Ketika sampai di kamar, Harsya memundurkan langkahnya. Bayangan masa lalu muncul di pikirannya. Ya, beberapa tahun lalu adiknya mengalami hal yang sama. Ia berlari membawa tubuh gadis kecil berusia 7 tahun itu ke rumah sakit.
"Tuan, anda tidak apa-apa?" Biom memegang tubuh Harsya yang terhuyung.
Harsya mengangkat tangan kirinya memberi tanda jika dirinya baik-baik saja.
"Apa perlu kita memanggil Dokter Rissa untuk mengobati Nona, Tuan?"
"Ya." Harsya bergegas meninggalkan kamar istrinya.
Tak sampai 30 menit, Rissa telah datang ke rumah Harsya.
"Apa lagi yang telah dibuat atasanmu kepada istrinya?" tanya Rissa kesal.
"Jangan banyak bertanya Dokter, anda di panggil untuk mengobati Nona Anaya bukan mengomel!"
Rissa mendengus kesal.
Biom mengantarkan Rissa ke kamar Anaya yang telah sadar.
Rissa memeriksa kondisi Anaya lalu berkata, "Jika kamu ingin kabur dari rumah ini, aku siap membantumu!"
"Eheem.."
Rissa dan Anaya menoleh ke arah Biom yang berdehem.
"Aku tidak peduli dengan dia dan Harsya, penting bagiku saat ini menolong kamu keluar dari rumah neraka ini!" Rissa sengaja berkata sembari melirik asisten pribadi Harsya.
"Terima kasih, Dokter!" lirihnya.
Rissa berdiri dan tersenyum, "Cepat sehat dan kamu harus berani melawan mereka!"
Anaya tersenyum singkat.
"Silahkan keluar Dokter jika sudah selesai!" ucap Biom dengan wajah datar.
Rissa keluar dari kamar Anaya dan menghampiri Harsya.
"Bagaimana kondisinya?" tanya Harsya yang sedang memainkan ponselnya, duduk di ruang santai keluarga.
"Kenapa kamu tega melakukan ini kepada wanita itu? Apa salahnya dia?" tanya Rissa.
"Biom, apakah dia sudah melaksanakan tugasnya sebagai dokter?" tanya Harsya tanpa menatap.
"Sudah, Tuan," jawab Biom.
"Usir dia, katakan padanya jangan campuri urusan aku!"
"Baik, Tuan!"
"Harsya, aku ini sepupu kamu. Kenapa dirimu berubah jadi jahat?" tanya Rissa.
"Antar dia ke pintu utama!" perintah Harsya pada Biom.
"Mari Nona, saya antar!"
"Aku bisa sendiri!" ketus Rissa.
Harsya melangkah ke kamar istrinya dengan rasa kesal dan penuh kebencian.
Membuka pintu secara kasar membuat Anaya tersentak kaget.
Anaya terbangun dan duduk.
Harsya yang marah, menarik tangan istrinya secara paksa.
Anaya turun dari ranjang dengan wajah ketakutan.
"Aku sangat membencimu!" Harsya berkata dingin di depan wajah Anaya yang berlinang air mata.
"Apa salah saya, Tuan?" Kenapa membenci saya?"
"Kau pura-pura lugu atau tidak tahu, hah?" bentaknya.
"Saya benar-benar tidak tahu, Tuan!"
Harsya menampar pipi Anaya dengan keras.
Anaya terjatuh dengan sudut bibir terluka.
"Aku tidak akan pernah membuatmu hidup tenang!"
"Katakan apa salah saya, Tuan?"
Harsya mendekat, jongkok dan menjambak rambut istrinya. "Kau telah membunuh ayahku!"
"Aku tidak pernah membunuh orang, Tuan!"
Harsya kembali melayangkan tamparan.
Mendapatkan tamparan, wajah Anaya pun terbentur lantai. Namun, ia mampu menatap kembali suaminya.
"Kau memang benar-benar wanita jahat, Anaya!" Harsya menunjuk wajah istrinya dengan jari telunjuk.
