Sejam pencarian akhirnya Anaya ditemukan dan dibawa secara paksa kembali ke istana Harsya.
Anaya kini berada di kamarnya.
Pintu kamar terbuka, Harsya yang kesal dengan beringas menampar wajah istrinya dan membuatnya terjatuh ke lantai.
Anaya tak berteriak, ia memilih diam menahan sakitnya.
"Beraninya kau mencoba kabur dariku!" Harsya menatap dengan tatapan tajam.
"Tolong izinkan aku bebas, aku bukan pelakunya!" Anaya berkata dengan air mata mengalir.
Harsya jongkok dan mencengkeram dagu istrinya, "Aku sudah mengatakan kepadamu, jika ku belum menemukan pelakunya maka kau tidak akan bebas."
"Tuan, aku sangat lelah dengan semua ini. Jika pelakunya belum ditemukan, mau berapa lama lagi ku di sini?" tanyanya terisak.
"Sampai aku bosan dan mencampakkanmu!" menekankan kata-katanya dan melepaskan cengkeramannya dengan kasar.
Anaya tak bisa berkata-kata lagi.
"Mulai hari ini, kau tidak ku izinkan keluar dari kamar!" Harsya lalu berdiri.
Anaya memegang kaki suaminya, "Tuan, tolong lepaskan. Aku mohon, ku takut orang-orang yang membenciku menyakitiku!"
Harsya menghempaskan kaki secara kasar sehingga Anaya terjatuh.
"Tuan, biarkan aku bekerja di luar dan mengganti uangmu."
"Aku membelimu dengan harga yang tinggi, bagaimana kau bisa menggantinya?" tanya Harsya dengan nada tinggi.
"Aku melakukan pekerjaan apapun, asal ku tak mendapatkan penyiksaan."
"Kau pikir hidup diluaran sana terjamin?"
Anaya terdiam.
"Bahkan hidupmu jauh akan lebih menderita dari sini!"
Anaya tampak berpikir.
"Diluar sana kau akan menjadi santapan para pria yang lapar!"
Anaya bergidik ngeri.
"Maka menurutlah kepadaku!" Harsya lalu pergi meninggalkan kamar istrinya.
Anaya masih di lantai dan termenung.
-
Malam harinya....
Pelayan keluar dari kamar Anaya lalu menghampiri Harsya, "Tuan, Nona menolak untuk makan."
"Biarkan saja," ucap Harsya.
"Tuan, jika Nona Anaya tidak makan itu akan membuatnya sakit."
"Biarkan saja, lebih baik kembali bekerja dan beristirahat."
"Baik, Tuan." Pelayan pun berlalu.
Harsya lantas pergi ke kamar dan istrinya, ia melihat Anaya melipat lututnya dan meletakkan dagunya di atasnya.
"Kenapa kau tidak makan?"
"Aku tidak lapar."
"Oh, kau ingin aku tidak memberikanmu makan!"
"Mau Tuan memberikan aku makan atau tidak, hidupku akan selamanya terpasung di sini."
"Sekarang kau pintar menjawab, ya!" Harsya menarik tangan istrinya hingga jatuh dari ranjang.
Anaya tak berteriak kesakitan.
"Makan atau aku akan menyuruhmu berlari di taman!" Harsya pun berlalu.
Anaya memandangi piring di atas nakas cukup lama, perlahan ia menyuapkannya ke mulut. Sesekali ia menyeka air matanya yang kembali menetes.
"Aku harus segera menemukan pelakunya, agar terbebas dari sini!" batinnya.
Selesai makan, Anaya keluar dari kamar ia mencari keberadaan suaminya.
"Nona, mau ke mana?"
Anaya berjengit kaget, ia lalu menoleh.
Biom mendekatinya, " Kenapa keluar dengan cara mengendap-endap? Apa Nona ingin kabur lagi?" cecarnya.
"Aku ingin menemui suamiku."
"Untuk apa, Nona?"
"Aku ingin berbicara padanya."
"Nona, saya beritahu kepada anda jangan membuat Tuan Harsya marah besar. Ikuti saja keinginan dan perintahnya jika ingin hidup anda selamat."
Glekk...
"Aku akan mengikuti perintahnya dan ku janji tidak kabur lagi."
"Baiklah, saya akan mengantar anda ke ruangan kerjanya."
Biom melangkah lebih dahulu dan Anaya di belakangnya.
Biom membukakan pintu ruang kerja Harsya dan mempersilakan Anaya masuk.
Harsya yang sedang berada di meja kerjanya, mengangkat wajahnya dan melihat kedatangan istrinya.
"Tuan, Nona Anaya ingin bicara dengan anda!"
"Tinggalkan kami berdua," titahnya.
"Baik, Tuan." Biom menutup pintu.
Anaya meremas bajunya dengan kepala menunduk.
"Apa yang ingin kamu bicarakan?" tanya Harsya tanpa menatap.
"Saya ingin Tuan mempercepat penyelidikan kasus ini."
