Pria Kejam Dan Gadis Jujur
Seorang gadis masih tertidur pulas, ditarik paksa dari ranjang yang ia tempati.
"Auww!" pekik Anaya.
Satu ember berukuran kecil berisi air mendarat ditubuh Anaya yang tergeletak di lantai.
"Bangun pemalas!" teriak seorang wanita paruh baya berusia 42 tahun
Anaya mendongakkan kepalanya kepala dengan tubuh gemetaran, "Aku sudah bangun, Bu!" berkata dengan terbata.
Wanita yang bernama Nuni melemparkan ember di samping tubuh putrinya membuat gadis itu tersentak kaget.
Nuni menarik rambut Anaya agar berdiri.
Anaya pun berdiri dengan memegang rambutnya.
"Mandi dan percantik dirimu, aku dan ayahmu akan menjual kamu!" Nuni menekankan kata-katanya penuh kebencian.
"Aku mau dijual dengan siapa, Bu?" tanya Anaya gemetar.
"Tentunya orang kaya yang dapat melunasi seluruh utang-utang kami!"
"Bu, aku tidak mau dijual. Aku akan melakukan apapun untuk melunasi utang kalian!" mohon Anaya dengan menangis.
Nuni mendorong tubuh putrinya secara kasar. "Mau kerja apa kamu untuk melunasi utang kami, hah!"
"Apapun itu, Bu!" Anaya berlutut di kaki ibunya.
"Sampai mati pun kamu bekerja tidak akan mampu melunasi utang kami dan solusinya kamu harus dijual dengan orang kaya itu!" Nuni berkata lantang.
Pintu depan rumah Anaya terbuka, seorang wanita lebih muda dari Nuni berlari mendekati Anaya dan memeluknya.
"Cih, kamu ingin membelanya!" Nuni melipat tangannya.
"Kakak ipar, kamu sungguh tega!"
"Hei, aku ingin memberikan dia pelajaran!"
"Bukan begini caranya, Kak."
"Lalu bagaimana?" tanya Nuni menantang.
"Berikan dia kepadaku!" jawabnya.
"Urus dia dan aku mau dia menjadi pelunas utang-utang aku dan Mas Emir!"
"Baiklah, Kak."
Nuni pun pergi.
Wanita itu membantu Anaya berdiri.
"Bibi, mereka ingin menjualku. Tolong aku!" mohonnya.
"Bibi, akan membantumu!"
"Terima kasih, Bi!"
"Sekarang kamu pergilah mandi, Bibi akan mempersiapkan sarapan untukmu!"
Anaya mengangguk.
Widuri melangkah ke dapur menyiapkan sarapan buat keponakannya lalu ia bawa ke kamar.
"Kamu sudah selesai mandi?" tanya Widuri dengan lembut.
"Sudah, Bi." Anaya tersenyum seraya menyisir rambutnya.
"Ini sarapan kamu, makanlah terlebih dahulu!" Widuri meletakkannya di atas nakas
"Iya, Bi." Anaya meraih piring berisi nasi putih dan telur dadar.
Anaya menyantapnya dengan lahap.
Widuri tersenyum melihat keponakannya itu makan dengan semangat.
Anaya pun selesai sarapan.
Widuri mendekati Anaya lalu menyisir rambut keponakannya, "Apa kamu menyayangi ibu dan ayahmu?"
"Iya, Bi."
"Apa kamu tidak ingin membalas kebaikan yang mereka?"
"Ingin, Bi."
"Orang kaya itu masih muda dan tampan, dia berani membeli kamu dengan harga mahal. Apa kamu tidak mau dengannya?"
"Bi, aku takut jika pria itu kejam."
"Tidak, dia pemuda yang baik. Dia ingin menikahimu jadi kata-kata membeli itu ibarat seorang gadis diminta dari kedua orang tuanya," tutur Widuri.
"Menikah? Aku dan dia belum pernah bertemu, bagaimana mungkin kami bisa menikah?"
