Setelah Sheraz meninggalkan ruangannya, Sajani merapikan kembali meja. Dia memisahkan sisa makanan dan menu yang utuh tak tersentuh agar Tini mudah membawa kembali ke dapur.
Wanita masih dalam balutan mukena melanjutkan aktivitas pagi, sunah dua rokaat sebagai sedekah bagi semua persendian tubuh, juga agar menjaga diri dari keburukan di pagi hari, mendapat kesetaraan pahala bagai ibadah ke haromain juga mendatangkan rezeki.
"Alhamdulillah. Sesungguhnya aku bosan," keluh Sajani saat melipat mukenanya.
Gadis itu melangkah keluar kamar, tak dijumpai maid yang berjaga seperti biasa hingga ayunan kaki jenjang sang nyonya muda terus menuruni anak tangga menuju lantai dasar.
Dari arah dapur, terdengar suara bernada tinggi yang Jani duga milik suaminya. Dia bergegas menuju ke sana, ingin melihat ada peristiwa apa pagi ini hingga membuat tuan muda Qadri murka.
"Ibu kan sudah hilang bahwa letakkan! ya letakkan!" seru Sheraz, memarahi lima maid di dapur.
"Apa kalian tuli? sudah ku bilang, jangan bantah perintah ibu!" imbuhnya lagi.
Semua wajah gadis berseragam hitam dengan aksen lipit putih di sisi, menundukkan wajah takut akan amukan sang majikan. Hingga Sajani masuk ke dalam ruangan pun, mereka tetap bergeming.
"Kenapa ini?" tanya Jani lembut, dirinya pun memiliki ketakutan serupa dengan para gadis.
"Kau, ngapain ke sini!"
"Bosan. Tadi Mas bilang boleh melakukan apapun," cicit Sajani masih menundukkan wajah.
"Jangan ikut campur, pergi sana!" seru Sheraz lagi, dia makin kesal. Rasanya malu, kemarahan yang akan dia luapkan perihal makanan tempo hari bila ada Sajani di sana. Si pembuat croissant nan menggugah selera kala itu.
"Ini masalah tentang roti itu kan?" tanya Jani lagi.
Tak ada sahutan dari Sheraz sehingga Sajani memberanikan mengangkat wajahnya. "Iya?" tegas Jani memastikan anggapan.
Sheraz hanya diam, menatap lekat manik coklat tua di hadapan. Namun, yang di tatap justru rikuh, tak tahan kala sorot mata hitam nan tajam dihadiahkan untuknya.
Putra Sein Qadri mendengus kesal, dia meninggalkan dapur begitu saja. Tuan muda bahkan membanting pintunya keras.
"Astaghfirullah," Sajani terhenyak. Nyonya muda lalu menanyakan perihal kemarahan suaminya.
Maid menjelaskan singkat sehingga senyum terbit di wajah Sajani. Wanita ayu yang mengenakan gamis navy dengan hijab senada langsung memulai kegiatan pagi itu. Dia akan menyiapkan makan siang untuk suaminya.
"Aku butuh bahan ini, tolong bantu siapkan," ujar sang Nyonya.
Tini melihat majikan kecilnya itu cekatan mengerjakan sesuatu. Dia hanya mengawasi dari kejauhan, membiarkan sang nyonya mengekspresikan diri lewat makanan.
Menjelang pukul sebelas siang.
Tini melihat banyak hidangan tersaji di atas meja dapur. Tak kurang dari empat menu di sana. Sajani juga membuat infused water dari lemon, nanas dan mint.
"Nona, banyak sekali. Menu lengkap?" ucap Tini berbinar.
"Iya. Aku gak tahu selera beliau, jadi ku buat menu lengkap dari appetizer, sup hingga main course dan dessert. Ibu, coba dulu siapa tahu sesuai," pinta Sajani saat akan berlalu keluar dapur.
"Mau kemana?" cegah kepala pelayan itu.
"Ke atas, mandi dan siap-siap salat duhur."
"Nanti turun lagi ya, antarkan ini untuk suami Nona," pinta Tini.
"Aku? bukannya beliau makan di ruang makan atau di ruang kerja?"
"Iya, memang begitu jadi tolong kali ini Anda yang mengantarkan," ujarnya mengulang kalimat yang sama. Sajani terheran, tapi dia mengangguki ucapan Tini.
Setelah duhur.
Suasana rumah megah sunyi, saat Sajani kembali menuju dapur. Para Maid tengah makan siang di tempat istirahat khusus. Tini terlihat telah siap menata hidangan dalam pinggan-pinggan kecil. Semua menu yang Sajani masak, tertata cantik.
"Aku saja yang bawa ke atas, Nona nanti tolong buka pintu," ujar tiga maid yang membawa masing-masing baki makanan.
Langkah demi langkah kembali dia tapaki hingga tiba di lantai dua, ruangan sebelah kamar Sheraz.
