KARENA AKU, ANAKMU
Sejak Surawijaya menikah lagi, Sajani memilih tinggal di kos yang tak jauh dari tempat kerjanya. Gadis lulusan sekolah menengah kejuruan prodi tata boga itu didapuk oleh salah satu toko Cake and Bakery ternama untuk menjabat sebagai asisten pastry cook, tepat setelah dia menerima ijazah.
Itu adalah salah satu alasan akurat yang dia utarakan untuk menghindari siksaan terselubung nan kerap di lakukan sang ibu sambung terhadapnya, apabila Sajani memergoki wanita ayu itu tengah mengkonsumsi zat adiktif atau mencoba menjual barang berharga untuk membeli sesuatu. Sebab dirinya yakin, ada hal yang ibu tirinya sembunyikan selain status sebagai pecandu. Tidak mungkin Surawijaya membiarkan dia mengeruk harta leluasa.
Sore hari, di rumah sakit.
Hampir satu bulan Surawijaya mendapat perawatan intensif di rumah sakit akibat serangan jantung beberapa waktu silam. Operasi pemasangan ring katup jantung pun telah dilakukan sejak satu pekan lalu. Neera, istri cantik Surawijaya terlihat sesekali menyambangi kamar VIP itu meski untuk sekedar meminta uang. Hanya Sajani, si putri kandung yang rela pergi pulang antara rumah sakit dan kos demi menjaga sang ayah.
"Sajani, ingat pesan ayah kan?" ucap Surawijaya pada putri tunggalnya.
Putri tunggal Surawijaya menyatakan keberatan namun tatapan sendu lelaki nan tak berdaya di atas brangkar membuat Sajani lemah. "In sya Allah. Aku akan ingat pesan Ayah dan melaksanakannya dengan baik, sebagai baktiku," ucap Sajani menahan ngilu yang menyergap hati.
Lelaki kaya pun meneteskan air mata, dia menatap lekat wajah ayu putrinya. "Ayah tahu, dia wanita tak baik. Maafkan ayah ya, Nak," bisik Surawijaya.
Tak lama kemudian, Neera datang ke ruangan sang suami dan berpura menangisi nasib mereka.
Surawijaya pun berpesan pada istri cantiknya itu. "Neera Sayang. Aku titip Sajani, sayangi dia bagai Nalini, putrimu. Dia tak punya sesiapa lagi didunia ini, kasih sayangmu untuknya kelak akan putriku balas dengan bakti tiada batas," ucap Surawijaya seakan menahan sakit.
Neera mengangguk cepat seraya melirik gadis belia yang duduk di sisi ranjang suaminya.
Tak lama kemudian, bunyi alat medis menggema. Sajani menekan bel tombol darurat sehingga dalam sekejap, team dokter datang memberikan pertolongan pada pasien.
Menit berlalu begitu cepat namun tanda ayahnya sadar tak juga muncul. Hingga keesokan pagi, kabar duka itu datang.
"Enggak! Ayah! jangan perlakukan Ayah begitu," seru Sajani histeris saat suster menarik selimut putih itu, untuk menutup jasad Surawijaya.
"Jangaaan, Ayahku masih hidup. Aku punya banyak uang, tolong Dokter! selamatkan Ayah," teriak Sajani menarik jas putih dokter yang menangani sang ayah.
Neera memeluk putri tirinya, mencoba berlaku lembut meski dalam hati, ia ingkar. Pengurusan jenazah pun dilakukan segera atas permintaan Nyonya Surawijaya.
Mentari berangsur tergelincir dan terganti oleh Dewi Malam. Sajani duduk di kamar sang ayah, merenungi akan nasib hidupnya di masa depan.
"Sajani, ini tagihan Hospital juga keperluan rumah dan kami. Jangan sampai orang mengira bahwa asset ayahmu berkurang hanya karena aku," ucap Neera masuk ke kamar Surawijaya, seraya menyerahkan setumpuk lembaran tagihan.
Gadis belia itu tidak lagi bernafsu menilik deretan angka di sana, toh semua musnah dan tiada dapat kembali, tak peduli siapa pelakunya.
"Hem, thanks Ma. Aku pulang ke kos sebab besok jadwalku padat," lirih Sajani berlalu meninggalkan ibu tirinya.
Neera tak terima diabaikan, dia menarik hijab panjang Sajani hingga kepala gadis itu menengadah. "Jangan sok jagoan, Jani! ingat amanah yang kau janjikan pada ayahmu," bisik sang Mama tiri.
"Lepas, Ma. Tenang saja, aku ini pemegang amanah, kelakuan Mama pun tak ku bongkar didepan ayah, bukan? meski aku sangat mampu melakukannya," sahut Sajani seraya berusaha melepas cekalan.
"Anak baik. Pergilah, dan jangan terlalu sering datang kemari," ucap Neera sambil lalu, menghempas kepala hingga Sajani terhuyung.
Nareswari Sajani, menghela nafas lalu melanjutkan langkah menuju kamar untuk mengemasi barang yang bisa dia bawa sebelum benar-benar pergi. Gadis berhijab hitam itu lalu menyalakan motor matic miliknya dan melaju ke rumah ustad tak jauh dari sana, meminta agar almarhum sang ayah rutin didoakan oleh jamaah masjid selama empat puluh hari kedepan serta menyerahkan sejumlah uang untuk sedekah jariyah atas nama Surawijaya.
