Handle pintu terbuka.
"Bu," Sheraz memanggil Tini, yang menunggunya di depan pintu kamar Sajani.
"Ya, Den. Gak jadi nginep didalam?" goda sang pengasuh Tuan Muda sejak belia.
"Gimana mau tidur disana, dia pingsan karena jijik dan ketakutan. Aku lupa jika wajahku buruk rupa," keluh Sheraz seraya berlalu.
"Den, Den, Non Jani hanya terkejut bukan jijik atau takut apalagi benci," seru sang pengasuh namun tetap diabaikan Sheraz.
Lelaki muda yang dahulu memiliki rupa menawan, berjalan gontai menuju kamarnya lalu membanting pintu. Bukan tanpa alasan dirinya membuat aturan bagi semua jajaran karyawan agar kerap menundukkan pandangan bila ber-interaksi dengan sang pimpinan. Sheraz hanya tak ingin mendulang tatapan mata remeh, kasihan bahkan yang terparah yaitu jijik kala mengetahui gurat mengerikan nan tercetak jelas di wajah.
Putra Sein Qadri mematut diri di depan cermin, dia mengamati setiap inci parut luka di sana. "Oplas, untuk siapa? mungkinkah cinta hanya muncul bagi orang dengan kesempurnaan fisik? ck, naif sekali kamu, Raz."
Perayaan pesta pernikahan hari ini hanya dia buat secara private, untuk kolega tertentu saja. Mimo berhasil menemukan wali Sajani, meski sulit mendapatkan izin dan kehadirannya namun Sheraz berhasil meyakinkan beliau hingga restu itu turun.
Entah apa yang dibicarakan Sheraz kala menemui wali Sajani, hanya mereka berdua yang tahu.
"Janjiku pada walimu, akan aku utarakan bila kau bersedia menerimaku apa adanya, Jani," ucapnya bermonolog sembari melepaskan balutan pakaian yang menutup tubuh atletisnya.
Beberapa menit berlalu.
Tuan muda Qadri merangsek naik ke peraduan di dalam kamar mewah didominasi warna hitam dan abu tua. Tidak banyak pernik di sana, hanya ada satu foto keluarga berukuran besar terpajang didinding kala kedua orang tuanya masih hidup dengan rupa nan sempurna. Suasana temaram selalu kentara di kamar ini, sangat mencirikan bahwa kehidupan Sheraz begitu misterius. Tak banyak orang tahu, sosok yang disebut monster oleh Sajani dahulunya adalah seorang pemuda kebanggaan klan Qadri.
Jika Sheraz mulai masuk ke alam mimpi, berbeda dengan gadis yang pingsan sebab ketakutan, tepat di seberang kamar sang Tuan Muda.
Sajani di bopong oleh beberapa maid wanita menuju ranjang lalu Tini mulai memberikan stimulasi di indera penciuman gadis itu agar dia lekas siuman.
Tak berapa lama.
"Enngghh. Pergi! lepaskan aku!" seru Sajani terhenyak bangkit, tangannya mencari sesuatu sebagai benteng diri. Tubuh itu pun beringsut ke kepala ranjang. Tatapan matanya nyalang, antara takut dan marah menjadi satu. Sorot netra tajam, dia hadiahkan pada sekeliling.
"Nona. Silakan istirahat, suami Anda bukan bermaksud melukai, beliau hanya tak ingin Anda terluka sebab memegang sesuatu yang tidak semestinya," ujar Tini. Wanita itu lalu meninggalkan Sajani yang masih linglung diatas pembaringan.
"Hah? apa tadi? gak salah dengar kah aku?" lirih Sajani.
Dia lalu turun dari tempat tidur, berlari kecil menuju pintu untuk mengunci lempeng kayu berwarna putih itu agar tiada yang mengusik istirahat malamnya.
Nareswari berjalan lunglai menuju ranjang, dia merunut peristiwa sebelum pingsan. Lama gadis itu termangu disisi tempat tidur, tiba-tiba monolid-eye memicing, hingga dahinya ikut mengernyit tanda otak tengah berpikir keras.
"Tinggi, tapi sebagian wajah tertutup rambut, eh poni panjang. Kek model undercut style. Kenapa ya mukanya itu, serem amat ... hmm dan juga, jalannya pin-cang. Ya Allah, dia suamiku kah?" Sajani membelalak tak percaya.
"Di-dia, sua-miku?" ulangnya lagi.
"Aku kudu gimana, ayah? apakah harus berbakti juga dengannya? tapi aku gak cinta, bagaimana ini?" gerutu Sajani, dia bangkit dari sisi ranjang lalu berjalan mondar mandir di depan meja rias.
