AAP 6: Anak Berbakat

*Akira Anak Perampok (AAP)*

Satu hal yang harus Rala Badar terima, yang dia baru ketahui di kemudian hari, yaitu ternyata dia dan Akira beda keyakinan alias agama yang dianut. Akira adalah anak dari orangtua yang Muslim. Hal itu Rala Badar simpulkan ketika mendengar Akira menyebut nama “Allah” yang merupakan nama tuhannya orang Islam.

Akira memang tidak melaksanakan ibadah seperti orang Muslim pada umumnya, tetapi dia selalu membaca doa berbahasa Arab ketika hendak tidur.

Sama seperti mendiang teman-temannya dulu, Akira tidak lama mendapat pendidikan agama. Masa itu harus hancur oleh serangan Pasukan Zabaniyah yang membantai orangtua, guru dan sahabat-sahabat seusianya. Itulah sebabnya dia belum mengerti tentang berbagai ritual ibadah di dalam keyakinan orangtuanya.

Rala Badar sendiri memiliki keyakinan agama yang bernama Yudasm yang meyakini semua alam dan makhluk yang ada di dalamnya memiliki Tuhan. Agama ini tidak memiliki tata cara ibadah apa pun, hanya keyakinan tentang keberadaan Tuhan. Uniknya, penganut Yudasm tidak pernah tahu nama tuhan mereka karena menurut mereka Tuhan itu maha rahasia, sehingga pengabdinya pun tidak boleh tahu nama tuhannya, cukup meyakini keberadaannya saja.

“Ayah! Maukah Ayah mengajariku bertarung dan bermain pedang?” tanya Akira pada suatu pagi, ketika dia bangun dan melihat Rala Badar sedang berlatih pedang.

“Apa?” tanya Rala Badar seolah-olah dia tidak mendengar jelas kalimat permintaan anaknya. Namun kemudian, dia langsung menjawab, “Tapi, ayahmu ini hanya bekas prajurit biasa, bukan seorang yang mahir. Ayah berlatih hanya supaya tetap bugar.”

“Ayah mau jika aku tidak bisa melawan jika bertemu buaya?” tanya Akira seraya tersenyum. Dia yakin pertanyaannya akan menyudutkan sang ayah.

“Hahaha! Iya, iya. Kau harus bisa bertarung. Suatu hari nanti kau pun harus bisa mengalahkan buaya,” kata Rala Badar membenarkan kata-kata Akira.

Maka Rala Badar melatih Akira. Rala Badar harus terkejut, karena ternyata Akira adalah bocah perempuan yang handal dan sangat cepat menguasai apa yang diajarkannya. Rala Badar tidak mengalami kesulitan dalam mengajarkan Akira. Untuk anak seusianya, apalagi anak perempuan, Akira tergolong tangguh.

Meski Rala Badar tidak bisa dikalahkan oleh Akira, tetapi anak itu sukses membuatnya kerepotan untuk beberapa kasus.

“Hahaha!” tawa Akira pada saat-saat dia bisa mendesak ayahnya dalam sparing, apakah itu bermain pedang, tombak, adu ketahanan, hingga tarung tangan kosong.

Memang Akira tidak pernah menang, tetapi Rala Badar mengakui bahwa jika Akira duel dengan anak sebayanya, peluang untuk menang sangat besar, kecuali dia berhadapan dengan anak yang memang sangat terlatih.

Mengingat kelemahan Akira, yaitu trauma di dalam air, Rala Badar mengajaknya untuk mencoba menghilangkan trauma itu. Rala Badar mengajak Akira berenang di sungai, tetapi dengan cara yang pelan-pelan.

Awalnya Akira takut. Namun, karena dibujuk dan didesak terus oleh sang ayah, maka Akira mau.

Meski dia memasukkan tubuh dan kepalanya ke dalam air yang dangkal, Akira ternyata langsung panik dan buru-buru mengeluarkan kepalanya dari dalam air.

Ternyata, upaya itu membutuhkan waktu beberapa hari, hingga akhirnya perjuangan Akira untuk tidak panik saat kepalanya masuk ke air berhasil. Akira akhirnya bisa tidak berontak dan bisa mengontrol dirinya saat seluruh tubuh dan kepalanya menyelam. Percobaan yang sama dilakukan di air dalam, hasilnya Akira bisa tenang, tidak panik atau berontak.

Suatu hari, ketika Rala Badar pergi ke pasar bersama Akira untuk menjual ikan, ada iring-iringan rombongan berkuda yang lewat di jalan pasar. Hanya sekedar lewat.

Rombongan berkuda itu tidak berlari, tetapi berjalan biasa dan dikawal oleh pasukan prajurit pejalan kaki dari Provinsi Banin.