Tok. Tok. Tiada sahutan dari dalam, tetapi handle pintu berputar dan lempeng kayu itu terbuka.
"Nyonya, silakan masuk," ucap Rico seraya membungkukkan badan kala melihat Sajani di depan pintu.
"Apa aku mengganggu?"
"Tidak. Tuan masih bekerja, biasanya hidangan diletakkan di atas trolly," sahut Rico mempersilahkan Jani dan maid menata hidangan di sudut ruang.
Sheraz hanya melihat sekilas kala istrinya masuk ke dalam ruang kerja. Aroma makanan seketika menguar, menggoda penciuman serta konsentrasi tuan muda.
"Untuk Pak Rico yang ini ya. Silakan," kata Sajani menunjukkan tray milik sang asisten.
"Punyaku mana?"
"Mau makan sekarang?" tanya Jani, tetapi seperti biasa, tak mendapat respon jawaban hingga dia mengangkat dua tray ke meja suaminya.
Sheraz hanya diam, ketika istrinya itu merapikan table yang berantakan. Meletakkan semua benda di satu sudut agar permukaan meja mempunyai cukup ruang bagi tray.
"Mau kemana? temani aku makan," Sheraz menarik lengan Jani kala akan pergi, hingga jatuh duduk di pangkuannya.
"Eh!"
"Kalian, keluar."
Rico pun beranjak pergi dari ruangan sang tuan muda, membiarkan mereka hanya berdua di sana.
"Suapin, aku harus menyelesaikan semua ini sebelum malam," ucapnya saat Jani hanya diam.
"Susah, gimana mau ambil makanannya?" cicit Jani lagi.
Sheraz memegang pinggang istrinya, lalu mendorong kursi menuju sisi meja, agar Sajani mudah mengambil tray lalu meletakkan di pangkuan. Suapan demi suapan perlahan masuk ke mulut Sheraz. Sesekali pria itu membubuhkan kecupan kecil di pucuk kepala Sajani.
"Enak. Masakkan untukku setiap hari, hanya untukku. Mengerti?" bisiknya di angguki Jani.
"Salat dulu," lirihnya saat semua menu hampir berpindah tempat.
"Sudah, tadi tepat azan duhur. Tuh, kamu lihat ada sajadah kan di sofa," sahut Sheraz cepat. Percakapan terakhir pasangan yang masih saling menjajaki diri.
Nareswari Sajani berpikir, dia akan lolos setelah semua masakan buatannya habis disantap. Namun, angan hanya sebatas mimpi. Dia ditahan Sheraz tetap di posisi semula.
Rasa lelah memasak banyak hidangan dalam waktu singkat, badan segar setelah mandi, sisa air wudhu yang membasahi wajah ditambah sepoi angin pendingin ruangan juga dekapan Sheraz membuat nyonya muda tertidur di atas pangkuan putra Sein Qadri.
"Hmm malah tidur, capek ya, Sayang? apalagi kamu puasa," bisik Sheraz, leluasa menciumi dahi Sajani.
Rico kembali masuk ke dalam ruangan, melihat pemandangan manis majikannya. "Bos, Nyonya tidur? di pindah ke sofa atau kamar?" tanya sang asisten.
"Gak usah, biarkan dulu. Aku masih bisa kerja kok. Ayo lanjut," ujar Sheraz. Satu tangannya menahan kepala Jani agar tidak menengadah, sesekali berpindah memegang pinggang agar tubuhnya kian rapat.
"Gemas!" gumam Sheraz menciumi pipi mulus nan terpampang jelas.
Hingga satu jam, Rico melihat tuan mudanya tak berkonsentrasi penuh. Dia kembali mengingatkan untuk memindahkan sang Nyonya.
"Justru aku nunggu saat ini, dia menemaniku bekerja," jawab Sheraz pada akhirnya.
Rico hanya mengangguk, tak lagi berani mengusik. Kala jeda beberapa menit, Sheraz melandaikan kursi kerjanya, dia lalu memeluk tubuh ramping itu, mendekap erat seakan takut kehilangan.
"Kalau sudah tidur, ternyata susah bangun ya. Makasih atas siang ini, Nares," lirih Sheraz seraya menghela nafas dan memejam, menikmati keintiman manis yang perlahan dia dapat.
.
.
...____________________...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
𝐀⃝🥀𝐑𝐚𝐧 ℘ṧ㊍㊍👏
coo cweeeeet,,,, 😍😍😍
2023-02-18
0
AlAzRa
puanis beud, melasi Rico Mak dadi obat nyamuk 😀😀😀
2023-02-18
1
Fia Maziyya
setiap laki-laki di ciptakan untuk memulihkan seorang wanita, dan q menemukannya di dalam tulisanmu kak, semua karakter laki lakinya sangat bucin dan memperlakukan wanitanya dengan sangat baik, buat iri aja😔😔
2023-02-18
1