Mobil yang membawa Sajani perlahan melaju meninggalkan pelataran hunian mewah peninggalan sang ayah. Dia melihat Ibu dan saudara tirinya masih tergeletak di sana. Dari kejauhan terlihat istri ustad Arifin menyeru pada warga, memberi isyarat lambaian tangan agar menolong keluarga Surawijaya.
Perlahan kerumunan itu kian mengecil dan hilang dari pandangan saat Avanza hitam melesat cepat menyentuh jalanan beraspal.
"Jangan berharap pada orang lain. Hidup itu keras," lirih Mimo, mengerti rasa penasaran Sajani mengapa semua acuh.
Masih dengan isakan samar, Sajani menoleh pada sosok wanita bertubuh gempal disampingnya. "Kalian ada seakan memberi harapan dan angin segar namun seketika diri tergadai. Inikah jalan yang disebut menolong sesama?"
"Gak usah diplomasi. Pikirkan saja nasibmu. Jika Tuan simpati, mungkin kamu bakal menjadi kesayangannya. Tapi apabila beliau enggan, bisa jadi kau hanya onggokan daging yang dipoles make-up, dijajakan dalam etalase kaca," cibir Mimo, memandang remeh pada Sajani.
"Oh iya. Semua harta ayahmu bahkan tubuh kurus ini tak lagi utuh sebagai milikmu," imbuh Mimo.
"Mengapa aku? bukan Nalini?"
"Karena kamu, anak tiri Neera." Tawa Mimo menggema, "lagipula Nalini itu tak berguna," cibir Mimo lagi.
Entah kemana mobil yang dia tumpangi melaju, semua tiba-tiba gelap saat Mimo memberikan sapu tangan untuk menyeka air mata Sajani.
...***...
Mansion mewah, di selatan Jakarta.
Mimo meminta beberapa maid untuk mengangkat tubuh Sajani ke kamar tamu di lantai dua. Sementara dia melangkah masuk menuju ruang kerja sang majikan di samping kanan ruangan utama hunian megah itu. Menunggu Sheras di sana.
Tuan mudanya hidup sebatang kara setelah insiden mengerikan puluhan tahun silam yang memberangus semua anggota keluarganya. Lelaki berpostur atletis itu terbiasa duduk di kursi kebesaran dalam ruangan serba hitam ini, mengawasi semua bisnisnya dari jarak jauh.
Tak lama kemudian.
"Tuan muda," sapa suara Mimo dari dalam, kala Sheraz tiba.
Sheraz hanya mengangguk lalu menuju meja kerja dan duduk di kursi kebesarannya.
"Tuan, di dalam kamar tidur tamu lantai dua, gadis itu berada. Ini video keseharian dia beserta semua data identitas asli. Tagihan piutang atas nama Neera yang bermasalah sejak tahun lalu mendekati lunas sebab rampasan sebuah rumah dari Jabir serta dia menyerahkan anak tirinya yang masih perawan. Namanya Nareswari Sajani usia dua puluh tahun, bekerja sebagai asisten chef," terang Mimo, sang tangan kanan.
"Aku sudah melihatnya tadi. Dia cantik meski berhijab, sungguh bertolak belakang dengan Neera. Selidiki apakah masih memiliki wali, aku ingin gadis itu menjadi milikku," kata sang pria, seraya memutar kursi kebesaran menghadap si tangan kanan.
Mimo seketika menunduk dalam, tak berani menatap wajah sang majikan. Lagipula aturan dalam circle bisnis yang di geluti, melarang semua anggota untuk mendongakkan kepala bilamana Tuan Muda mereka melintas atau justru bertatap muka.
Saat hari berangsur petang.
Putri Surawijaya perlahan membuka kelopak mata yang terasa berat. Monolid-eyes nya mengerjap, menyesuaikan cahaya temaram.
"Dimana aku?" lirih Sajani.
"Mansion Sheraz Qadri, Nona. Silakan minum dahulu, Anda pasti lelah. Setelah ini segeralah membersihkan diri. Semua pakaian Anda telah rapi di dalam lemari, juga peralatan salat dan lainnya. Apabila ada yang tidak sesuai dengan kebiasaan Nona, mohon beritahu saya," ujar seorang wanita.
"Hah, dimana ini? Ibu, siapa?" tanya Sajani, seraya bangkit, memegangi kepalanya yang terasa berat.
"Tidak penting mengetahui dimana berada, Anda aman dalam lindungan Tuan Muda kami. Nona boleh panggil saya Tini," sambung sang wanita paruh baya, dia lalu pamit keluar kamar.
Sajani masih limbung, ia perlahan mencerna semua kalimat sang wanita paruh baya. Dia lalu mengedarkan pandang ke sekeliling. "Mewah sekali. Apakah aku dijual kepada saudagar tua mesum dan kaya?" kesadarannya muncul. Sajani panik, dia lalu menuju jendela, berniat kabur dari sana.
"Bismillah." Perlahan dia membuka panel, lalu kepalanya melongok ke bawah. "Gak terlalu tinggi, bisa Jani, bisa!" tekadnya kuat. Dia pun mulai naik ke kusen jendela, lalu menurunkan kaki panjangnya, berusaha memijak sesuatu.
