Isakan Jani membuat mata dengan satu kelopak menyipit itu menatap dalam retina coklat tua wanita yang dia kungkung.
"Janji patuh ya," kata Sheraz membelai wajah sang istri, menyingkirkan anak surai yang lepek menempel di dahi hingga menutupi pipinya yang tirus nan mulus.
Sajani yang memejamkan mata, perlahan membuka kelopak monolid-eyes cantik itu. Antara takut dan malu dia berhenti terisak mendengar bisikan seksi suara Sheraz. Kedua retina itu saling menyelami, sejenak seakan waktu berhenti di antara mereka.
"Sakit? jawab aku," bisik Sheraz kian lembut.
Jani yang setengah waras, mengerjapkan kelopak matanya. Bulu mata penuh nan basah akibat sisa bulir bening yang masih menggantung di sudut netra luruh. Anggukan samar menjadi isyarat wanita Sheraz bahwa dia seakan berkata nyeri mulai mendera.
"Jangan lagi membantah aku. Kesakitan para asisten mu itu akan meninggalkan luka pedih di hati sebab kau tak dapat melindungi mereka yang bersedia berkorban untukmu padahal tiada hubungan darah," ucap Sheraz.
Lelaki itu lalu memberikan kecupan kecil di dahi sang istri sebelum tangannya meraih selimut untuk menutupi tubuh setengah polos Sajani.
Sheraz beringsut menjauh dari himpitan raga yang membuatnya terbakar. Dia menginginkan istri kecil itu sesaat namun entah rasa hati tak tega menyergap kalbu, terlebih melihat tatapan tajam nan sendu yang Sajani perlihatkan.
Lelaki dalam balutan jas itu duduk di sisi ranjang sementara Sajani meringkuk memeluk selimut, isakan halus mulai terdengar kembali saat Sheraz melenggang pergi meninggalkan dirinya.
Sang pemilik puluhan Club bergegas masuk ke dalam kamar yang letaknya berseberangan dengan bilik Sajani. Tanpa melepas setelan mahal yang dikenakan, Sheraz menuju bathroom dan menyalakan shower berharap gairah yang memuncak dapat teredam.
"F-uck, seksi!" racaunya meninju dinding bathroom dengan tangan mengepal kuat.
Umpatan di layangkan sang pemuda yang tengah dilanda gairah. Dirinya sangat terbiasa melihat para wanita menjajakan kemolekan tubuh namun mengapa baru melihat kulit mulus Sajani saja, adik kecil yang terbiasa pendiam mendadak liar.
Senyum mantan pria rupawan tersungging, fantasi panasnya dengan Sajani melintas begitu saja.
Malam hari.
Sajani duduk di ujung kepala ranjang, masih setia memeluk lutut yang tertekuk. Kala Tini datang dengan dua orang maid baru dan membawakan makanan baginya, gadis itu sontak menjulurkan kaki menyentuh lantai lalu berlari menabrakkan diri ke tubuh senja asisten itu.
"Ibu, maafkan aku." Sajani memeluk erat Tini.
Wanita yang menjadi pengasuh Sheraz sejak belia tak mengira akan respon yang dia dapatkan.
"Aku tidak terluka, Nona. Mengapa Anda seperti ini?" belainya lembut.
Sajani kian terisak, dia tak melepaskan cekalan kedua lengan yang melingkar di pinggang sang asisten paruh baya. Tini mencoba meraba keinginan hati sang Nona kecilnya.
"Nona ingin melihat kedua asisten tadi siang?" tawar Tini.
Sajani mengangguk cepat tanpa suara sehingga membuat wanita itu melerai dekapan erat gadis ayu itu. "Makan dulu," pinta Tini.
Asisten kepercayaan Tuan muda menarik lengan Jani ke sofa. Dia meminta maid menyiapkan menu dalam pinggan dan dengan tangan senjanya, perlahan Tini menyodorkan sendok yang berisi lauk pauk agar istri kecil majikannya itu mau menyantap makan malam.
"Habiskan ini lalu aku akan meminta izin pada Den Sheraz untuk membawa Nona ke kamar maid. Dengan catatan, bantuan yang ku berikan ini tidak disalah gunakan kembali seperti siang tadi," tegasnya menatap tajam manik mata Jani.
Glek.
Lagi, dia diingatkan oleh Tini tentang kesalahannya sehingga melukai orang yang tidak bersalah.
"Maafkan aku," lirih putri Surawijaya. Air mata kembali luruh membasahi pipi tirusnya.
