Dendam Tiga Wanita

Dendam Tiga Wanita

AAP 1: Hujan Panah

*Akira Anak Perampok (AAP)*

“Hahaha….!”

Suasana hening yang khusyuk mendadak rusak oleh tawa Akira yang meledak seorang diri di sisi belakang saf murid perempuan. Seketika seluruh murid laki-laki dan perempuan berpaling kepadanya. Namun, Akira tetap tertawa terbahak.

Ctarr!

Suara menggelegar tiba-tiba terdengar lebih mengejutkan ke-50 murid yang semuanya di bawah usia 15 tahun. Seketika semuanya kembali ke sikap semula, duduk diam khusyuk pandangan ke depan. Suara yang bersumber dari rotan yang dipukulkan ke papan tulis itu juga menghentikan tawa Akira, tapi tidak benar-benar berhenti. Tawa itu dikurung di dalam mulut sehingga yang terdengar adalah suara cekikikan.

"Akira!" sebut lelaki paruh baya di depan sana dengan keras.

Lelaki berjubah hitam yang memegang sebatang rotan itulah yang baru saja memukul ke papan tulis. Lelaki berkulit hitam itu memiliki wajah tua yang sangar. Sorot tajam matanya ditunjang oleh bekas luka besar yang bergaris dalam di bawah mata kiri. Kepalanya dililit kain abu-abu yang serasi dengan warna jenggot putihnya yang bercorak mengembang. Lelaki ini dikenal dengan nama Jenggot Perak.

Akira mendongak kepada Jenggot Perak dengan wajah benar-benar menahan tawa. Gadis cilik berambut kepang tunggal itu bertanya dengan wajahnya yang putih bersih, seolah tanpa dosa.

"Tidak sopan anak perempuan tertawa besar seperti itu!" bentak Jenggot Perak. Matanya benar-benar mendelik. "Kenapa tertawa?"

"Hahaha …!" Akira melepas tawanya yang tertahan. Ia berusaha berhenti tertawa. "Mei Mei, Guru!"

Tsalji menunjuk murid perempuan yang duduk di sebelahnya. Gadis 12 tahun bermata sipit itu hanya diam, tak berani bersikap macam-macam.

"Kenapa?!" Jenggot Perak masih membentak marah.

"Kentut seperti tikus kaget keselek!" jawab Akira.

"Hahaha …!"

Sontak tawa seluruh murid pecah. Akira pun kian tertawa keras juga. Tapi Mei Mei hanya diam, dongkol dan merengut.

Ctarr!

Kembali suara rotan menghentikan kekisruhan. Jenggot Perak memang sangat ditakuti oleh seluruh santri, kecuali satu santri, yaitu Akira.

“Akira! Maju!” perintah Jenggot Perak.

Anak berusia 11 tahun itu pun berdiri dan berjalan ke depan kelas. Raut tawanya sudah hilang. Akira sudah tahu, ia pasti dihukum. Hukuman bagi Akira bukanlah hal baru. Murid yang paling banyak mengoleksi hukuman adalah dirinya.

“Baca 20 adab belajar!” perintah Jenggot Perak.

Tanpa diarahkan, Akira berjalan ke sudut ruangan. Di sana ada sebuah tiang kayu setinggi lutut orang dewasa. Akira naik ke tiang lalu berdiri satu kaki.

“Atas nama Penguasa Jagad Raya. 20 adab belajar!” Akira mulai membaca tanpa teks.

“Salaaam!” salam seorang lelaki separuh baya di ambang pintu. Lelaki berhidung mancung itu lebih muda dari Jenggot Perak.

“Wassalaaam untukmu!” jawab Jenggot Perak setelah melihat siapa yang datang.

“Srikandar sudah kembali. Orang-orang tua sudah berkumpul di rumahnya!” kata lelaki berhidung mancung yang bernama Badas. Tampak di sabuk kulit merahnya tergantung pedang besar.

Akira yang sedang menghapal seketika berhenti, menatap serius kepada kedua orang tua itu.

