Anaya berjalan pelan mengikuti langkah Biom.
Begitu sampai, Biom membuka pintu tampak sebuah kamar mewah dan luas. "Silahkan masuk, Nona!" berkata lembut.
Anaya mengangguk pelan lalu melangkah ke dalam.
"Nona tidak boleh keluar sebelum pagi datang," ucap Biom.
"Jika saya haus atau ingin buang kecil, bagaimana?"
"Di ujung sana kamar mandi dan di nakas ada segelas air putih," jelas Biom menunjuk ke sudut kamar.
Anaya mengikuti jemari Biom.
"Kalau begitu saya permisi, Nona!" Biom menutup pintu.
Setelah mengantarkan Anaya ke kamarnya, Biom melangkah ke kamar atasannya.
"Apa dia tidak membuat masalah?" tanya Harsya yang posisinya menghadap jendela menatap gelapnya malam.
"Tidak, Tuan."
"Bagus, silahkan keluar!" Harsya berkata dingin.
Biom pun pamit.
Harsya tersenyum menyeringai, "Aku akan membuatmu menderita Anaya setelah apa yang kamu lakukan dahulu kepadaku!"
Sementara di lain tempat, tepatnya di kediaman Widuri.
Wanita itu memasuki rumahnya dengan wajah sumringah dan hati senang.
"Dari mana kamu malam-malam begini?" tanya Alan, suaminya Widuri.
"Aku lagi mencari uang untuk kebutuhan kita sehari-hari dan biaya pengobatan kamu, Mas."
"Kerja apa kamu?"
"Menjual keponakan aku," jawab Widuri bangga.
"Keponakan kamu, maksudnya bagaimana?"
"Aku menjual Anaya kepada orang kaya dan besok dirinya akan menikah."
"Apa!" Alan tampak terkejut.
"Itu hukuman untuk gadis sialan yang sudah membuat aku kehilangan calon bayiku!"
"Itu semua bukan karena Anaya!"
"Kamu terus membela dia yang sudah membuat duduk di kursi roda selama bertahun-tahun!" Widuri berkata marah.
"Aku begini karena kurang hati-hati, Widuri."
"Terus saja membela dia!" sentaknya.
"Anaya itu keponakan kamu, Widuri. Kenapa kalian begitu tega menjual dirinya," ucap Alan sedih.
"Kedua orang tuanya saja tak bersedih seperti Mas Alan, kenapa aku harus peduli," ujar Widuri.
"Kalian memang jahat!" geram Alan.
"Kami memang jahat, Mas. Tapi, dia lebih jahat!" Widuri tersenyum menyeringai.
Alan tak dapat menolong Anaya karena tubuhnya pun tak sanggup untuk berdiri.
"Aku akan membawa Mas Alan berobat," ucap Widuri.
"Aku akan mengganti uang Anaya dan membawanya pulang jika sudah sembuh," janji Alan.
"Terserah Mas Alan mau apa!" Widuri memilih ke kamarnya.
*
Dikediaman orang tuanya Anaya...
Nuni merebahkan tubuhnya di ranjang, sambil berkata, "Akhirnya anak sialan itu pergi dari rumah ini!"
"Apa kamu tidak sedih, jauh dari Anaya?" tanya Emir.
Nuni mengarahkan tatapannya kepada suaminya, "Apa Mas Emir sekarang menyesal telah menjual Anaya?" balik bertanya.
"Kenapa aku menjadi takut jika Anaya disiksa?"
"Mas, anak itu telah membawa pengaruh buruk di keluarga kita. Bertahun-tahun kita mengurus dan merawatnya, tapi lihatlah apa yang kita dapatkan. Selalu kesialan dan kerugian, berkali-kali membuka usaha selalu bangkrut!"
Emir terdiam.
"Sekarang tidurlah, besok pagi kita akan menikahkan Anaya dengan pria itu. Tentunya separuh lagi uang akan kita dapatkan," Nuni tersenyum puas.
-
Di istana mewah milik Harsya...