Hari berlalu berganti minggu dan bulan.
Sajani teringat akan akta rumah peninggalan sang ayah yang lupa dia ambil dalam brankas. Siang itu, sang asisten pastry cook tengah off dari pekerjaan dan ingin mengunjungi kediaman lamanya.
Namun betapa terkejut Sajani kala mendapati rumah warisan Surawijaya untuknya tengah dipasang label lelang oleh sekelompok pria asing. Penampilan sangar tercermin jelas bahwa mereka adalah penagih hutang.
"Maaaa!" seru Sajani saat melihat rambut Neera di seret dari dalam rumah dan dipukuli.
"Jani!" pekik Neera, menahan sakit sebab sudut bibirnya berdarah, pelipis pun robek.
"Ada apa ini?" tanya Sajani berlari kecil, dia berusaha melepaskan cekalan tangan preman dari rambut ibu tirinya.
"Enyah!"
Bugh. Sajani jatuh, membentur tembok.
"Jangan ikut campur! bayar saja hutang ibumu!" teriak salah seorang pria tinggi berkulit gelap.
"Berapa banyak?" tantang Sajani.
"Seratus dua puluh juta!" balas preman bertato yang tengah melecehkan Nalini, saudara tirinya.
Gadis belia itu lalu masuk ke dalam kamarnya, dan tak lama keluar membawa sebuah kunci mobil milik almarhum. "Bawa ini, lunas! Jangan ganggu keluargaku lagi!" tegas Sajani dengan raut wajah nan merah padam.
Senyuman mengejek pun mereka layangkan pada Sajani, terlebih Neera dan Nalini.
"Cuh!" mereka meludah hampir mengenai wajah Neera yang tersungkur, seraya menyambar kunci mobil yang diserahkan Sajani.
Setelah komplotan preman itu pergi, Sajani menolong Neera dan saudara tirinya. Namun uluran tangan gadis ayu itu mereka tepis.
"Gara-gara surat rumah ini kamu sembunyikan kita jadi babak belur, dasar anak kurang ajar!" sentak Neera.
"Ma, aku dilecehkan dan dia diem aja," keluh Nalini memanasi.
Sajani tak mengindahkan ocehan keduanya, dia tetap menolong Neera, memapah langkah tertatih untuk masuk ke dalam rumah dan merawat luka sang Mama tiri. Tiada percakapan di antara mereka, Sajani terlihat tulus. Tekad pun bulat, setelah ini dia akan pergi menjauh selamanya, persetan dengan bakti pada mereka, bisikan iblis menguar memenuhi ruang otak yang sempit.
Saat langkah kaki itu akan menjauh, Neera mencekal tangannya. "Duduk dulu."
Nareswari Sajani terheran, tak seperti biasa Neera berucap lembut, hatinya mengatakan akan terjadi sesuatu. "Ada apa, Ma?" jawab Jani masih teguh berdiri.
"Nalini, tolong bawa buku itu yang di kamar Mama," pintanya pada sang putri kandung.
Gadis pemalas namun seksi bernama Nalini, melakukan perintah bundanya. "Nih!" Sodornya kasar pada Sajani.
Jemari lentik putri Surawijaya membuka lembaran demi lembaran disana. Monolid eyes cantik itu seketika membola. "Se-sebanyak ini?" tanya Jani shock.
"Iya, dan itu baru satu orang. Belum Jabir, dan pinjol, mana surat rumah ini!" Todong Neera seraya bangkit dan mendorong Sajani menuju kamarnya guna membuka brangkas.
"Itu hak ku, Ma. Enggak, itu hakku!" gadis berperawakan mungil itu berontak menahan dorongan tenaga dua wanita.
Merasa badannya kian terasa sakit pasca pemukulan oleh preman tadi, Neera menyerah. Namun ucapannya kali ini, sukses membuat Sajani lunglai.
"Kalau kau tak mau menyerahkan akta rumah ini. Maka penuhilah janjimu untuk berbakti padaku, Jani," pungkas Neera pongah, merasa diatas awan. Jalan keluar ninja terbebas dari hutang, akan dia jelang.
Dhuuaaaaaarrrr.
"A-apa," ucap Sajani ragu. "Jangan paksa aku, Ma. Aku juga tahu rahasiamu. Aku tahu segalanya, untuk apa dan kemana larinya semua uang yang selama ini kalian curi dari ayahku!" teriak Jani lagi, nafasnya memburu, giginya mengetat tanda dia marah.
"Ck, aku juga tahu apa wasiat ayahmu untukku ... lakukan atau nasibmu lebih buruk dari ini," bisik Neera, sembari menepuk pipi anak tiri yang kian pucat.
.
.
..._______________________...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
Nurlaela
masih nyimak, mom walau sudah end🤭
2023-04-21
0
Neneng Hernawati
penasaran setelah lihat judul dan baca narasi nya....
2023-03-24
1
Arra
🤧 ya Allah hutang oh hutang
2023-03-05
1