Kepalanya celingukan kesana sini, memastikan bahwa tiada yang melihat aksinya. Dia melanjutkan aksi dengan nekad melompat. Namun, tanpa Sajani nyana, dua orang bodyguard telah siap menyergap dirinya sesaat setelah badan ringkih itu menyentuh tanah.
Brug.
"Nona."
"Astaghfirullah." Sajani terhenyak mendengar suara berat nan serak. Seketika banyak lelaki dalam balutan jas, mengelilingi dirinya yang tengah berjongkok.
"Silakan kembali ke kamar." Suara Tini, membantu Sajani bangkit berdiri.
Huft. "Bodoh Jani. Ya iyalah, masa segampang itu kabur."
Misi melarikan diri, hari pertama gagal. Hari-hari berikutnya pun sama, Sajani tak pernah menyerah melakukan percobaan pelarian, dengan berbagai strategi bila ada kesempatan. Bahkan menyelinap dalam baju kotor dan tumpukan sampah pun dia lakoni, hasilnya serupa, selalu gagal.
Dua pekan kemudian.
Tini masuk ke dalam kamar mewah sang princess, kali ini membawa serta beberapa wanita dengan segala perlengkapan dalam koper. "Nona, silakan bersiap."
"Untuk?" Sajani sudah sedikit terbiasa dengan sikap Tini.
"Siang nanti Anda akan menikah ... ayo lekas make-up Nona dengan looks elegan," terang Tini seraya meminta MUA merias wajah sang calon pengantin.
"Enggak. Gak mau," seru Sajani berteriak menghindar dan lari menuju sisi jendela.
"Percuma kabur, Nona. Rumah ini bukan benteng Takeshi yang para penjaganya suka lengah. Lagipula Anda menikah dengan Tuan Muda, bukan tua bangka pemilik selir gundik atau lainnya. Anda milik Den Sheraz seorang," ungkap Tini, tersenyum ramah.
Degh.
Selama tinggal di kediaman mewah ini, tak pernah dia jumpai sosok yang kerap disebut oleh para pekerja. Bagaimana rupa lelaki itupun, Jani tak tahu. Akan tetapi, Tini memberikan senyum begitu tulus dan ramah, apakah sang Tuan Muda berperangai lembut? batin Sajani.
Tubuhnya melemah, separuh jiwa ingin berontak namun sepenggal otak mengatakan pasrah sedangkan hati dilingkupi gundah. Bagai di cocok hidung, Jani akhirnya luluh.
Tidak terdengar hingar bingar pesta, hunian ini tetap sunyi. Apakah benar ia telah menikah lalu dimana suaminya? Sajani sungguh penasaran, perkara taat atau tidak, itu urusan nanti, pikir sang gadis.
Hingga malam menjelang.
Putri Surawijaya telah melepaskan segala atribut pakaian pernikahan, meski dirinya tak tahu kapan ijab kabul dilaksanakan. Teriakan status sah, yang biasanya terdengar dalam acara sakral itu pun tidak tertangkap pendengaran.
Tiba-tiba, suara pintu kamar di buka seseorang. Sajani bersiap dengan memegang gagang lampu tidur dari meja nakas, sebagai alat pertahanan diri.
"Assalamu'alaikum," suara berat seorang pria masih mengenakan setelan jas.
"Wa-wa'alaikumussalam," lirih Sajani, menjawab salam.
Betapa terkejutnya si gadis kala melihat sosok yang berdiri diambang pintu. "Jangan mendekat, pergi! pergi! monster! enyah...!" wajah putri tiri Neera pias, dia nekat menyerang pria asing.
Teriakan Sajani sukses membuat emosi Sheraz naik. Dia melangkah cepat meraih tubuh sang gadis yang membabi buta menyerangnya dengan gagang lampu.
"Lepas, lepasin!" Sajani meronta, seram melihat penampakan yang menjamahnya.
Sheraz mencekik leher Sajani, mendorong tubuh wanita mungil membentur dinding. Sajani berontak namun tenaganya kalah telak dengan sang tuan muda. "Katakan lagi, dan lihat aku! LIHAT AKU!" seru Sheraz,
Lelaki nan diliputi nafsu lalu melonggarkan cekalan, sadar dia telah melukai istrinya. Namun kali ini tangan kiri Sheraz memaksa netra Sajani agar menatap lekat wajahnya. Putri tiri Neera, ketakutan kala dia mengamati muka pria yang berlaku kasar, tubuhnya bergetar halus dan tak lama, Jani pingsan.
"Bahkan kau jijik padaku!" geram Sheraz, meninggalkan Sajani yang luruh menyentuh lantai, begitu saja.
.
.
...____________________...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
Ersa
ini beneran buruk Rupa atau hanya topeng ?
2023-05-12
1
Nurlaela
apa si jelek dan si cantik, berasa Bollywood versi Indonesia tapi kaya beauty and the beast...🙄
2023-04-21
1
Neneng Hernawati
kenapa gk oplas aja sih tuan sheraz kan banyak duit....kalau begitu sajani jadi ketakutan kan😔
2023-03-24
1