*Akira Anak Perampok (AAP)*
Betapa bahagia Rala Badar melalui hari-harinya belakangan ini. Sebab, dia yang hidup sebatang kara kini memiliki teman hidup. Bukan teman hidup dalam artian istri, tetapi dia ditemani oleh seorang anak perempuan yang bernama Akira.
Sejak Rala Badar pulang membawa Akira yang dia jala di tengah telaga, lelaki tua itu merasa selalu bahagia dan semangat melalui hari-harinya. Tidak peduli itu kerja berat melelahkan, Rala Badar tetap semangat.
Dengan adanya Akira di dalam kehidupannya, Rala Badar kini memiliki tujuan dalam hidup. Kini, dia bekerja sebagai nelayan, bukan hanya sebatas untuk bertahan hidup, tetapi bertujuan menghidupi Akira juga dan membahagiakan anak malang itu.
Sepekan lamanya Akira menderita sakit setelah dibawa pulang oleh Rala Badar. Bukan si lelaki tua yang membuat Akira sakit, tetapi memang kondisi fisik Akira yang lemah karena hanyut jauh di sungai hingga bermuara di telaga. Diduga kuat bahkan Akira jatuh di air terjun yang tidak begitu tinggi.
Akira mengalami sejumlah luka pada tubuhnya, apakah itu luka memar, goresan berdarah, hingga goresan-goresan pada wajah. Luka di wajah tidak begitu buruk. Kata tabib, luka di wajah hanya akan meninggalkan jejak yang sedikit. Meski ada luka beberapa garis kecil di wajah Akira, tetapi tidak mengurangi kecantikannya. Justru luka itu menunjukkan bahwa Akira bukan anak perempuan lemah.
Akira jujur kepada Rala Badar bahwa kedua orangtuanya dan seluruh warga kampungnya dibunuh oleh hujan panah dari pasukan besi hitam. Dia juga menceritakan bahwa ayahnya adalah bekas perampok yang sudah bertobat.
Karena menduga bahwa ibunya juga telah mati, Akira menyimpulkan bahwa dia kini sebatang kara yang tidak memiliki keluarga lagi.
Rala Badar merasa begitu iba kepada Akira. Meski dia pernah menjadi prajurit milik pemerintah, tetapi dia sangat tidak sepakat jika pasukan pemerintah Negara Zonic membunuh rata tanpa kenal ampun, apalagi terhadap orang-orang yang telah bertobat, terlepas seajahat apa kesalahan orangtua Akira.
Karena menduga Akira sudah tidak punya seorang pun keluarga lagi, maka Rala Badar menawarkan Akira untuk menjadi anaknya.
“Bagaimana jika Akira menjadi anak angkat Kakek saja?” tawar Rala Badar.
“Guru Jenggot Perak pernah berpesan. Jika salah satu dari kami selamat, kami harus pergi mencari Penunggang Angin. Jika aku menjadi anak Kakek, aku pasti tidak akan bisa pergi,” kata Akira berpikir jauh ke depan.
“Hahaha! Kau memang anak cerdas, Akira,” puji Rala Badar yang disertai dengan tawanya. “Kakek tidak akan mencegahmu untuk pergi mencari orang yang bernama Penunggang Angin itu. Namun, kau harus tumbuh besar dulu agar bisa melakukan perjalanan jauh mencari orang itu.”
Akira terdiam berpikir. Otaknya seolah-olah menimbang-nimbang untung ruginya jika menjadi anak dari Kakek Rala Badar.
“Baik, Kek. Aku bersedia menjadi anak Kakek,” kata Akira seraya tersenyum.
“Puji Tuhan Langit!” pekik Rala Badar begitu gembira.
Dia lalu memeluk gembira Akira yang juga ikut tertawa.
“Mulai sekarang, kau panggil aku Ayah, Anakku,” kata Rala Badar sambil memegangi kedua bahu Akira dan menatapnya dengan sepasang mata tuanya yang berkacaa-kaca karena terharu.
“Baik, Ayah. Hahaha!” ucap Akira lalu tertawa.
“Dan ingat, kau harus menjadi anak Ayah yang baik dan patuh, tidak nakal!” pesan Rala Badar dengan tatapan dan mimik wajah yang serius.
“Baik, Ayah!” teriak Akira semangat.
“Hahaha!” Bapak dan anak angkat itu saling tertawa.
Sejak itu, Rala Badar bertindak sebagai seorang ayah dan Akira bertindak sebagai seorang anak.
Akira berusaha untuk menjadi anak yang normal dan baik. Namun, tetap saja dia tidak bisa menyembunyikan kesedihan dan rasa dukanya jika sering kali mengingat kematian orangtuanya dan orang-orang yang dikenalnya akrab.
“Akira, kau menangis, Nak?”