"Dia pernah bertemu denganmu dan jatuh cinta kepadamu makanya ingin menikahimu," jelas Widuri.
"Siapa dia, Bi?"
"Ayo belanja pakaian bagus, kita akan bertemu dengannya. Kamu harus tampil cantik dan sempurna agar dia terpesona kepadamu," ucap Widuri.
"Baiklah, Bi."
-
Widuri dan Anaya pergi berbelanja ke toko baru. Mereka memilih pakaian yang akan dikenakan Anaya ketika makan malam di rumah pemuda kaya raya itu.
Selesai memilih pakaian, Widuri mengajak keponakannya itu memilih aksesoris yang cantik. Lalu lanjut berbelanja sepatu dan tas, semua itu agar menunjang penampilan Anaya.
Selesai berbelanja, keduanya menikmati makan siang di restoran. Tentunya membuat hati Anaya senang karena dia sama sekali belum pernah makan di luar.
Keduanya pun pulang membawa beberapa barang-barang belanjaan.
Begitu sampai rumah, Anaya yang baru tiba di depan pintu rambutnya dijambak Nuni.
"Darimana saja kamu anak pembawa sial?" makinya.
"Ampun, Bu. Sakit!" Anaya memekik.
"Kakak ipar, lepaskan dia!" Widuri memegang tangan Nuni.
"Kamu ingin membelanya!" sentaknya.
"Kakak, aku bisa jelaskan. Tolong, lepaskan tangan Kakak ipar dari rambutnya!" pinta Widuri.
Nuni melepaskan genggamannya.
"Anaya pergilah ke kamar, beristirahatlah!" ucap Widuri lembut.
Anaya mengangguk, melangkah cepat ia ke kamarnya.
"Kenapa kamu selalu membelanya?"
"Kakak tenanglah, ayo duduk!" ajak Widuri.
Nuni pun mengikuti perintah adik iparnya.
"Jika Kakak ingin menjual Anaya pakai cara yang halus bukan kasar seperti ini," ujar Widuri.
"Aku tuh kesal dengan anak itu!" geram Nuni.
"Sabar, Kak. Kekesalan Kakak ipar akan hilang sebentar lagi," ucap Widuri.
"Iya, tapi kapan?"
"Nanti malam, Anaya akan menyerahkan dirinya kepada pria kaya itu secara sukarela. Kak Nuni dan Kak Emir hanya perlu pura-pura bersedih," ujar Widuri.
"Jadi, menurutmu kami harus bersandiwara?"
"Ya."
"Apa kamu yakin Anaya mau dijual?"
"Tentunya."
-
Malam harinya, Anaya dan kedua orang tuanya beserta Widuri mendatangi kediaman seorang pemuda kaya raya.
Pintu pagar terbuka, mobil Widuri memasuki halaman istana yang begitu megah.
Anaya dan kedua orang tuanya memandang takjub rumah mewah tersebut.
"Kenapa aku jadi ragu untuk menyerahkan Anaya kepadanya?" ucap Emir.
"Ayah tidak ingin berpisah denganku?" tanya Anaya.
"Orang tua mana yang ingin berpisah dengan anaknya kalau tidak terpaksa," sahut Nuni dengan wajah pura-pura sedih.
"Ana, hanya kamu harapan kedua orang tuamu agar terbebas dari semua utang-utang ini. Kamu ingin menjadi anak yang berbakti, kan?" tanya Widuri.
Anaya mengangguk.
"Maka kamu harus mau menerima pemuda itu untuk menjadi suamimu," ucap Widuri.
"Iya, Bi."
Keempatnya berjalan memasuki istana mewah itu, depan pintu dijaga beberapa pelayan wanita.
"Mari saya antar!" ucap salah satunya.
Keempatnya berjalan ke ruangan khusus tamu yang begitu luas dengan kursi-kursi besar.
Keempatnya duduk di satu sofa yang sama.
Terdengar suara derap langkah kaki turun dari lantai atas.
