pak? Wak? suami saya belum sadar juga saya takut terjadi apa-apa sama suami saya, apalagi di desa belum ada layanan kesehatan atau sejenisnya."

Bu Tuti kembali menangis memikirkan nasib suaminya.

“Tunggu sebentar Bu, saya mungkin bisa bantu." Doni berusaha menenangkan bu Tuti yang masih menangis.

“Ada bantal Bu? Bisa tolong ambilkan saya”. Doni bertanya pada bu Tuti.

“Ada Nak, tunggu sebentar”. Bu Tuti segera masuk ke dalam kamarnya mengambil beberapa bantal kemudian diserahkan kepada Doni.

Doni berjalan mendekati tubuh pak Dodot yang masih tidak sadarkan diri, meluruskan badannya di tempat datar dan memposisikan tubuh pak Dodot menjadi telentang kemudian menaikkan kaki pak dodot dengan disanggah oleh beberapa bantal yang diberikan bu Tuti padanya hingga posisi kakinya sekarang lebih tinggi dari dada tindakan ini bertujuan untuk mengembalikan aliran darah kembali ke otak. Doni berusaha menolong pak Dodot dengan cara memperaktikkan cara pertolongan pada orang yang sedang pingsan yang sudah dipelajarinya di sekolah.

Doni melihat beberapa luka pada tubuh pak Dodot ia kemudian berlari keluar rumah.

“Siapa itu wak?” Bu Tuti menoleh ke arah wak Tuni.

“Itu Doni cucu saya yang datang dari kota baru-baru ini."

Doni berlari ke luar dari rumah pak Dodot menyalakan senternya kemudian berhenti sejenak dan menyisir seluruh permukaan tanah dengan matanya, dan segera menuju tempat yang banyak ditumbuhi oleh rerumputan Doni dengan tergesa-gesa masuk ke dalam semak belukar mencari dedaunan yang bisa ia jadikan obat. Setelah beberapa saat mencari akhirnya Doni menemukan tumbuhan dengan daun yang menyerupai daun pepaya tapi daunnya lebih kecil dari daun pepaya dan memiliki bunga berwarna merah. Doni segera memetik beberapa daunnya setelah dirasa cukup ia bergegas kembali ke rumah pak Dodot.

Saat Doni berjalan kembali ke rumah pak Dodot ia melihat sosok dengan berbadan besar dan dipenuhi bulu di sekujur tubuhnya tengah memperhatikan dirinya refleks kaki Doni berjalan mendekatinya, makhluk berbulu itu sadar bahwa Doni berjalan ke arahnya dengan cepat ia berlari masuk ke dalam hutan. Doni yang melihatnya lari juga ikut berlari untuk mengejarnya.

“Ah, sial." Doni berdecak kesal kehilangan jejak makhluk berbulu yang sedang dikejarnya itu.

Doni lupa bahwa ia harus segera kembali untuk mengobati luka pak Dodot dan dengan berat hati membalikan tubuhnya dan berjalan dengan tergesa-gesa menuju ke rumah pak Dodot.

“Andai pak Dodot tidak sedang terluka aku pasti sudah mengejarnya masuk ke hutan."

Doni bergumam pada dirinya sendiri sambil terus melangkah menuju rumah Pak Dodot dengan membawa obat di tangannya.

...

...

Terpopuler

Comments

Biah Kartika

Biah Kartika

berani juga si doni ini

2023-09-23

1

Randy_Chavaladruva

Randy_Chavaladruva

2

2022-10-13

0

Randy_Chavaladruva

Randy_Chavaladruva

😊

2022-10-13

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!