Keesokan paginya...
Harsya dan Anaya menikmati sarapan pagi bersama. Tak ada obrolan diantara keduanya, hanya terdengar suara sendok dan garpu yang saling beradu.
Harsya mengakhiri sarapannya lalu melangkah ke kamarnya mengganti pakaiannya dan bersiap pergi.
Anaya beranjak dari duduknya dan Biom mendekatinya, "Nona segera berganti pakaian, kita akan segera pergi."
"Kita mau ke mana?"
"Jangan banyak bertanya, Nona. Ikuti saja permintaan Tuan Harsya."
"Baiklah."
Anaya berjalan ke kamarnya, begitu sampai ia menuju lemari. Ia memilih pakaian yang akan dikenakan untuk berpergian dengan suaminya.
"Aku pakai yang mana?" tampak bingung karena pakaian di dalam lemari semua baru dan bagus.
Anaya yang bingung mencoba satu persatu pakaian.
Suara ketukan pintu menghentikan aksinya, ia melangkah ke pintu dan membukanya.
"Nona, Tuan Harsya meminta anda untuk cepat berpakaian," ucap seorang pelayan wanita.
"Baiklah."
"Kalau begitu saya permisi, Nona!" pelayan wanita itu pun berlalu.
Anaya menyambar salah satu pakaian dan bergegas memakainya.
Selesai berpakaian, Anaya melangkah cepat ke pintu utama.
Sebuah mobil hitam mewah terparkir di depan teras, Biom membukakan pintu untuk Anaya, "Silahkan masuk, Nona!"
Anaya melangkah cepat memasuki mobil.
Harsya yang dari tadi menunggu, melihat arlojinya. "Kau terlambat sepuluh menit!"
"Maaf, Tuan. Tadi saya bingung memilih pakaiannya," jelas Anaya begitu polos dan jujur.
Harsya menoleh ke arah istrinya dengan tatapan dingin, "Kau memakai pakaian sebagus apapun takkan membuatmu cantik di mataku!"
Anaya segera menundukkan kepalanya.
Mobil melaju ke sebuah rumah kecil cukup jauh dari jalan raya, untuk menuju tempat tersebut mereka harus melewati jalanan yang berlobang dan kanan kiri kebun kelapa sawit.
Begitu sampai, Harsya dan istrinya beserta Biom turun.
"Rumah siapa ini, Tuan?" tanya Anaya.
"Ini rumah Lulu, rekan kerjamu ketika bekerja di restoran kecil itu!" jawab Harsya.
Ketiga orang berjalan menghampiri rumah dan Biom mengetuk pintunya.
Tak lama seorang gadis sebaya dengan Anaya membukakan pintu.
"Maaf, cari siapa?" tanya Lulu.
"Kami mencari Nona," jawab Biom.
"Saya?" Lulu menunjuk dirinya sendiri, memperhatikan wajah para tamunya.
"Apa kamu tidak mengenal saya?" tanya Anaya.
Lulu mengamati wajah Anaya, "Ka...kamu!" tampak gugup.
Anaya tersenyum begitu hangat.
"Untuk apa lagi kamu ke sini? Bukankah masalah itu telah berakhir dan kamu pelakunya?" Lulu begitu gemetaran.
"Saya bukan pelakunya dan tidak terbukti bersalah," Anaya membantah tuduhan.
"Kamu yang memasak serta menghidangkan makanan itu!" tuduh Lulu lagi.
"Saya memang melakukannya tapi saya bukan pelakunya!" Anaya berkata tegas.
"Gara-gara kamu, aku harus kehilangan pekerjaan!" Lulu begitu marah.
"Nona Lulu, cukup!" Biom meredam perdebatan antara kedua wanita.
"Mau apa lagi kalian ke sini?" tanya Lulu.
"Kami ingin bekerja sama dengan anda, Nona Anaya di sini juga menjadi korban," jelas Biom. "Apa kami boleh masuk?" lanjut meminta izin.