Ternyata orang yang dikawal oleh sekitar sepuluh prajurit berkuda dan tiga puluh prajurit pejalan kaki adalah seorang bocah lelaki berusia belasan tahun. Dia mengenakan pakaian bagus dan semi militer. Jika para prajurit mengenakan baju perang dari kulit tebal, maka dia hanya berpakaian biasa tanpa baju pelindung. Penampilannya pun lebih pesolek dengan sejumlah hiasan.

Wajah bocah lelaki itu agak mendongak menunjukkan bahwa dirinya bukan anak biasa. Dagunya yang terangkat memberi sinyal bahwa dia anak seorang yang penting, mungkin anak pejabat besar.

Rombongan itu juga membawa bendera biru terang bergambar singa putih. Itu adalah bendera Pasukan Singa Banin, pasukan keamanan tingkat provinsi.

Selain itu ada yang membawa panji berwarna putih model vertikal. Pada kainnya ada tulisan “Putra Gubernur Banin”.

Karena panji yang berstatus itulah, orang-orang di pasar segera menjura hormat secara umum kepada rombongan yang akan berlalu.

“Anak siapa itu, Balekh? Gagah sekali,” tanya Rala Badar kepada seorang kenalannya sesama pedagang. Dia berdiri agak di belakang, jadi tidak turut menghormat.

“Anak ketiga Gubernur Bonelo yang sekolah di Sekolah Ksatria Banin. Dengar-dengar dari saudara saya yang kerja di kantor gubernur, putranya ini lulus beberapa tahun lebih cepat karena cerdas dan begitu berbakat. Karirnya pasti akan mengikuti kedua kakaknya,” jelas pedagang rempah yang bernama Balekh.

“Wah, hebat,” puji Rala Badar.

“Kenapa kau tidak sekolahkan juga Akira di Sekolah Ksatria Banin?” tanya Balekh sambil memandang kepada Akira sebentar, lalu beralih kembali melihat rombongan anak gubernur melintas.

“Itu tidak pernah terpikirkan olehku. Sebab aku dengar, biaya untuk masuknya saja mahal,” jawab Rala Badar.

“Betul, memang mahal. Namun, aku dengar-dengar, sekolah itu memberi keringanan biaya bagi putra prajurit pemerintah atau veteran prajurit. Dengan syarat, wajib lulus tes,” kata Balekh.

“Tes apa?” tanya Rala Badar.

“Tidak tahu. Aku pernah dengar, dulu Bonara mendaftarkan putranya yang lelaki dengan modal veteran Pasukan Infanteri 100 seperti dirimu. Tapi sayang, putranya tidak lulus tes. Tidak ada salahnya kau mencoba pergi mendaftarkan Akira. Kau bawa saja tanda keprajuritanmu waktu ikut berperang. Sebab, aku lihat Akira bukan anak biasa. Ini demi masa depan anak angkatmu ini,” ujar Balekh.

Rala Badar yang masih menenteng keranjang berisi ikan segar itu terdiam berpikir sambil wajahnya manggut-manggut pelan.

“Aku yakin, Rala. Jika putrimu ini bisa berguru di Sekolah Ksatria Banin, suatu hari nanti dia bisa seperti anak Gubernur Bonelo, kepulangannya saja dikawal oleh pasukan,” tandas Balekh. Lalu tanyanya kepada Akira, “Akira, apakah kau mau menjadi gadis nelayan saja atau gadis yang punya kedudukan tinggi? Jika hanya menjadi gadis nelayan, kau hidup hanya mengurus dan membantu ayah tuamu ini. Namun, jika kau kelak memiliki kedudukan, bukan kau yang disuapi oleh ayahmu, tapi kau yang nanti akan menyuapi ayahmu. Karena uang akan mudah datang jika kita memiliki kedudukan tinggi di pemerintahan.”

“Jelas aku ingin menjadi gadis berkedudukan tinggi, Paman,” jawab Akira tegas.

“Dengarkan itu, Rala,” kata Balekh sembari melirik lelaki yang jauh lebih tua darinya itu.

Rala Badar tidak banyak berkomentar, tetapi terlihat jelas bahwa dia sedang berpikir. Banyak yang dipikirkannya.

Namun, barulah setelah pulang dari pasar, Rala Badar mengajak anaknya diskusi serius tentang peluang bersekolah di Sekolah Ksatria Banin. (RH)

Terpopuler

Comments

𝐋α◦𝐒єησяιтꙷαᷜ 🇵🇸🇮🇩

𝐋α◦𝐒єησяιтꙷαᷜ 🇵🇸🇮🇩

bukan benderanya Persib Bandung yak😂

2023-05-20

1

𝐋α◦𝐒єησяιтꙷαᷜ 🇵🇸🇮🇩

𝐋α◦𝐒єησяιтꙷαᷜ 🇵🇸🇮🇩

ohh itu arti yudasm

2023-05-20

1

Otiswan Maromon

Otiswan Maromon

mantap

2023-05-19

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!