Harsya sedang menikmati secangkir kopi di balkon rumahnya, meskipun istrinya terbaring tak berdaya di ranjang rumah sakit ia mencoba bersikap santai padahal hatinya begitu khawatir.
Biom menghampirinya, "Tuan, Nona Anaya telah sadar!"
"Kita ke rumah sakit sekarang!" perintahnya.
"Baik, Tuan."
Harsya berjalan di belakang asisten pribadinya, Biom membukakan pintu.
Mobil pun melaju ke rumah sakit tempat Anaya mendapatkan perawatan.
Sesampainya di kamar, Rissa sedang menyuapkan bubur Anaya.
"Mereka sudah datang, kamu makan sendiri 'ya." Rissa menyerahkan mangkok seraya tersenyum.
"Terima kasih banyak, Dok." Anaya membalas senyuman sang dokter.
Rissa pun berpamitan keluar ruangan begitu juga dengan Biom yang menunggu di luar.
"Bagaimana kondisimu?"
"Lumayan membaik, Tuan."
"Apa kau mengenal mereka yang menculikmu?"
"Tidak, Tuan. Dia memakai topeng sepertinya seorang wanita."
"Wanita? Bagaimana ciri-cirinya?"
"Dia tinggi, berambut panjang dan sangat wangi. Sepertinya wanita itu mengenal Tuan."
"Mengenal aku?" Harsya mengernyitkan keningnya.
"Ya, dia begitu marah padaku karena Tuan menikahiku," jawab Anaya jujur.
"Siapa dia?" gumamnya.
"Mungkin dia mantan kekasih Tuan."
Harsya menggebrak ranjang membuat Anaya kaget.
Harsya menatap tajam istrinya, "Kekasih yang paling ku cintai telah meninggal, aku tidak memiliki wanita lain selain Andin!" desisnya.
"Maaf, Tuan." Anaya menundukkan kepalanya.
"Kenapa dia harus menculikmu?"
"Dia tidak suka jika saya menikah dengan Tuan."
Harsya tampak berpikir.
"Tuan, bisakah anda melepaskan saya?" Anaya memohon. "Ini demi keselamatan saya," lanjutnya.
"Jika kau ku lepaskan, apakah keselamatanmu terjamin?"
"Tuan, wanita itu menculik saya karena tidak menyukai kita menikah dan bukankah kita ini adalah orang lain yang tidak saling mengenal. Tuan juga telah menahan ke dua orang tua saya, maka izinkan saya bebas."
Harsya menarik nafasnya lalu ia hembuskan.
Sementara itu, diluar kamar rawat. Biom duduk di bangku tunggu tamu pasien.
Rissa datang membawa 2 botol air mineral, menyodorkan sebotol.
Biom mendongakkan wajahnya lalu meraih botol pemberian Rissa.
Dokter muda itu pun duduk di sebelahnya, Rissa mencoba membuka tutup botol namun kesulitan.
Biom menyambar botol, membukanya lalu ia berikan kepada wanita di sebelahnya.
"Terima kasih!" Rissa tersenyum.
Biom tersenyum tipis.
"Kenapa Harsya tidak melepaskan Anaya?" tanya Rissa sembari menenggak minumannya.
"Saya tidak tahu."
"Hei, dia itu diculik wanita yang menyukai Harsya. Itu artinya nyawa dia dalam bahaya, kalian harus melepaskannya jika memang Harsya tidak mencintainya."
"Untuk masalah itu bukan urusan saya, Nona."
"Hei, kau itu telah cukup lama bekerja dengan Harsya. Kenapa tidak bisa menasehatinya?"
"Saya bekerja untuknya bukan menjadi sahabatnya," jawab Biom.
Pintu kamar Anaya terbuka, Harsya keluar dengan wajah datar.
Biom bergegas berdiri begitu juga dengan Rissa.
Harsya melangkah meninggalkan kamar, Biom pun menyusulnya.
"Dasar pria dingin, bukannya mengucapkan terima kasih malah main pergi saja!" gerutunya.
Biom dengan cepat membuka pintu mobil sesampainya di parkiran.
Sesampainya di rumah, Harsya melangkah ke ruangan kerjanya mengambil secarik kertas putih dan sebuah pena.
Harsya menulis sesuatu di kertas tersebut setelah itu memasukkannya ke dalam amplop coklat.
Harsya menyerahkan amplop tersebut kepada Biom, "Perintahkan pada salah satu pelayan untuk menyusun pakaian Anaya di koper dan antarkan surat ini kepadanya. Hari ini aku telah resmi menceraikannya!"
"Apa, Tuan? Cerai!" Biom tampak terkejut, ia tak menyangka Harsya akan mengakhiri pernikahannya.
"Ya, antarkan dia jauh dari kota ini dan pilihkan dia rumah kontrakan yang nyaman. Serta berikan dia sejumlah uang untuk kebutuhan hidupnya beberapa minggu."
"Tuan yakin ingin bercerai dengannya?"
