Sheraz membiarkan istrinya terbaring di atas tubuh, dalam kursi yang sama. Bahkan Rico sedikit risih melihat tingkah tuan mudanya. Namun, Sheraz nampak sangat menikmati keintiman itu.
"Selesai, Bos eh Tuan," ucap Rico menyerahkan draft terakhir.
Pria itu masih memegangi kepala Sajani, membelai lembut seraya membaca draft yang baru saja Rico serahkan. "Oke, done. Akhirnya selesai lebih cepat."
"Saya pamit, Tuan," sahut asisten kepercayaan.
Keturunan Sein Qadri mengangguk, menyilakan Rico meninggalkan dirinya. "Sayang, Nares, bentar lagi Ashar." Sheraz mengecup pipi Sajani.
"Hmm."
"Nares, pules amat." Lama menunggu, tapi dia tak kunjung membuka mata, akhirnya Sheraz perlahan mengangkat tubuh Sajani, melewati pintu rahasia yang terkoneksi langsung dengan kamarnya.
Tubuh kurus Sajani perlahan dia letakkan di atas ranjang king size mewah. Tuan muda menaiki sisi satunya dan bergabung dengan putri tiri Neera. Tak lama, Sheraz memejam. Hal aneh yang tidak biasa dia lakukan adalah seperti saat ini, tidur siang.
Sejak kehilangan ibu, Sajani memang haus belai kasih. Terlebih kala Surawijaya menikah lagi, dia langsung memutuskan untuk tinggal terpisah. Kian menjauhkan hubungan antara anak dan ayah juga limpahan kasih sayang nan terbatas.
"Bu!" Sajani kembali merindukan ibunya.
Lamat suara sang istri terdengar membuat Sheraz berbalik badan, melingkarkan lengan di pinggang Sajani hingga gadis itu kembali tenang.
Pukul lima sore.
Tini mencari tuan mudanya sejak Rico meninggalkan ruang kerja. Namun nihil, dia berkali masuk ke dalam kamar sang anak asuh tetapi hasilnya sama, kosong.
"Loh, tadi kan gak ada orangnya. Kenapa sekarang berdua? ciyeee akur," celoteh sang pengasuh kala akan mengantarkan kopi ke dalam kamar.
Kebiasaan Sheraz kala sore adalah menyesap kopi seraya membuka jendela kamarnya. Melihat halaman belakang dimana dulu adalah tempat favorit keluarga. Kini kenangan itu kosong sama persis dengan kondisi lahan di sana.
"Den, jam lima sore," bisik Tini, mengguncang badan anak asuhnya.
Sheraz terjaga, memegang pelipisnya lalu bangkit duduk. "Bu, tolong siapkan air buat Nares mandi juga bajunya ya. Jam berapa ini?" tanya Sheraz masih setengah sadar. Dia terlalu nyaman kala memeluk tubuh istrinya.
"Jam lima sore. Sudah salat belum? masa baru taubat udah bikin dosa lagi," tegur Tini.
"Innalillahi, astaghfirullah aku lupa belum ashar." Sheraz bangkit, sementara sang asisten rumah tangga berlalu keluar kamar.
"Nares, Sayang. Sudah hampir jam lima. Salat, honey. Lama banget tidurnya lebih dari tiga jam," bisik Sheraz, mengecup pipi Sajani agar dia bangun.
Dia lalu meninggalkan Sajani, menuju bathroom bersiap mandi dan ibadah sore. Lalu keluar kamar berjalan menyusuri teras samping.
Sementara Jani, mulai membuka mata setelah kepergian sang suami. Dia telah terjaga saat Tini membangunkan Sheraz tadi. Sengaja tidak membuka mata sebab lagi-lagi Jani malu. Betapa nyaman dirinya ada dalam dekapan pria yang dia benci.
"Bodoh, Jani. Bilang benci dan takut tapi malah sangat menikmati kenyamanan," gerutu nyonya muda. Dia melihat pakaiannya telah siap lalu bergegas mandi.
Hampir jam enam petang, Sajani turun ke lantai dasar menuju dapur. Dalam perjalanan ke sana dia melihat Sheraz sedang berbicara dengan para pekerja. Banyak bunga berserakan di tepian teras. Putri Surawijaya penasaran, dia menghampiri tempat itu.
"Nah ini yang punyanya datang. Nares, mau di tata seperti apa? kamu pilih landscape dan konsepnya," ujar Sheraz, menarik pinggang Sajani mendekat.
"Bentar ya, biar istriku memilih dulu mana yang dia suka," ujar Sheraz menahan laju pekerja.
"Baik, Tuan." Suara beberapa pekerja menyahut.
"Eh!"
