"A-apa?" ucap Sajani terbata setelah mendengar bisikan sang ibu tiri.
"Pilih mana?" desak Neera sebelum pergi.
Putri Surawijaya seketika ambruk ditempat dia berdiri. Sosok yang dipaksa tegar akhirnya tumbang juga.
Peluh menetes bersama dengan air mata yang berlomba lungsur dari bagian atas wajah. Sajani menangis, isakan itu dia tahan bukan semata agar selamat dari pukulan dan teriakan Neera nan kerap menyebut sajani anak cengeng, melainkan karena batinnya ngilu.
Tatapan nanar dia layangkan pada Nalini yang memberikan senyuman mengejek saat melintas di ambang pintu kamar Sajani. Sang princess ketika Surawijaya masih hidup akhirnya bangkit, dia berjalan gontai menuju kamar Mama tiri. Namun tak dia jumpai kedua wanita itu di sana. Sajani lalu beralih menuju ruang tamu, berniat akan meninggalkan kediaman itu untuk jangka waktu yang lama.
Kala kaki perlahan memasuki ruang tamu nan megah, alangkah terkejut Sajani ketika melihat sosok yang dia cari tengah terkapar, tubuhnya mengejang dan menggigil hebat. Kedua bola mata itu mendelik ngeri pada Sajani, seraya tangan menggapai di udara disertai suara serak bagai hewan kurban hendak di sembelih.
"Apakah ini yang namanya sakau?" batin sang anak tiri.
Sajani gemetaran melihat ibu sambung kesakitan, dia ingin menolong Neera namun seketika tarikan Nalini pada bahu kiri, menghempas tubuhnya. Putri kandung wanita cantik itu lalu memberikan apa yang si ibu butuhkan.
"Mama sakit, bukan itu obatnya. Mama sakit parah kan!" seru Sajani mencegah Nalini.
Beberapa saat berlalu, pria pengantar itu lalu masuk ke dalam ruang tamu, mereka baru saja selesai bertransaksi sesuatu yang dilarang agama. Tanpa sungkan dan malu, keduanya kini kian terang-terangan mengkonsumsi barang haram di depan mata Sajani.
"Kalian...."
"Apa? gak usah muna, lo!" sergah Nalini hendak melayangkan pukulan ke arah wajah ayu Sajani.
Gadis ramping itu berhasil menghindar. "Lo, mabok!" dorong Jani hingga Nalini terduduk di sofa.
Karena lengah sebab Neera meracau, map akta tanah dalam genggaman Sajani berhasil Nalini rebut. Tawa gadis pemalas itu mengudara kala putri Surawijaya berusaha menggapai haknya.
"Balikin! balikin, itu hakku. Kalian kenapa gak open BO aja sih? kenapa pula Mama tidak menukar Nalini saja!" teriak Sajani kalap. Dia sudah tak dapat lagi menahan emosi.
Tawa menyeramkan dua wanita yang salah satunya baru saja lolos dari sakau, kembali menguar memenuhi ruangan megah dengan ceilling tinggi.
"Jani, mana ada lelaki yang sudi membeli gadis tidak perawan sepertinya? juga bagaimana dia akan melayani para pria hidung belang itu kalau dada dan bo-kongnya rata begitu," gelak Neera menjelaskan kondisi sang putri kandung.
"Bener ya Ma, aku gak laku dijual. Mama butuh obat untuk menghalau sakit asal kau tahu. Dan biaya itu sangat mahal," sinis Nalini sedikit membuka tabir rahasia.
"Kalian gila! Katakan padaku, Mama sakit apa?" teriak Sajani, seraya kembali berusaha mengambil akta rumah waris miliknya.
Entah dari mana datangnya para pria yang tiba-tiba masuk kedalam rumah. Nalini melemparkan map itu ke udara dan ditangkap oleh pria berpostur tinggi.
"Jabir, itu untuk melunasi hutangku padamu, sekalian deposit pembelian obat-obatan. Sisanya berikan rumah yang kau janjikan jika aku menyerahkan akta rumah ini," cecar Neera pada lelaki tua dengan kumis bagai Tuan Takur, tokoh antagonis di film India.
"Oke. Kau tepati janjimu maka aku juga. Meski selalu dibilang kejam, tapi aku ini rentenir bersertifikat. Itu artinya bahwa kemurahan hatiku dinilai dari ketepatan waktu membayar hutang," tawa Jabir kemudian seraya memendar pandangan ke sekeliling.
"Eh Hai, Nona," sapa Jabir saat melihat seorang gadis ayu, dia mendekati Sajani.
Gadis ayu pun perlahan mundur, sudah kering air mata hari ini. Hati Sajani diliputi ketakutan melihat betapa buruk lingkungan pergaulan keluarga sambungnya.
"Jangan sentuh, dia milik seseorang!" racau Neera dari atas sofa, dia masih belum pulih akibat serangan kejang tadi.
"Milik siapa? tak ada stempel di tubuhnya," lirih Jabir, terus mendesak Sajani.
"Enyah!" seru putri Surawijaya seraya meraih sebuah vas bunga besar, sebagai senjata pertahanan diri apabila lelaki itu menjamah tubuhnya.
"Wow, galak. Aku suka gadis binal apalagi dalam balutan syar'i," kekehnya.
Dengan tubuh sempoyongan, Neera menarik lengan si tua Jabir. "Pergi, penuhi janjimu!"
Setidaknya tindakan Neera membuat Sajani selamat hari itu. Tak dia hiraukan lagi surat berharga peninggalan satu-satunya dari sang ayah. Sajani bergegas meninggalkan kediaman mewah namun bagai neraka.
