Ke Pasar

Setelah mengantarkan Ratna pulang Doni segera pulang ke rumah Wak Tuni.

Wak Tuni sendiri tengah sibuk menyiapkan hasil panennya untuk di jual esok hari di pasar.

“Ini mau di apa wak?" Doni berbicara sambil membantu wak Tuni mengemasi hasil panen dari kebun.

“Ini mau wak jual besok di pasar, kamu mau ikut? "

“Mau wak. "

“Kalau begitu bersihkan dirimu dan cepat istirahat besok kita harus bangun lebih pagai."

“Iya wak. "

Doni meniggalkan wak Tuni dan mengambil handuk lalu masuk ke dalam kamar mandi, setelah selesai mandi Doni masuk ke kamarnya memilih pakaian yang hendak digunakan setelah itu Doni membaringkan tubuhnya di atas kasur untuk beristirahat karena dirinya harus bangun lebih pagi besok untuk ke pasar menjual hasil panen bersama wak Tuni.

...

Jam menunjukkan pukul lima pagi wak Tuni sudah bersiap-siap berangkat ke pasar.

“Kita jalan kaki wak?"

“Tidak, itu akan memakan waktu lama, tunggulah sebentar lagi. "

Wak Tuni berjalan ke depan rumahnya ia terlihat sedang menuggu seseorang, tidak lama setelah itu terlihat seseorang dari kejauhan tengah duduk di atas gerobak yang di tarik oleh dua ekor sapi.

“Nah ini tumpangan kita." Wak Tuni melambaikan tangannya kemudian di balas oleh si pemilik gerobak yang akan di tumpangi itu.

“Ada apa wak?” Orang yang mengendarai gerobak tersebut menghentikan lajunya dan bertanya pada wak Tuni.

“Tarno kami boleh ikut ke pasar." Wak Tuni dengan sopan bertanya.

“Boleh.. boleh tapi maaf gerobaknya agak penuh. " Tarno berbicara sambil menunjukkan isi gerobaknya yang juga berisi barang-barang jualan yang akan diangkutnya ke pasar untuk dijual.

“Tidak apa-apa. "

“Kalau begitu silahkan naik." Tarno mempersilahkan Wak Tuni dan Doni naik ke atas gerobaknya.

Wak Tuni kemudian mengangkat hasil panennya ke atas gerobak di bantu dengan Doni. Setelah semua barangnya sudah naik ke atas gerobak barulah wak Tuni dan Doni naik ke atas kereta.

Setelah satu jam perjalanan menggunakan gerobak yang di tarik oleh dua ekor sapi akhirnya mereka bertiga sampai di pasar, pasar di kampung tersebut masih tergolong sederhana dan cukup tradisional tidak seperti di kota yang para pedagang memiliki ruko tersendiri di sini para pedagang hanya menggelar tikar atau terpal di atas tanah dan langsung menjajakan jualannya.

Wak Tuni segera turun dari atas gerobak dan menurunkan semua barang miliknya di bantu oleh Doni.

“Wak kita mau menggelar terpal di mana untuk berjualan?” Doni bertanya sambil menoleh ke kanan dan ke kiri mencari tempat yang cocok untuk digunakan berjualan.

“Kita tidak akan menggelar tikar. "

“Lah terus bagaimana caranya punya uwak bisa laku. "

“uwak hanya akan menjualnya pada pengepul. nanti biar dia yang menjualnya yah walaupun harga belinya agak sedikit murah”.

“Tapi wak?”

“Sudah tidak apa-apa, tunggu di sini. "

Wak Tuni berjalan menuju seorang pedagang sekaligus pengepul meniggalkan Doni bersama barang bawaanya. Dari kejauhan Wak Tuni sedang bernegosiasi bersama si pengepul setelah mereka menemukan harga yang pas wak Tuni kembali ke tempat Doni menuggu.

“Ayo bantu uwak mengangkat barangnya ke sana. "

Doni mengikuti perintah wak Tuni dan membentunya membawa semua barang yang dibawanya kepada si pengepul. Setelah sampai hasil panen yang dibawa oleh wak Tuni kemudian di timbang, si pengepul mengambil kalkulator menjumlah hasil keseluruhan setelah itu baru membayar dan memberikan beberapa uang pecahan lima puluh ribu kepada wak Tuni.

“Setelah ini kita ke mana wak. "

“Kamu mau jalan-jalan keliling pasar. "

“Mau wak. "

“Kalau begitu pergilah uwak akan menuggumu di dekat gerobak milik Tarno, ini uang siapa tahu nanti ada yang mau kamu beli. "

Wak Tuni menyodorkan beberapa lembar uang kepada Doni

“Tidak usah wak, Doni punya kok. "

“Baiklah kalau kamu tidak mau menerima uang dari uwak. "

Doni hanya terkekeh pelan melihat ekspresi kecewa yang terpancar dari wajah kakeknya itu.

“Jangan lama-lama. "

Wak Tuni meneriaki Doni yang sudah berjalan lebih dulu kemudian di balas dengan lambaian oleh Doni.

Doni pergi meninggalkan wak Tuni untuk mengelilingi pasar, Doni mengunjungi semua pedagang yang ada di dalam pasar tradisional tersebut penasaran dengan apa yang di jual para pedagang.