Dua orang pemuda kini berdiri dihadapan Anaya dan kedua orang tuanya serta bibinya.
Seorang pemuda berdiri dengan gagah dan angkuh, lalu bertanya, "Jadi dia gadis yang akan menjadi istriku!" menunjuk ke arah Anaya.
"Benar, Tuan." Jawab Widuri.
"Berapa kalian menjualnya kepadaku?" tanya pria itu.
"Dua milyar rupiah," jawab Emir.
Pria itu tertawa mendengarnya.
Keempatnya saling pandang.
"Ternyata dia sangat murah sekali!" ledeknya.
"Apa harga yang kami tawarkan terlalu murah, Tuan?" tanya Widuri.
"Ya, sangat murah. Saya akan membelinya sebesar tiga milyar!"
"Apa!" Emir, Widuri dan Nuni tampak tercengang.
"Tapi, dengan syarat kalian tidak boleh mengunjunginya!"
"Baiklah, kami setuju!" sahut Nuni semangat.
Anaya menggelengkan kepalanya, "Aku tidak bisa jauh dari mereka!"
"Anaya, jangan menolaknya. Ini kesempatan bagus untuk berbakti kepada orang tuamu!" bisik Widuri.
"Tapi, dia melarang kedua orang tuaku menemui aku, Bi." Anaya berkata pelan.
"Kami itu sudah bosan denganmu!" bisik Nuni.
"Jangan dengarkan ucapan ibumu!" ucap Widuri lagi.
Anaya mengangguk.
"Bagaimana?" tanya pria itu.
"Kami setuju," jawab Emir.
"Kalian boleh datang ke sini besok pagi untuk menjadi wali dan saksi pernikahan aku dengan dia!" ucapnya.
"Baiklah," ujar Emir.
"Malam ini, dia harus tinggal di sini!"
"Bagaimana dengan uangnya?" tanya Nuni.
"Malam ini aku akan memberikan kalian separuh dan separuhnya lagi setelah pernikahan."
"Baiklah, kami setuju!" ucap Emir.
"Ayah, Bu, aku tidak mau tinggal di sini!" Anaya mulai ketakutan.
"Mereka tidak akan menyakiti kamu, percaya pada Bibi!" Widuri menyakinkan keponakannya dengan memegang tangannya.
Pria itu menarik sudut bibirnya melihat pemandangan yang ada di hadapannya.
"Biom, serahkan uang itu kepada mereka!"
"Baik, Tuan!" Biom meletakkan tas di atas meja lalu membukanya.
Kedua orang tuanya Anaya dan Widuri membulatkan matanya melihat uang di dalam tas tersebut.
"Apa kalian sudah percaya?" tanya Biom.
Ketiganya mengangguk.
Biom mengancingkan kembali tas, "Ambillah!"
Dengan cepat Emir meraih tas tersebut.
"Sekarang kalian boleh pergi!" ucap pria kaya raya itu.
"Baik, Tuan Harsya!" Emir, istri dan adiknya berdiri.
"Ayah, Bu, jangan tinggalkan aku!" Anaya juga berdiri.
"Ayo kita pergi dari sini!" ajak Nuni.
Anaya menahan tangan ibunya, "Jangan pergi!"
Nuni melepaskan genggaman putrinya lalu melangkah pergi bersama suami dan adik iparnya.
Anaya berdiri dengan air mata menetes dan wajah ketakutan.
Harsya memandangi wajah Anaya dengan tersenyum menyeringai.
"Mari, Nona. Saya akan menunjukkan kamar anda!" ucap Biom.
"Aku mau di sini saja!" tolak Anaya dengan bibir bergetar.
"Aku telah membelimu dengan harga mahal jadi jangan pernah membantah perintahku!" Harsya berkata dengan dingin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
£rvina
jejak dulu 🔜
2024-01-09
0
sakura
...
2023-09-30
1
Putri Minwa
mampir lagi ya
2023-03-31
1