*Akira Anak Perampok (AAP)*
“Anak Bapak anak yang cerdas!” kata Sukrama memuji, membuat Rala Badar tersenyum. “Bapak anggota Pasukan Infanteri 100?”
“Benar!” jawab Rala Badar penuh semangat. “Tapi itu sepuluh tahun yang lalu.”
“Oh, begitu.”
“Seragam ini adalah sejarah kehormatanku selama aku hidup sebagai seorang nelayan telaga. Satu-satunya kesempatanku bisa berjuang demi bangsa. Dan hari ini bagiku adalah kesempatan yang sangat berharga yang sebelumnya tidak pernah aku dapat. Anakku ini adalah anakku satu-satunya yang aku miliki yang sebelumnya belum pernah aku miliki!” tutur Rala berapi-api. “Jadi, anakku lulus tes dan pasti bersekolah di sekolah ini?”
“Anak Bapak lulus dan pasti diterima!” tegas Sukrama.
“Puji Tuhan Langit!!” ucap Rala Badar penuh syukur sangat gembira.
“Sekarang tinggal tes penentuan tingkatan. Jika dilihat dari usianya, seharusnya anak Bapak berada ditingkat dua. Namun, jika tes tingkat satu tidak lulus, terpaksa harus berada di tingkat dasar Kelas Putih!”
“Ya ya ya, yang penting bisa bersekolah, di tingkat dasar juga tidak masalah. Aku sudah sangat gembira!” ungkap Rala Badar.
Keduanya kini berjalan di koridor yang melalui beberapa pintu besar yang tertutup rapat. Di sisi kiri koridor adalah dinding batu. Tempat itu sepi, jarang terlihat ada orang lain.
Sukrama berhenti di depan sebuah pintu besar yang tertutup rapat. Sukrama lalu menarik sebuah tuas besi yang berdiri di sudut pintu. Maka pintu besar itu pun terbuka dengan cara bergeser masuk ke dalam dinding.
Sukrama melangkah masuk yang segera diikuti oleh Rala Badar. Ternyata mereka masuk ke sebuah ruangan super besar. Ruangan itu dipenuhi deretan kursi batu yang membentuk tribun formasi letter U. Kursi batu itu lebih tepat adalah tangga batu sekaligus kursi penonton yang menuju ke bawah, ke sebuah ruangan kaca besar tembus pandang yang ada di tengah-tengah lapangan. Dalam ruang kaca besar itu ada delapan arena yang berbeda-beda.
Sukrama dan Rala Badar melihat di bawah sana seorang anak perempuan berusia sebelas tahun sedang berdiri di dalam ruangan arena pertama. Tidak jauh di sampingnya berdiri seorang wanita dewasa cantik berpakaian serba putih seperti yang dipakai oleh Sukrama. Rambut panjang sepinggangnya dikepang tunggal dan dibalut dengan pita putih. Wanita itu bernama Rayni, salah seorang guru tes.
Sukrama dan Rala Badar turun lebih mendekat untuk melihat jalannya proses tes.
Anak perempuan berkulit putih bersih, berambut panjang sepunggung itu tidak lain adalah Akira, putri kandung dari pasangan Srikandar dan Kayla.
“Akiraaa!” teriak Rala Badar kepada Akira sambil melambaikan tangannya.
Akira tersenyum sambil balas melambaikan tangan. Bagi Akira, suara lelaki yang kini menjadi ayah angkatnya itu terdengar pelan menembus dinding kaca yang tebal.
Di depan Akira adalah sebuah arena persegi panjang yang penuh dengan tiang-tiang pendek tapi tingginya bervariasi, acak dan tidak sama.
“Akira, kau harus berlari di atas tiang-tiang itu dan harus memilih pijakan yang tepat. Tiang akan masuk ke dalam dari baris yang pertama susul-menyusul hingga baris tiang yang terakhir. Paham?” kata Rayni menjelaskan aturan tesnya.
Akira mengangguk.
“Jika kau kalah cepat dengan tiang yang masuk, maka kau akan jatuh, berarti gagal. Kau hanya memiliki tiga kali kesempatan untuk mencoba. Jika kau gagal dalam tes ini, kau hanya akan belajar di Kelas Putih tingkat dasar. Bersiaplah, tiang akan mulai masuk setelah kau mulai menginjak tiang pertama. Ingat, jangan berhenti!”
Akira mengangguk lalu maju beberapa langkah. Tiang-tiang di arena, dari setinggi betis hingga setinggi kepala Akira. Jarak tiang yang satu dengan yang lain pun bervariasi. Jadi dituntut benar mengambil langkah, jangan sampai memilih tiang yang jaraknya jauh atau terlalu tinggi.
“Kau sudah siap, Akira?” tanya Rayni yang dijawab dengan angggukan.
Sementara di luar ruangan kaca, tampak Rala Badar mengalami ketegangan menyaksikan apa yang akan dilakukan oleh putri angkat semata wayangnya.
“Mulai!” seru Rayni memberi komando.