Kegelisahan tak jua sirna hingga fajar mulai menyingsing. Sajani memilih bersimpuh diatas sajadah, mengadu pada Robb-Nya hingga tanpa sadar, dia tertidur dalam posisi duduk memegang tasbih.
Tak berbeda jauh dengan Sajani.
Seperti malam-malam silam, mantan lelaki tampan itu selalu tidur dalam keadaan gelisah. Hanya rentang lima belas menit dirinya betul-betul terlelap, setelah itu kilatan kejadian yang membuatnya kehilangan semua hal kesempurnaan dalam hidup, kerap muncul dalam bentuk potongan-potongan ingatan menyakitkan. Membuat Sheraz terjaga sepanjang malam.
Ba'da subuh.
Pagi ini, dia langsung menuju ruang kerja. Hobi baru Sheraz adalah mengamati semua tingkah laku istrinya melalui kamera CCTV yang dia letakkan disetiap sudut ruangan dalam hunian mewah.
Kala dia menyalakan layar monitor, didalam kamar itu terlihat Sajani tengah bersandar di ujung ranjang, masih mengenakan mukena, memangku mushaf dan tasbih tersemat di salah satu jemarinya.
"Entah kenapa, aku suka lihat kamu begini, damai sekali. Apa yang kamu minta, Jani? benarkah Tuhan Maha melihat? lalu Dia sedang apa ketika peristiwa itu terjadi? hmm Aku gak nyalahin Tuhan sih, cuma udah males aja minta sama Dia," gumam Sheraz.
Sembari menyesap kopi panas yang masih mengepul, tangan kanannya menyendok oat dan potongan buah dari pinggan sebagai menu breakfast pagi itu, Sheraz tak melepaskan pandang dari sana.
Semenjak Sajani ada di mansion, gadis itu menjadi hiburan tersendiri bagi Sheraz. Terkadang kepolosan, tingkah laku saat menyelinap kabur kerap membuat tuan muda tertawa kecil.
Hari ini, dia berencana mengizinkan gadis itu keluar dari kamar agar tidak merasa bosan. Sudah lebih dari satu bulan, Sajani terjebak dalam ruangannya. Setelah memberikan instruksi pada Tini, sang pengasuh yang dia percaya menjaga Jani, Sheraz kembali berkutat dengan segudang aktivitas meski semua ia lakukan di dalam ruangan bernuansa serba hitam.
"Jangan menghianati ku, Jani. Bila kau tak ingin mendulang pedih atas tingkahmu," gumam Sheraz kala melihat gadis itu telah bangun dan bersiap menuju bathroom.
"Bagaimana rupa dia, saat tidak menggunakan hijab dan baju panjang itu?"
"Eh. Apa yang ku pikirkan! ish." Sudut bibir Tuan muda Sheraz tertarik ke atas membentuk sebuah lengkungan kecil. Senyum menawan yang sudah lama sirna, perlahan muncul.
...***...
Saat sarapan, kamar Sajani.
Tini menyampaikan pesan sang tuan muda untuk mengizinkan gadis abege itu keluar kamar, sekedar menghirup udara segar dan jalan-jalan di sekitar Mansion. Tak lupa mengingatkan tentang syarat agar tidak melakukan upaya pelarian kembali atau akan ada sanksi pedih yang akan Sajani terima apabila melanggar aturan Sheraz.
Gadis yang tidak pernah melepaskan hijab meski didalam kamar itu pun mengangguk antusias. Dia ingin mengamati situasi hunian mewah ini sehingga ketika kesempatan emas itu datang lagi, Sajani sudah mengerti dan menguasai dengan baik jalur ketika akan melarikan diri.
"Terima kasih, Bu Tini. Saya akan ingat pesan Anda," ujar Sajani tepat setelah sarapan.
Binar mata Putri Surawijaya bersinar cerah kala Tini membuka pintu kamar, gurat bahagia terpancar saat Sajani mulai menuruni susunan anak tangga dengan lantai mengkilap bak porselen. Lampu hias, guci mewah tersaji apik di setiap ruangan yang dia lewati hingga langkah kaki itu menemukan sebuah taman bunga di sisi selatan bangunan utama.
Monolid eyes nya memindai sekeliling, entah apa yang ada di otak Sajani, kala tanpa sengaja dia melihat mobil van tertutup dengan tulisan service AC, terparkir di sana.
"Eh, itu ada...." kepala Sajani sontak celingukan ke kanan dan kiri, mengawasi sekitar.
.
.
...______________________...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
Ersa
Kali ini mo cosplay jd AC rusak ya Janj, biar bisa kabur😂
2023-05-12
0
Nurlaela
awas kabur, neng
2023-04-21
1
Neneng Hernawati
sepertinya Jani berfikir untuk kabur nih
2023-03-24
0