"Sini, duduk dan lihat. Suka yang mana?" tunjuk Sheraz pada beberapa slide konsep taman bunga di layar tab, persis saat Jani duduk di sebelahnya.
Putri Surawijaya mengerjap, melihat banyak bunga yang siap tanam juga para pekerja tengah menjeda kala sang nyonya rumah muncul. "Aku?" tandas Jani, menatap wajah suaminya.
"He em. Memang istriku siapa? kamu kan, cuma satu," jawab Sheraz berpaling muka. Dia minder jika Sajani menatap wajah sisi kiri yang penuh luka.
Nyonya muda tersenyum samar, tak mengira jika lelaki buruk rupa itu sedang menunjukkan kasih sayang. Dia lalu menggeser slide di atas tab hingga menemukan satu konsep cantik. "Yang ini."
"Oke, kerjakan seperti ini," ujar Sheraz saat melihat pilihan Sajani.
"Maghrib, kamu harus buka puasa segera," pria muda itu meraih pergelangan tangan Sajani, lalu menuju ruang makan dimana Tini telah menyiapkan hidangan.
Buka puasa ditemani seseorang yang sesungguhnya masih sangat dia segani membuat Jani rikuh. Dirinya hanya menyentuh kurma juga kudapan yang tidak terlalu banyak kalori.
"Kok sedikit?"
"Nanti nafas buat ngajinya pendek. Makan malam setelah isya saja. Hm, aku naik ya. Terima kasih banyak," Sajani bangkit lalu melangkah menaiki tangga menuju kamar.
Tidak terdengar bantahan dari mulut Sheraz. Dia mengizinkan istrinya pergi. Hingga isya menjelang pun, Sajani tak melihat pria itu lagi. Saat Tini mengantarkan makan malam sang nyonya, tiada informasi apapun tentang suaminya itu.
Sementara di kamar Sheraz.
Dokter bersiap memberikan sesuatu ke tubuh sang tuan muda Qadri. Malam ini dia melakukan proses detoksifikasi atas semua hal tak baik yang mengalir dalam darahnya. Sisa redusi zat adiktif tak dipungkiri oleh Sheraz membawa ketakutan tersendiri apabila Sajani hamil nanti.
Dia malu, sekaligus menginginkan keturunannya kelak berasal dari nutfah yang baik. Masa lalu memang tak dapat dihapus tapi setidaknya dampak buruk dapat dia minimalisir sejak awal.
"Jika istriku hamil nanti, apakah akan bahaya bagi janin kami, Dok?" tanya Sheraz penasaran.
"Tergantung kondisi ibu hamil juga kualitas Anda, Tuan muda," tegas Dokter yang memeriksanya.
"Berapa lama aku membersihkan diri?" ucap Sheraz lagi, dia ingin segera mengikat Sajani.
"Minimal enam bulan, Tuan muda. Tapi semoga kurang dari itu," imbuh sang Dokter.
"Maaf, ini akan terasa sedikit kurang nyaman. Anda harus berusaha menaha efek mual, muntah, demam juga pencernaan akan sedikit terganggu dalam kurun waktu 24 jam ke depan," tutur Dokter menjelaskan rinci kemungkinan kontra indikasi akan obat yang masuk ke dalam tubuh pasien.
"Hm, lakukan saja. Demi Nares," kata Sheraz meneguhkan diri.
Tini yang diwanti olehnya agar merahasiakan ini dari Jani merasa tak tega. Perjuangan agar sang nyonya melihat diri tak sempurna itu betul-betul Sheraz lakukan.
"Demi janjiku pada paman beliau sebelum menikahinya, Bu. Do'akan sukses ya," pinta sang anak asuh. Tepat saat jarum suntik dan ampul obat disuntikkan dalam infus, Sheraz mulai meringis. Sudut bibirnya tertarik ke atas tanda rasa tak nyaman, peluh muncul di sekitar dahi. Dia sangat berusaha menahan diri.
"Nona, tolong pandang suami Anda lebih baik lagi ya. Dia tengah berupaya memantaskan diri menjadi pendamping Nareswari Sajani yang salihah," gumam Tini menaruh harap pada Jani, wanita ayu yang mulai anak asuhnya cintai.
.
.
..._________________...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
Ersa
semangat berjuang sheraz...
2023-05-13
1
Eka Widya
jumpa lagi mom.pembaca setia jenengan.saking asyiknya baca sampai lupa komenkan.lope2 lah pokoknya😍😍😍
2023-03-13
1
🍊🍾⃝ᴄʜͩᴀᷞɪͧʀᷠᴀͣ ғᴀᴊɪʀᴀ🅠🅛
semoga cepat sembuh ya sheeraz, aku do'akan yang terbaik , semangat untuk berjuang💪
2023-02-21
1