Akira langsung naik ke tiang setinggi betis di depannya. Selanjutnya Akira melangkah ke tiang yang lain dan terus pindah ke tiang yang lebih depan. Baris tiang yang pertama serentak masuk ke dalam lantai lalu disusul baris tiang berikutnya.
Namun baru baris tiang kelima, Akira berhenti. Langkah pilihannya salah, sebab dua tiang terdekat di depannya tinggi yang mustahil dia melompat ke sana. Akira terkejut saat baris tiang yang dipijaknya bergerak masuk ke dalam lantai. Akira pun jatuh ke lantai yang berlapis busa tebal.
“Gagal pertama!” seru Rayni.
“Ah!” pekik Rala Badar melihat anak angkat yang sangat dia sayangi itu jatuh.
“Tidak apa-apa, Pak. Masih ada dua kesempatan lagi,” kata Sukrama kepada Rala Badar.
Akira segera bangun, jatuhnya tidak membuatnya sakit. Dia kembali ke sisi Rayni. Sekeluarnya dari arena, semua tiang-tiang yang tadi masuk ke dalam lantai, keluar kembali.
“Kau masih memiliki dua kesempatan. Tenangkan perasaanmu dan bersiaplah!” kata Rayni.
“Akira! Kau pasti bisa! Kau anak hebat!” teriak Rala memberi semangat, meski terdengar seperti jauh oleh Akira.
Kegagalannya pada percobaan pertama membuat Akira kian berdebar. Baru di baris tiang kelima, dia sudah mati langkah. Padahal ada 20 baris tiang yang harus ia lewati.
“Mulai!” seru Rayni lagi memberi komando.
Akira mengambil langkah pertama yang sama, tapi selanjutnya dia memilih tiang-tiang yang berbeda. Mata dan otaknya bekerja cepat mengambil keputusan. Barisan tiang yang turun masuk ke lantai mengejar langkahnya. Namun kali ini, Akira berlari gesit di atas tiang-tiang itu.
“Ayo! Terus!” teriak Rala Badar sambil melompat di tempatnya memberi semangat kepada Akira yang sudah berhasil menempuh sepuluh baris.
Di baris ke-13, Akira memilih tiang yang lebih rendah tapi cukup jauh jaraknya. Ketika hendak melompa ke tiang tersebut, mendadak timbul keraguan bahwa ada kemungkinan lompatannya tidak sampai. Keraguan itu membuat Akira berhenti dan tubuhnya menjadi oleng. Akira pun jatuh juga akhirnya.
“Gagal kedua!” seru Rayni.
Perasaan Rala Badar di luar arena menjadi lemas. Harapan Akira untuk lolos dari tingkat dasar semakin sempit.
Jatuh Akira memang tidak separah jatuh pertama, tapi kesempatannya tinggal sekali dalam tes tingkat dasar.
Akira kembali ke dekat Rayni. Tiang-tiang yang telah masuk ke lantai kembali naik. Akira telah siap dengan kondisi perasaan yang lebih stabil.
“Mulai!” teriak Rayni untuk ketiga kalinya.
Kali ini Akira memilih rute yang sama. Kelancaran Akira ndalam memilih tiang terus dikejar oleh turunnya baris tiang satu demi satu. Namun pada baris tiang ke-12, Akira memilih yang lain.
Ketegangan Rala Badar mendadak berubah jadi sumringah ketika melihat Akira menembus baris ke-15. Sementara tiang yang turun semakin dekat di belakangnya.
Akira mendadak berhenti di baris ke-18. Dia menghadapi dua tiang yang cukup tinggi, sementara tiang kanan kirinya berposisi agak jauh, tidak akan sampai lompatan anak kecil itu.
Akira cepat ambil keputusan melompat ke tiang tinggi. Bukan kakinya yang mendarat, tapi tubuhnya yang memeluk atas tiang. Akira berusaha naik berdiri, tapi tiang itu bergerak turun ke bawah. Rala Badar panik bukan main.
Sebelum ujung tiang menyentuh dasar lantai, Akira berhasil berdiri dan langsung melompat ke satu tiang di baris ke-20 yang setinggi lutut. Dan selanjutnya, Akira langsung bertolak melompat ke lantai finish.
“Yeee!” pekik Rala Badar melompat girang di luar dinding arena.
“Lulus!” seru Rayni.
“Akiraaa!” teriak Rala sambil menepuk-nepuk dinding kaca, karena posisi Akira tidak terlalu jauh dari dinding.
Akira berpaling ke ayahnya yang langsung memberikan tanda jempol sambil tertawa gembira. Akira hanya tersenyum melihat ekspresi ayah barunya itu. (RH)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
𝐋α◦𝐒єησяιтꙷαᷜ 🇵🇸🇮🇩
selamat Akira lulussss
2023-05-21
1
𝐋α◦𝐒єησяιтꙷαᷜ 🇵🇸🇮🇩
jadi inget game ninja Hatori klo gk salah, game yg dari negeri sakura itu
2023-05-21
1
𝐋α◦𝐒єησяιтꙷαᷜ 🇵🇸🇮🇩
suaranya pelan tapi menembus dinding yg tebal?🤔
2023-05-21
1