“Anak-anak, pelajaran hari ini cukup. Salaaam!!” kata Jenggot Perak tanpa berpikir panjang.

“Wassalaaam!” jawab puluhan anak-anak itu.

“Ayah pulang!” pekik Akira girang lalu bersalto turun dan berlari keluar menerabas posisi Badas.

Jenggot Perak dan Badas hanya geleng-geleng kepala. Ada pun murid yang lain bubar dengan teratur. Mereka menyalami tangan kasar Jenggot Perak dan Badas satu per satu. Setelah anak-anak habis di dalam kelas, Jenggot Perak dan Badas beranjak bergi dengan langkah cepat menyusuri jalan yang berbata rapi.

Matahari belum mencapai puncaknya. Tampak beberapa kaum muda sibuk dengan pekerjaannya masing-masing.

Usia Desa Petobat itu baru satu bulan. Desa ini awalnya adalah sebuah desa yang tidak berpenghuni, sebuah desa mati. Kemudian desa ini ditempati dan dibangun oleh sekelompok orang yang dipimpin oleh Srikandar.

Setelah sejauh 500 meter, Jenggot Perak dan Badas memasuki halaman rumah besar. Di halaman, tepatnya di depan tangga teras rumah panggung kayu, telah berkumpul puluhan lelaki yang rata-rata usianya di atas 40 tahun. Rata-rata mereka membawa golok dan pedang. Tampak semuanya menunggu seseorang yang akan muncul dari dalam rumah.

Jenggot Perak dan Badas berhenti di depan mereka yang sudah hadir. Keduanya pun menatap ke atas rumah, menunggu.

Dan akhirnya, muncullah seorang lelaki gagah dari dalam rumah. Lelaki berusia 45 tahun bertubuh kekar. Ia mengenakan jubah putih besar yang dibalut sabuk kuning. Rambut dua warnanya, yakni putih dan biru terang, tersisir rapi. Jenggot hitamnya tumbuh lebat tapi pendek. Sorot matanya penuh wibawa di bawah naungan alis tebal. Di tangan kanannya tergandeng tangan bocah perempuan cantik berkepang tunggal. Dialah orang yang bernama Srikandar. Bocah perempuan yang bersamanya adalah Akira, putrinya.

Di belakang Srikandar berjalan seorang perempuan bercadar kuning. Ia istri Srikandar, bernama Kayla.

“Salaaam, saudara-saudaraku!” salam Srikandar dari atas tangga.

“Wassalaaam, Ketua!” jawab para lelaki gagah itu.

“Hari inilah saudara-saudaraku!” seru Srikandar berwibawa. “Sekian hari keraguan menggelayuti hati-hati kita, akhirnya Tuhan memberikan kepastian, memberikan jawaban atas pertanyaan kita semua!”

Puluhan lelaki yang berdiri di depan rumah semuanya hening, mendengarkan dengan wajah antusias. Tak ada yang bersuara.

“Tiga hari yang lalu, aku hadir dalam majelis Syeikh Zainal Ali. Ia menyampaikan beberapa ayat dan hadits. Ada satu hadits yang sangat kusukai hingga kuminta tulisannya lalu aku hapal dalam perjalanan pulang. Hadits itu berasal dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

Wahai anak Adam, selama engkau berdoa dan berharap kepada Kami, Aku ampuni dosa-dosamu dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam, walaupun dosamu seluas langit, lalu engkau meminta ampun kepada-Ku, pasti Aku ampuni. Wahai anak Adam, seandainya engkau datang kepada-Ku dengan membawa kesalahan seluas bumi lalu engkau menjumpai-Ku tanpa menyekutukan-Ku, maka Aku akan mendatangimu dengan ampunan seluas itu pula.

Maka itu, wahai saudara-saudaraku, mulai hari ini, tidak ada kata lain selain perbaikan dan penyesalan. Berawal dari desa yang sekecil ini, kita akan berjuang menata masa depan.”