Para pedaganga di pasar tersebut menjual berbagai macam hal, mulai dari obat tradisional, pakaian, perabotan rumah tangga, makanan tradisional dan mainan. Suasana di pasar tradisional sangat berbeda dengan pasar moderen di sini pedagang dan pembeli bisa bercengkrama dan menjadi akrab begitupun dengan pengunjug pasar yang lainnya.

“Yang apa bu?” Doni menunjuk sebuah dagangan yang di simpan di atas bakul berwarna putih dan memanjang seperti rambut.

“Ini Rambut nenek nak. "

“Rambut nenek memang bisa di jual bu?”

Doni bingung, baru kali ini dirinya melihat seseorang menjual rambut neneknya.

“Hhahah Ini permen nak namanya rambut nenek, kamu orang baru di sini yah. " Si penjual tertawa melihat keluguan Doni yang mengira itu adalah rambut sungguha.

“eh.. begitu yabu. " Doni tersipu malu mendapati dirinya yang benar-benar mengira itu adalah rambut nenek sungguhan.

“Kalau anak kampung datang ke kota di sebut kampungan, tapi kalau anak kota masuk ke kampung di sebut anak apa yah hahah. " Si penjual berbicara sambil terkekeh.

"Ya masih anak kota bu hehehe. " Doni membalas lelucon yang di buat si pedagang untuknya kemudian juga ikut tertawa.

“Cobalah." Si penjual menyodorkan jualannya pada Doni.

“Teimakasih Bu." Doni menerima pemberian si penjual dan langsung memasukkanya ke dalam mulutnya.

“Um enak bu, ini dari apa?"

“Ini terbuat dari gula yang sudah dilelehkan dan di beri pewarna dan di beri tepung jagung kemudian setelah itu ditarik-tarik hingga menjadi tipis. "

“Oh ternyata begitu, kalau ini apa bu?” Doni mengangguk-angguk berusah mencerna apa yang si penjual katakan dan matanya kemudian tertarik pada permen lain yang juga ada di atas bakulan si penjual.

“Ini Permen jahe. " Si penjual dengan sabar menjawab pertanyaan Doni.

“Oh kalau ini aku tahu dari jahe kan bu, tapi memang jahe bisa jadi permen bu?”

“Bisa, ini ibu buat dari jahe dengan gula merah jadi bisa manis, kalau ini kesukaan ibu karena bisa menghangatkan tubuh juga selain itu juga sehat karena dari jahe." Si penjual menjelaskan panjang lebar ke pada Doni.

“Aku harus bawa oleh-oleh begini nanti saat pulang, aku beli sekalian untuk Ratna juga, eh kok aku malah kepikiran anak nakal itu sih. " Doni membatin.

“Harganya berapa bu? ”

“Ini satu bungkus dua ribu saja nak. "

“Kalau begitu saya beli lima bungkus bu, ini uangnya." Doni berbicara sembari menyerahkan uang sepuluh ribu pada si penjual.

Hari sudah mulai terasa terik, pasar mulai terasa sesak karena banyak orang yang datang berkunjung, pasar ini adalah satu-satunya pasar yang di kunjungi oleh beberapa desa untuk membeli keperluan dan diadakan hanya satu kali dalam seminggu yaitu pada hari kamis biasanya hanya terbuka sampai jam dua belas siang setelah itu para pengunjung pasar dan pedagangan akan pulang ke rumah masing-masing.

“Sudah selesai keliling pasarnya?”

“Sudah wak. "

“Kalau begitu ayo kita pulang. "

Wak Tuni dan Doni pulang dengan kembali menumpang pada gerobak milik pak Tarno.

Doni begitu menikmati perjalanannya menggunakan gerobak, ini pertama kalinya ia mengendarai gerobak yang di tarik oleh dua ekor sapi walaupun selalu terguncang karena jalanan yang di lalui bergelombang karena batu. Doni menikmati pemandangan desa yang masih begitu terjaga ke asriannya belum ada asap kendaraan ataupun suara bising klakson mobil dan motor yang terjebak macet. Sesekali Wak Tuni menyapa orang-orang yang di temuinya di jalan.

“Ah indahnya. Sesekali aku harus mengajak mereka berkunjung ke sini. "

“Siapa?”

Doni bergumam pelan yang ternyata didengar oleh wak Tuni yang tengah duduk di sampingnya.

“Temanku yang di kota wak hehe. " Doni menjawab sambil terkekeh pelan.

“Oh iya.. iya ide bagus itu, anak kota biasanya suka sama suasana di pedesaan kalau bahasa gaulnya sih repre.. retre eh aku kok lupa yah." Tiba-tiba pak Torno yang sedang mengendarai gerobaknya ikut memberikan pendapat.

“Refresing pak. " Kalimat pak Tarno di benarkan oleh Doni.

“Nah.. nah itu maksudku. "

Wak Tuni dan Doni kemudian tertawa mendengar pembelaan diri dari Pak Tarno.

...

...

Terpopuler

Comments

hengki kayzen$☆

hengki kayzen$☆

semanggat

2021-04-17

2

Louisa. Z

Louisa. Z

semangat thor :)))

2020-06-15

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!