"Silahkan!" ucap Lulu.
Ketiganya pun masuk dan duduk di kursi yang telah usang.
"Apa yang kalian ingin tanyakan?"
"Nona Lulu ketika kejadian di mana?" tanya Biom.
"Saya sedang membersihkan meja makan."
"Sebelum Nona Anaya memasak hidangan, anda orang terakhir keluar dari dapur," ujar Biom.
"Ya, saya mengantarkan piring dan gelas kotor."
"Ketika mengantar piring dan gelas kotor, apa ada orang lain di sana?" tanya Biom lagi.
"Tidak ada."
"Apa anda tidak melihat atau mendengar sesuatu yang mencurigakan?" cecar Biom lagi.
Lulu menggelengkan kepalanya.
"Anda yakin?"
Lulu mengangguk.
Biom, Harsya dan Anaya saling pandang.
"Kamu yakin? Coba ingat Lulu, apakah ada seseorang yang mencurigakan ketika kamu berada di dapur?" tanya Anaya.
"Aku yakin, tidak ada orang di dapur!" Lulu berkata dengan nada tinggi.
"Atau jangan-jangan anda yang menaruh bubuk racun itu!" tuding Harsya.
"Jangan asal menuduh, Tuan!" Lulu tampak tidak senang.
"Anda ingin memfitnah Anaya, kan?" Harsya menuding Lulu lagi.
"Buat apa saya memfitnah dia, kami juga baru satu hari kenal," jawabnya
"Tuan, mungkin memang dia tidak terlibat dalam masalah ini," ucap Biom.
"Dia orang terakhir sebelum Anaya masuk ke dapur, bisa saja dia ikut terlibat!" tuduh Harsya.
"Saya sama sekali tidak terlibat cuma saya mendengar di samping dapur ada orang berbicara tapi saya tak tahu isi pembicaraan mereka," tutur Lulu.
"Kalau boleh saya tahu, yang berbicara di samping dapur berapa orang? Dan mereka wanita atau pria?" cecar Biom.
"Saya tidak tahu berapa jumlah mereka, tapi saya mendengar seperti suara wanita dan pria," jawabnya.
Harsya dan Biom menarik nafasnya.
"Di samping dapur tempat para karyawan keluar masuk, kan?" tanya Biom lagi.
"Iya."
"Penjaga keamanan di mana?" Biom bertanya lagi.
"Ketika kejadian ada di depan restoran dan kepala restoran sedang menelepon di meja dekat pintu masuk."
Harsya dan Biom saling pandang.
-
Ketiganya pun berpamitan meninggalkan rumah Lulu, mobil kini melanjutkan perjalanannya ke kediaman ibunya Harsya.
Sesampainya di sana, Harsya meminta Anaya untuk menunggu di dalam mobil dan gadis itu menyetujuinya.
Harsya dan Biom memasuki rumah mewah milik Abraham Syahbana.
Madya yang sedang menikmati makan siang tersenyum ketika melihat wajah putra pertamanya yang begitu ia rindukan.
Madya memundurkan kursinya dan melangkah mendekati Harsya.
"Apa kabar, Bu?" memeluk ibu kandungnya.
"Baik, Nak. Ibu sangat merindukanmu!" Tanpa terasa air mata Madya menetes.
Harsya melepaskan pelukannya dan mengedarkan pandangannya, "Di mana Elia?"
"Dia lagi keluar bersama teman-temannya."
"Oh."
"Kamu sendirian?" tanya Madya.
"Aku bersama Biom, Bu."
"Kalian 'kan ke mana-mana selalu berdua," celetuk Madya.
Harsya tertawa kecil begitu juga dengan Biom.
"Istri kamu di mana?"
"Dia lagi di mobil."
"Kenapa tidak kamu bawa masuk?"
"Aku tidak mencintainya, Bu. Jadi tak perlu mengenalkannya kepada kalian."
"Jika tidak mencintainya kenapa harus menikahinya?"
"Karena dengan cara ini, ku bisa mencari bukti, Bu."