"Ya, ini juga menyangkut keselamatan dia dan aku telah berjanji padanya."
"Baik, Tuan." Biom pun berlalu.
Harsya menjatuhkan tubuhnya di kursi dengan tubuh lemas, seketika hatinya hancur entah kenapa begitu berat melepaskan Anaya.
-
Biom kembali ke rumah sakit, Rissa melihat dari kejauhan asisten Harsya datang seorang diri. Ia ingin menyusulnya namun seorang perawat wanita memanggilnya karena ada pasien yang membutuhkannya.
Rissa lebih memilih menemui pasiennya daripada menyusul Biom.
Setibanya di kamar Anaya, Biom menarik nafasnya lalu mengetuk pintu. Perlahan membuka pintu, "Permisi, Nona."
Anaya bangkit dari tidurnya dan duduk, "Ya."
"Maaf, Nona. Saya hanya ingin menyampaikan ini, silahkan dibaca!" Biom menyerahkan amplop tersebut.
Anaya sejenak menatapnya lalu meraihnya, ia membukanya dan membaca, "Pisah?"
"Ya, Nona. Tuan Harsya telah menceraikan anda."
Tubuh Anaya seketika bergetar, air matanya perlahan menetes.
"Nona, anda tidak apa-apa?"
Anaya tersenyum di tengah air matanya yang jatuh.
"Kami akan mengantarkan anda ke kota sebelah," ucap Biom.
"Aku ingin bertemu dengan dia, apa boleh?"
"Tuan Harsya hanya memerintahkan saya untuk mengantarkan surat ini dan Nona ke kota sebelah."
"Aku ingin mengucapkan sesuatu kepadanya," ucap Anaya.
"Saya akan menghubungi Tuan Harsya," Biom izin keluar kamar.
Tak lama kemudian, Biom kembali ke kamar Anaya.
"Bagaimana?"
"Maaf Nona, Tuan Harsya tidak ingin bertemu dengan anda lagi."
Wajah Anaya mendadak sedih.
"Mari Nona, saya antar pulang!"
-
Perjalanan ke kota sebelah membutuhkan waktu 90 menit, Anaya diturunkan di sebuah rumah yang tidak terlalu besar namun cukup aman dan nyaman.
Ya, Harsya menyewa rumah itu buat mantan istrinya selama 1 tahun ke depan.
Setelah meletakkan koper, Biom dan 2 orang anak buahnya pamit meninggalkannya.
Anaya kini tinggallah sendirian di kota orang.
Karena hari juga telah malam, Anaya memilih merebahkan tubuhnya di kasur yang empuk berbeda dengan ranjang yang ia tempati bertahun-tahun di rumah kedua orang tuanya.
"Semoga hari esok lebih baik dari hari ini dan ku berharap kehidupan aku secerah matahari terbit," doanya.
Anaya memejamkan matanya, kini ia bisa tenang. Walaupun kehidupan seorang diri terasa sangat hampa. Ya, dia harus bisa menjaga diri agar terhindar dari orang-orang yang berniat jahat kepadanya.
Sekembalinya Biom dari kota sebelah, ia ke balkon menemui Harsya.
"Apakah kalian sudah mengantarnya?"
"Sudah, Tuan."
"Rumah yang kalian pilih cukup nyaman 'kan buat dia?"
"Sudah, Tuan."
"Baguslah."
"Tuan, kondisi Anaya belum seratus persen pulih. Di rumah itu ia juga tinggal seorang diri, apa Tuan tidak merasa khawatir?"
Harsya menoleh ke arah asistennya.
"Maaf Tuan jika saya lancang," ucap Biom menunduk.
"Beristirahatlah, seperti kau sudah terlalu lelah untuk hari ini."
Biom pun pamit dan berlalu.
Harsya berdiri, ia berjalan ke kamarnya untuk beristirahat karena seharian ini ia begitu sangat lelah. Ia berharap wanita yang menculiknya tidak menyakitinya lagi.
Harsya merebahkan tubuhnya di ranjang dan memejamkan matanya.
Baru sejam tidur, keringat dari dahinya bercucuran. Harsya tampak gelisah, ia terbangun dan berteriak, "Anaya!"
Napas Harsya ngos-ngosan, ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya. "Kenapa aku memimpikannya?" gumamnya.
*
Sejam lalu ketika dalam tidurnya, Anaya berlari menghampiri Harsya yang berdiri tak jauh darinya namun tangan mantan istrinya yang meminta tolong kepadanya tak bisa ia gapai.
"Tuan, tolong aku!"
"Mereka ingin melenyapkan aku!"
"Tuan, selamatkan aku!"
Tiba-tiba tubuh Anaya ditarik secara paksa oleh seseorang berpakaian hitam dan menjauh dari Harsya.
Seketika Harsya menjerit memanggil nama mantan istrinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Ruk Mini
dih...ga ada rasa tpi berasa..gaje
2023-11-09
1