***
Beberapa pekan kemudian.
Sajani menerima panggilan telepon saat dia baru saja istirahat siang di tempat kerja. Nalini mengatakan bahwa Neera tidak dapat mengunyah makanan dalam dua hari terakhir. Dia meminta Sajani melihat keadaan ibunya, gadis pemalas itu menangis saat mengabarkan via udara tentang kondisi Mama mereka.
Putri Surawijaya pun mengangguk setuju, dia akan menemui mereka sore nanti dengan membawa pesanan Nalini, dua porsi bubur ayam Tanggerang lengkap dengan iced tea.
Setelah pukul empat sore.
Motor Mio matic berwarna hitam itu meluncur menuju kediaman lamanya, dua keresek berisi makanan serta sedikit sembako memenuhi bagian depan scooter itu.
"Bagaimanapun, dia pernah menjadi istri ayah, dan lagi-lagi aku melakukan ini karena amanah," lirih Sajani saat memacu tarikan gas ditangan kanan.
Dari jarak lima puluh meter, perasaan Sajani sudah campur aduk saat melihat kerumunan warga didepan rumah berpagar besi berwarna putih.
Perlahan kendaraan roda dua itu mendekat, Sajani membunyikan klakson beberapa kali agar kerumunan warga terurai. Betapa terkejut dia, kala para tetangga menatap acuh bahkan abai ketika melihat Neera dan Nalini di hajar dua orang preman hingga babak belur.
Lelaki mirip Tuan Takur itu pun nampak bersitegang dengan seorang wanita yang belakangan dia tahu namanya adalah, Mimo.
"Maaa!" Sajani meninggalkan motornya begitu saja, berlari melerai preman yang menampar pipi sang ibu.
Teriakan Sajani sontak membuat pria yang berada didalam mobil menoleh ke sumber suara, Tuan muda Sheraz memperhatikan gadis itu. "Diakah yang bernama Sajani, anak tiri Neera sebagai penukar hutang?" gumam sang Tuan muda.
"Jan-niiii," lirih Neera.
"Lepaskan! lepaskan! Mamaku sedang sakit!" teriak Sajani.
"Pergi, bocah!" Dorongan preman membuat Jani terhuyung.
Sajani histeris kala Neera dihajar dan tersungkur dengan mulut mengeluarkan darah. "Maaaaaaa!"
Mimo yang melihat gadis ayu nan dijanjikan Neera akan membayar semua hutang, serta merta menarik lengan si gadis dan menyeretnya. "Ayo ikut aku!"
"Eeehhh, siapa kamu. Lepaskan aku!" seru Sajani saat Mimo memaksanya ikut.
Putri Surawijaya berhasil berontak melepaskan diri dari cekalan Mimo. Dia tergopoh menghampiri tubuh yang tergolek diatas paving halaman rumahnya. "Ma, bangun. Kita sudahi ini ya. Hidup mulai dari nol denganku, aku akan merawat Mama. Kita obati sakit Mama dengan benar, mau kan?" isak Jani mengangkat kepala Neera dan dia letakkan dalam pangkuan.
"I-kut deng-an Mi-mo ya. J-iiika ingin a-aaku hi-dduuupp. Penuhi a-amana-hh mu," ucap Neera terbata.
Derasnya air mata yang jatuh tak lagi terbendung. Sajani melihat sekeliling, Nalini pun sama, terkapar meski tubuhnya tengah di cumbu salah satu preman. Walaupun dia urakan, tapi Jani tak dapat berdiam diri melihat semua pelecehan ini.
"Kasihan Jani, penuhi saja, mungkin ibumu akan mati," seru salah satu tetangga.
Degh.
Nareswari Sajani menatap satu persatu warga, dia akan ingat wajah-wajah acuh yang tak satupun menolong keluarganya. Satu detik kemudian, Neera muntah darah, membuat Sajani terpaksa mengangguk.
"Ayo, ikut!" tarik Mimo lagi.
"Kemana? motorku? kerjaanku?" tanya Jani mencoba berontak lagi, dia menepis kasar paksaan Mimo.
Jabir yang mengira mempunyai kesempatan untuk merebut Sajani mencoba membujuk Mimo agar bersedia melepaskan gadis itu untuk ditukar tambah dengan dua buah mobil.
"Dia milik tuanku. Hutang Neera padamu pun lunas, Jabir. Jangan mengada-ada." Anak buah Mimo, memukul mundur Jabir hingga pria mesum itu tak berkutik.
Wanita berperawakan gempal lalu menoleh pada Sajani. "Pekerjaan? tugasmu hanya melayani Tuanku, ayo!" Mimo menarik paksa lengan Sajani menuju mobil mereka yang berada didepan.
Saat melintasi sebuah mobil mewah menuju kendaraan Mimo, Sajani sempat bertemu pandang dengan sepasang mata lelaki yang jua tengah menatapnya. "Siapa dia?" batin Sajani.
"Ayo, lambat sekali," ucap Mimo lagi masih mencekal lengan sang gadis.
"Maaaaa ... Mama...." teriakan pilu Sajani memecah angkasa, namun tiada satu orang pun peduli.
.
.
...________________________...
...😭😭😭...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
Ersa
penasaran sama wasiat ayah Jani
2023-05-12
0
Nurlaela
jujur saja walau ada amanah, klo orangnya kaya gitu no...no...no🤦😩
2023-04-21
1
Neneng Hernawati
gk habis pikir sama bapaknya Jani ko mau² nya menikahi perempuan gk baik seperti neera pdhl di tau...🤷
2023-03-24
1