"Ya, semoga saja kamu berhasil menemukan pelaku yang sebenarnya."
"Iya, Bu."
Sementara itu Anaya yang berada sendirian di mobil melihat sekitarnya. "Sepertinya aku harus kabur!" gumamnya.
Anaya melihat ke arah pintu gerbang tak ada penjaga.
Perlahan Anaya membuka pintu mobil dan berjalan mengendap-endap keluar dari halaman rumah orang tuanya Harsya.
Beruntung pagar tidak tertutup rapat, karena tubuhnya ramping Anaya berhasil keluar.
Begitu ia melewati pagar besar, Anaya berlari yang dia mampu. Karena tidak memegang uang sama sekali, Anaya hanya bisa berjalan dengan langkah cepat.
Hampir 15 menit berjalan, ia bertemu dengan Widuri yang sedang berbelanja kebutuhan dapur di sebuah minimarket.
Anaya mendekati adik kandung ayahnya. "Bibi Widuri!" panggilnya.
Widuri menoleh dan terkejut, keponakan yang dibencinya ada dihadapannya. "Kamu kenapa di sini?" tanyanya pura-pura lembut.
"Bibi, tolong aku. Bawa diriku pergi jauh dari kota ini!" Anaya memohon dengan wajah memelas.
"Bibi tidak bisa, Anaya. Bagaimana jika suami kamu tahu?"
"Bibi bilang saja tidak tahu."
"Anaya apa yang kamu lakukan ini resikonya besar, suami kamu itu kaya raya dia bisa melakukan apapun untuk mendapatkanmu kembali!"
"Tapi, aku tidak mau kembali ke sana, Bi."
"Bibi takut, Anaya."
"Kalau begitu, boleh aku minta uang Bibi. Biar ku pergi sendiri saja," pintanya.
Widuri memberikan sepuluh lembar uang berwarna biru.
Anaya menerimanya lalu memeluk Widuri, "Terima kasih, Bi. Tolong jangan beritahu kedua orang tuaku jika ku kabur darinya!"
Widuri mengiyakan.
Anaya pun pergi menggunakan ojek pangkalan menuju terminal.
Widuri berkata dalam hati, "Pergilah menjauh dari kehidupan kami, aku juga telah mendapatkan uang yang banyak darimu. Aku tidak peduli dengan keselamatanmu!"
Anaya berkali-kali menoleh ke belakang, ia begitu takut jika suami dan para anak buahnya menangkapnya.
-
Sejam mengobrol dan menikmati makan siang bersama dengan ibunya, Harsya dan Biom pun berpamitan.
Biom yang lebih dahulu melangkah mendekati mobil, tampak curiga dengan pintu yang tidak tertutup rapat.
Dengan cepat membuka pintu dan melihat Anaya tidak berada di dalamnya. Biom segera mengadu kepada Harsya, "Tuan, Nona Anaya menghilang."
"Apa!" Harsya pun membuka pintu mobil untuk memastikannya. "Ke mana dia?" lanjut bertanya.
"Kita periksa kamera pengawas saja, Tuan." Usul Biom.
"Cepat periksa!" perintahnya.
Biom berlari ke bagian pengamanan rumah, ia meminta seorang pria untuk membuka kamera pengawas.
Harsya mengikuti langkah asistennya dan mereka melihat video bersama.
"Jadi dia mencoba kabur dariku!" geram Harsya.
"Mungkin Nona belum jauh dari sini, Tuan."
"Cari dia!" menekankan kata-katanya.
"Baik, Tuan!"
Biom lalu menghubungi kepala pengawal untuk mencari keberadaan Anaya di setiap sudut kota ini.
Harsya dan Biom kembali pulang.
Harsya tampak begitu kesal dan marah, "Kau berani main-main denganku, Anaya!" mengepalkan tangannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Yohana Woleka
Sebaiknya Lulu dijemput,pasti dapat digali bersama siapa pelakunya
2023-10-22
1