Beberapa menit berlalu.
Hidangan yang tersaji di meja sebagian telah berpindah ke lambung gadis ayu. Kini Tini pamit membereskan semuanya seraya akan meminta izin pada sang majikan agar Sajani dapat menjenguk ke kamar maid dilantai dasar.
Wanita ayu dalam balutan homy dress warna abu tua duduk setia menunggu Tini datang kembali ke kamarnya. Dalam hati tak henti mengucapkan istighfar memohon pada ilahi bahwa dirinya telah berlaku dzolim tanpa sengaja.
Tak lama kemudian.
Tini masuk ke dalam kamarnya dan menyampaikan pada sang Nona bahwa keinginannya terpenuhi. "Nona, mari," ajak Tini menyilakan Sajani.
Tatapan syukur Jani layangkan pada Tini, gurat wajahnya ceria membayangkan dia dapat meminta maaf secara langsung pada kedua gadis yang terluka.
Saat mencapai kamar para maid. Nareswari Sajani terpana akan kondisi kedua gadis itu. Lututnya lemas, tanpa sengaja bersimpuh. Tangis pilu kembali menguar, dia sangat menyesal. "A-aku janji, gak akan membuat kalian terluka lagi. A-aku janji. Maafkan aku ya," ucapnya terbata.
Para gadis yang melihat majikannya bersimpuh merasa tak enak hati hingga membuat mereka ikut terduduk di lantai.
Tini menarik tubuh Sajani agar bangkit atau dirinya terkena amukan Sheraz. "Nona, bangun. Nanti Tuan Muda marah," tariknya paksa pada lengan sang gadis.
Beberapa menit meminta maaf, istri Sheraz kembali ke kamar, lampu telah temaram hingga kondisi kamar kian teduh. Gadis itu terpukul, ingatannya teringat pada Neera.
...***...
Kediaman sementara Neera.
Setelah kepergian sang anak tiri, wanita cantik itu mencoba bekerja menjadi pelayan di warung makan atas bantuan ustadz Arifin. Namun baru beberapa pekan, dirinya membuat ulah dengan menggoda sang majikan pria agar mulus mendapatkan uang dan pinjaman untuk membeli barang haram yang menjadi cemilan pokoknya.
"Dasar wanita tak tahu diuntung, ditolong malah mentung," cibir para warga sekitar saat skandal Neera terkuak.
Nalini membujuk sang Bunda kembali ke kediaman yang di berikan Jabir atas pertukaran rumah mewah Surawijaya dulu. Sadar kebutuhan kian mendesak, Neera lalu nekad menemui Mimo lagi untuk meminta pekerjaan.
Saat ini keduanya bekerja sebagai pelayan club di salah satu usaha malam milik Sheraz tanpa Sajani ketahui.
"Dengan masuk ke wilayah kekuasaan Sheraz Qadri, siapa tahu kamu akan jadi istri simpanannya, Nalini," bisik Neera seraya terkekeh saat permintaannya di loloskan Mimo.
Sementara sang anak enggan mengikuti kemauan ibunya, Nalini hanya berniat mencari pria kaya agar dirinya bisa keluar dari hidup susah. Tak lupa, semua ini dia lakukan agar pasokan zat adiktif itu mulus tersaji tanpa menjaja diri.
"Aku gak mau, pokoknya ingin hidup happy. Bosan kali susah payah cuma buat nafas doang," racau Nalini. Tubuh semampai tak molek itu mencoba membaur dengan para pengunjung di lantai dansa.
"Nalini, Nalini. Bagaimana dengan Ibumu?" seru Neera menahan lengan sang anak agar bersedia ikut dengannya berganti seragam pelayan.
"Enggak mau. Lepasin, aku mau tetap di sini. Ibu saja yang kerja, kewajiban orang tua memberi nafkah pada anaknya bukan?" kilah Nalini, seraya menghempas kasar cekalan tangan ibunya.
"Nalini, ka--"
"Heh, ayo lekas ke belakang ganti baju!" seru Mimo lagi.
"Dia, dia...." tunjuk Neera saat lengannya ditarik asisten Mimo.
.
.
...______________________...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
Arra
kenapa cita-citamu tetep itu saja ngga berubah 😓
2023-07-11
0
@Ani Nur Meilan
Neera ngga ada kapok nya..
2023-02-10
1
Fia Maziyya
menunggu sheraz dan jani duduk berdua, berbicara dari hati kehati agar perlahan hati mereka bisa berpaut,😊
2023-02-10
1