Anaya menggelengkan kepalanya, "Tuan, pasti salah paham. Saya tidak mengenal ayah anda!"
"Apa kau mengingat lima tahun lalu ketika ayahku makan di sebuah restoran? Siapa yang memasak dan menghidangkan makanan kepadanya?"
Anaya berusaha mengingat.
"Abraham Syahbana, apa kau ingat?" tanyanya lantang.
Anaya menggelengkan kepalanya.
Harsya yang kesal wanita itu tak mengingatnya, menjambak rambut istrinya lagi.
"Auww!" pekik Anaya kesakitan.
"Pria paruh baya memakai kacamata dan ia muntah-muntah di meja nomor sebelas, apa kau tidak mengingatnya juga?" tanya Harsya dengan mata memerah.
"Saya ingat, tapi saya bukan pelakunya, Tuan."
"Lalu siapa?" sentaknya.
"Bukankah pihak berwajib telah mencari pelakunya?"
"Mereka menutup kasus ini!" Melepaskan genggamannya di kepala istrinya.
"Saya bukan pelakunya, Tuan!" ucap Anaya lirih.
"Saat kejadian kau berada di sana dan bukti mengarah kepadamu!"
"Saya di fitnah, Tuan. Saya memang berada di tempat itu, tapi bukan saya yang memberikan racun," jelas Anaya.
"Aku tidak percaya dengan kata-katamu!"
"Apa yang harus saya lakukan agar Tuan percaya?"
Harsya semakin marah dengan pertanyaan istrinya, ia menarik lengan Anaya dan menyuruhnya berdiri.
"Kau hanya perlu bicara jujur!"
"Saya memang tidak melakukannya, Tuan!"
Harsya menarik tangan Anaya dan membawanya keluar kamar, keduanya berjalan ke sebuah ruangan kosong di bawah tanah.
Harsya mendorong tubuh Anaya hingga tersungkur.
"Katakan jika kau adalah pembunuh ayahku!"
Anaya menggelengkan kepalanya lagi.
"Kau tidak mau mengakuinya!" hardiknya.
"Saya memang tidak melakukannya, Tuan!"
Harsya melepaskan tali pinggang di celananya.
Anaya membulatkan matanya.
Tangan kanan Harsya kini memegang tali pinggang. "Katakan jika kau adalah pelakunya!"
"Saya tidak akan mengakuinya, meskipun saya harus mati!"
Harsya menatap marah, "Kau ingin main-main denganku, hah!"
Anaya memundurkan langkahnya dengan tubuh gemetaran.
Harsya memukul tubuh Anaya dengan tali pinggang.
Anaya menjerit kesakitan.
"Itu tidak seberapa setelah apa yang telah kau lakukan pada ayahku!" Harsya berkata penuh emosi.
Bukan hanya sekali tapi beberapa kali cambukan.
Anaya terjatuh dan terus meneteskan air mata.
Melihat Anaya tergeletak, Harsya melemparkan tali pinggang lalu ia pun meninggalkan istrinya seorang diri.
Harsya ke kamarnya dan menghancurkan semua barang-barang yang ada di ruangan itu.
Biom yang mendengar suara keributan bergegas menghampiri, "Tuan, apa yang anda lakukan?" sambil memeluk Harsya.
"Dia telah membunuh ayahku, Biom!" Harsya terjatuh masih dalam pelukan asistennya dan menangis.
"Apa Nona mengakuinya, Tuan?"
Harsya menggelengkan kepalanya. "Dia bersikeras tidak mengakuinya!" lirihnya.
"Mungkin memang Nona Anaya bukan pelakunya, Tuan."
"Lalu siapa? Jelas-jelas dia yang memasak dan menghidangkannya."
"Mungkin Nona Anaya di fitnah, Tuan."
"Kau jangan mudah percaya dengan wajah lugunya!"
"Tapi, saya sangat yakin jika bukan Nona Anaya pelakunya," ucap Biom.
Harsya pun tampak diam dan berpikir.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Ruk Mini
tolol ko d piara 🤦🤦🤦
2023-11-09
0