Pertanyaan itu sering Rala Badar lontarkan ketika memergoki Akira melamun dan menangis di tengah aktivitasnya saat membantu pekerjaan rumah ayah angkatnya. Pertanyaan itu selalu Akira jawab dengan senyuman yang dipaksakan. Rala Badar tahu akan hal itu, tetapi dia harus memahami kondisi kejiwaan gadis kecil itu.
Memiliki orangtua baru dari orang lain yang baru dikenalnya membuat Akira menyembunyikan karakter nakalnya. Dia berpikir, tidak ada alasan baginya untuk menjadi nakal. Kini dia bukan siapa-siapa, hanya seorang anak yang tidak memiliki orangtua seperti ayahnya yang seorang pemimpin.
Dulu, ayah dan ibunya bisa menjadi benteng pelindung baginya jika orang lain marah kepadanya sebab kenakalannya.
Kini, Akira harus menjadi anak yang baik. Dia berusaha memasak dengan baik, meski hanya mahir memasak air dan telur ayam. Rala Badar masih harus mengajarinya untuk menggoreng ikan atau memasak nasi.
Akira pun belajar bisa mencuci pakaian. Dia tidak mau pakaiannya justru dicucikan oleh ayah angkatnya. Sebagai anak perempuan, meski masih kecil, dia mulai memiliki rasa malu. Bagaimanapun juga, tetap saja Rala Badar adalah orang asing yang baru diakrabinya.
Sebelum kehadiran Akira, Rala Badar adalah seorang lelaki yang sendiri. Dia tidak memiliki istri dan anak. Dia memiliki kisah keluarga yang juga menyedihkan. Anak dan istrinya tewas dimangsa buaya. Setelah tragedi itu, buaya menjadi musuh Rala Badar secara umum. Sejak itu pula, dia sudah berulang kali berkelahi melawan buaya, meski jarang berhasil menang, artinya buayanya selalu berhasil menyelamatkan diri. Meski demikian, dia pernah tiga kali membunuh buaya. Di masyarakat yang mengenalnya, Rala Badar dikenal sebagai pemburu buaya.
Karena kesendirian itulah, Rala Badar melakukan segala hal sendirian, terlebih rumahnya agak terpisah dari para tetangga. Seperti pergi ke pasar, apakah untuk berbelanja atau menjual ikan. Kini dia dengan senang hati mengajak Akira. Dan Akira pun merasa terhibur pergi ke pasar.
Termasuk turun menelaga menjala ikan, Akira pun diajak, membuat anak itu lama kelamaan juga pandai dalam hal berburu ikan.
Namun, ada hal yang membuat Rala Badar terkejut, yaitu ketika Akira jatuh ke air. Akira meronta-ronta di air seperti orang yang panik sehingga lupa cara berenang.
Jbur!
Tanpa sengaja Akira terpeleset dan jatuh ke air telaga.
“Aaa! Ibukll!” jerit Akira meronta-ronta di air seperti orang yang mau tenggelam tanpa bisa berenang. Ia memanggil ibunya.
“Akira!” pekik Rala Badar sambil buru-buru melompat ke air dan memegangi anak angkatnya.
Ternyata Akira menderita trauma tenggelam. Sebab, ketika ditanya apakah dia bisa berenang, Akira menjawab bahwa dia bisa berenang. Namun, ketika dia tercebur ke air, kondisi yang dia rasakan membuatnya langsung panik dan ketakutan. Kondisi tenggelam begitu membekas dalam benaknya.
Rala Badar pun mengerti. Sejak itu, dia jarang mengajak Akira untuk mencari ikan.
Namun, lama kelamaan, Akira sendiri yang meminta ikut menjala atau memancing lagi. Mendapatkan ikan adalah hal yang sangat menggembirakan. Namun, dia berjanji untuk berhati-hati agar tidak tercebur ke air.
Lama kelamaan, Akira menjadi anak yang mandiri dan lebih cekatan. Perkembangan itu membuat Rala Badar sangat bahagia karena dia merasa memiliki anak yang sangat berguna dan membantunya. Ia semakin cinta dan sayang kepada anaknya, tetapi dia juga harus tahu batasan karena dia bukanlah orangtua kandung. Bagaimanapun juga, Rala Badar sadar bahwa orangtua kandung tidak akan pernah sama dengan orangtua angkat, apalagi Akira dia angkat sebagai anak di saat sudah memiliki otak yang cerdas. (RH)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
𝐋α◦𝐒єησяιтꙷαᷜ 🇵🇸🇮🇩
intinya lama kelamaan akira pokonamah
2023-05-20
1
𝐋α◦𝐒єησяιтꙷαᷜ 🇵🇸🇮🇩
paranoid gitu?
2023-05-20
1
𝐋α◦𝐒єησяιтꙷαᷜ 🇵🇸🇮🇩
ohhh gitu ternyata
hati2 para buaya klo ketemu Rala Badar...ntar hbs lohh
2023-05-20
1