Anaya belum tertidur meskipun jarum jam telah menunjukkan angka 11 malam. Ia turun dari ranjang dan berjalan mondar-mandir.
Kreek....
Anaya dengan cepat menoleh ke arah pintu.
Harsya masuk ke kamar Anaya dengan tatapan wajah dingin.
Anaya gegas memundurkan langkahnya, wajahnya seketika memucat.
"Kamu ingin mencoba kabur?" Harsya menuding.
Anaya menggelengkan kepalanya dengan cepat.
"Jika berani kabur, kamu akan tahu akibatnya!" Berkata dengan nada dingin.
Anaya terdiam.
"Besok hari pernikahan kita," ucap Harsya.
"I...iya," Anaya berkata dengan gemetaran.
"Persiapkan dirimu sebaik mungkin dan aku tidak suka melihat air matamu!" Harsya menatap tajam.
Anaya menundukkan pandangannya.
Harsya pun berlalu.
Anaya terduduk di ranjang dan menangis. "Apa yang harus aku lakukan?" gumamnya.
******
Beberapa orang telah berkumpul di halaman belakang istana mewahnya Harsya. Pagi ini pria itu akan melangsungkan pernikahan yang sederhana.
Emir, Nuni dan Widuri telah hadir.
Tak lama kemudian, Harsya muncul dengan gagah dan rapi.
Pria itu duduk berhadapan dengan Emir selaku ayah kandungnya Anaya.
Janji suci pernikahan pun diucapkan Harsya secara lantang, para tamu yang hadir mengucapkan syukur.
Anaya memegang ujung selendang yang ia pakai dengan tangan gemetaran.
Seorang pelayan wanita memanggilnya di kamar dan menuntun Anaya menemui suaminya.
Anaya duduk di samping suaminya dengan mata membengkak, ia mencoba tersenyum.
"Kamu lihat 'kan, dia begitu bahagia menikah dengan pria kaya itu!" bisik Nuni.
Emir hanya diam menatap putrinya yang tersenyum dalam kesedihan.
Harsya lalu berdiri meninggalkan taman.
Anaya yang bingung juga melakukan hal sama.
Harsya kini duduk bersama kedua mertuanya dan Bibi dari istrinya.
Harsya memerintahkan Biom memberikan tas berisi uang kepada ketiga orang tersebut.
Tas berisi uang 1,5 miliar kini ada dihadapan orang tua dan bibinya Anaya.
"Kalian tidak boleh menampakkan wajah di depannya," Harsya memperingatkan. "Jika berani muncul serta meminta uang kepadanya, kalian akan tahu akibatnya!" lanjutnya.
"Baik, menantuku!" ucap Nuni.
"Ciih, menantu?" Harsya tersenyum sinis.
"Panggil dengan sebutan Tuan Harsya!" Biom menatap tajam Nuni.
"Baik, Tuan Harsya!" Nuni menundukkan kepalanya.
"Pergilah dan bawa uang ini!" perintah Harsya.
"Baik, Tuan!" ucap ketiganya.
Nuni dengan cepat menyambar tas di atas meja lalu memeluknya.
Harsya meninggalkan ruang tamu bersama Biom.
Emir, istrinya dan adiknya pun meninggalkan kediaman Harsya.
Sebelum mobilnya meninggalkan rumah mewah tersebut, Emir menatap sebuah jendela yang merupakan kamar putrinya dengan mata sendu.
"Ayo, Kak!" ajak Widuri.
"Semua sudah terjadi, Anaya juga bahagia dengan pernikahannya," ujar Nuni.
"Iya, Kak. Sekarang mari kita buka lembaran baru tanpa dia," ucap Widuri.
"Apa yang dikatakan adikmu benar, Mas. Ayo kita pergi dari sini!" Nuni menimpali.
Emir memasuki mobilnya dan perlahan meninggalkan kediaman mewah Harsya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Putri Minwa
semoga masa lalu yang pahit akan berlalu ya
2023-03-31
2