Srikandar menghentikan pidatonya. Ia memandang kepada kedatangan seorang pemuda yang menunggang kuda. Semua yang serius mendengarkan Srikandar jadi ikut berpaling melihat siapa yang datang. Penunggang itu memacu kencang lari kudanya dan berhenti tepat di depan rumah. Mereka kenal dengan pemuda berpakaian hitam itu, yaitu anak buah Srikandar yang berjaga di luar batas desa.

“Satu pasukan besar berbaju besi hitam menuju ke mari, Ketua!” lapor si penunggang kuda.

“Itu Pasukan Algojo Hitam!” terka Jenggot Perak.

Perkataan Jenggot Perak langsung menimbulkan ketegangan di wajah-wajah mereka.

“Bukan!” sanggah Srikandar. “Aku sudah melihat mereka dalam perjalanan pulang kemarin. Mereka adalah Pasukan Zabaniyah pimpinan Jenderal Dara!”

Maka tampak gejolak kegelisahan dari pengikut Srikandar. Ada kepanikan yang tercipta. Sebagian dari mereka memegang kepala senjata di pinggangnya. Sepengetahuan mereka, Pasukan Zabaniyah adalah pasukan eksekusi yang tidak kenal ampun. Jenderal Dara adalah satu pimpinan Pasukan Zabaniyah yang menjadi momok bagi setiap orang. Bahkan orang tidak bersalah pun menakuti namanya.

“Segera tinggalkan desa ini!” perintah Srikandar.

Seesst...!

Tiba-tiba terdengar suara desisan yang berasal dari tempat yang jauh. Srikandar mendelik terkejut. Ribuan titik hitam melesat cepat dari langit seperti sekawanan lebah.

Teb teb teb! Teteb!

“Akh...! akh...! Akh...!”

Ratusan anak panah menghujani tempat itu. Puluhan anak buah Srikandar tumbang berjeritan, ketika satu dua tiga anak panah menancap di tubuh mereka. Beberapa lelaki lainnya bergerak lincah menangkis dan menghindari hujan panah itu, termasuk Jenggot Perak. Kuda yang tadi datang juga terkapar.

Hujan panah berhenti, maka tampaklah pemandangan yang mengerikan. Puluhan mayat tergeletak seketika di tanah. Ratusan panah menancap di kayu rumah Srikandar. Tinggal sembilan orang yang mampu selamat dari hujan panah.

“Ketua!” pekik Jenggot Perak saat melihat tiga anak panah telah menancap di punggung Srikandar karena melindungi Akira.

Sementara Kayla berhasil luput karena berlindung di balik tiang kayu rumah. Kayla cepat menyongsong tubuh suaminya.

“Ayaaah ...!” pekik Akira menangis melihat ayahnya terkena tiga anak panah.

“Jenggot Perak! Bawa Kayla dan Akira pergi lewat jalan rahasia!” perintah Srikandar.

“Tapi, Ketua, kau harus....”

Kata-kata Jenggot Perak putus ketika Srikandar melempar tubuh Akira ke dalam rumah lalu mendorong tubuh Kayla ke dalam. Ternyata, hujan panah kembali datang dari langit.

Dengan gerakan cepat, Jenggot Perak menangkis semua panah yang mengarah pada Srikandar dan dirinya. Dan ternyata, anak buah yang tersisa kali ini tewas semua.

Hujan panah kedua berakhir, ribuan panah semakin memenuhi rumah kayu besar itu.

“Ayaaah ...!” pekik Akira histeris dari dalam rumah. Ia menangis kejer.

“Cepat pergilah, Jenggot Perak!” perintah Srikandar yang masih sanggup berdiri berlumuran darah. (RH)

Terpopuler

Comments

𝕃α²¹ℓ 𝐒єησяιтα 🇵🇸🇮🇩

𝕃α²¹ℓ 𝐒єησяιтα 🇵🇸🇮🇩

jejaks ommm

2023-05-20

1

𝕃α²¹ℓ 𝐒єησяιтα 🇵🇸🇮🇩

𝕃α²¹ℓ 𝐒єησяιтα 🇵🇸🇮🇩

badasss euyyy

2023-05-20

1

Otiswan Maromon

Otiswan Maromon

wah, ada serangan panah

2023-05-19

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!