Harsya mengangkat wajah dan menatap istrinya.
"Saya ingin segera terbebas dari ini, jika Tuan ingin bertanya kita bisa mendatangi rumah kepala restoran dan penjaga keamanan."
"Baiklah, besok pagi kita akan pergi ke sana. Tapi jangan coba-coba untuk kabur dariku!"
"Saya janji, Tuan."
"Kembalilah ke kamar dan beristirahat."
"Baik, Tuan." Anaya pun meninggalkan ruang kerja suaminya.
***
Keesokan harinya, selesai sarapan. Anaya, suami dan Biom pergi ke rumah kepala restoran.
Begitu sampai, mereka harus menunggu sejam karena pria itu sedang mengantarkan anaknya sekolah.
Pria berusia 50 tahun itu, menjawab setiap pertanyaan yang ditanyakan oleh Biom dan Harsya. Hampir 30 menit ketiganya saling mengobrol.
Diakhir pembicaraan pria itu berkata, "Ketika saya hendak memasuki halaman restoran, berpapasan dengan ayahnya Anaya sedang mengobrol."
"Mengobrol dengan siapa?" tanya Biom.
"Seorang wanita, sepertinya dia yang makan bersama dengan ayahnya Tuan Harsya."
Anaya tampak bingung.
"Jika kalian ingin bertanya lebih lanjut tanyakan saja kepada kepala koki, dia yang sempat menyapa mereka."
"Baiklah, Pak. Terima kasih informasinya," ucap Biom.
Ketiganya meninggalkan kediaman kepala restoran.
Diperjalanan pulang, "Apa kau mengenal Cindy?" tanya Harsya.
Anaya menggeleng.
"Kenapa ayahmu bisa mengenal dia?" Harsya bertanya lagi.
"Saya juga tidak tahu," jawab Anaya.
"Aku curiga jika ayahmu ikut terlibat dalam masalah ini," Harsya menuding.
Anaya melambaikan kedua tangannya, "Saya tidak yakin jika ayah terlibat walaupun ia selalu menyiksaku tapi ku percaya dengannya."
Harsya menarik sudut bibirnya.
"Sekarang kita mau ke mana, Tuan?"
"Ke rumah kepala koki."
"Baiklah, Tuan." Biom melajukan ke alamat tersebut karena mereka sebelumnya telah mencari tahu.
Sesampainya, pria itu tampak ketakutan ketika tahu jika Harsya putra dari Abraham.
"Saya benar-benar tidak tahu siapa pelakunya," ucapnya gemetaran.
"Kami hanya ingin bertanya, apakah anda sempat menyapa ayahnya Nona Anaya dengan seorang wanita?" tanya Biom.
"Ya, keduanya sempat tersenyum kepada saya ketika menyapa mereka."
"Apakah anda mengenal wajah wanita yang bersama ayahnya Nona Anaya?" tanya Biom lagi.
"Saya tidak mengenalnya."
-
Ketiganya pun kembali ke mobil setelah selesai bertanya-tanya kepada kepala koki.
"Kita ke rumah orang tuanya saja," titah Harsya.
"Tuan, apa saya boleh tidak ikut?"
"Kenapa kau tidak mau ikut? Bukankah ini kesempatanmu bertemu mereka?" tanya Harsya lagi.
"Saya takut mereka akan menyiksa saya lagi."
"Kau sekarang milikku, mereka tidak akan berani menyentuhmu."
"Tapi, Tuan...."
"Diamlah, jangan banyak bicara!"
Anaya pun terdiam.
Mobil melesat ke rumah orang tuanya Anaya.
Ketiganya sampai membuat sepasang suami istri itu tercengang.
Harsya melihat 2 buah mobil terparkir di halaman rumah, ia menarik salah satu ujung bibirnya.
"Kenapa kalian tidak memberitahu kami jika akan datang?" tanya Nuni gelagapan.
"Buat apa kami harus memberitahu kalian," jawab Harsya dingin.
"Kami bisa memasak makanan kesukaan kalian," ucap Nuni.
"Tidak perlu," tolak Harsya.
"Hem, kalian ke sini ada keperluan apa?" tanya Emir.
"Sepertinya kalian sekarang sangat bahagia," sindir Harsya.
"Kami bahagia karena Anaya telah menikah dan kami akan menjadi seorang kakek dan nenek," ucap Nuni.
"Ternyata anda pintar sekali bersandiwara," Harsya kembali menyindir.
Nuni terdiam.
"Biom, cepat tanyakan kepada lelaki tua itu. Aku tidak mau berlama-lama di rumah ini yang penuh dengan kepalsuan!"
"Baik, Tuan."
"Kalian mau bertanya apa?" tanya Emir.
"Apakah Tuan Emir mengenal Abraham Syahbana, pria yang meninggal keracunan lima tahun lalu di restoran tempat di mana putri anda bekerja?" tanya Biom.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Ruk Mini
kezelll!ll
2023-11-09
0