Misteri Danau Kelinci Hitam
Setahun sebelumnya, di area Danau Kelinci Hitam.
"Udara malam ini sangat dingin, aku butuh tempat hangat untuk tidur, semoga pondok kecil itu kosong," ucap seorang pria berpakaian kotor, berjalan cepat sambil menyibakkan alang-alang kering yang menjulang tinggi di hadapannya.
"Ah ... itu danaunya," ucap pria itu senang menemukan Danau Kelinci Hitam.
Lalu pria itu berbelok ke kanan dan berjalan sepanjang danau, beberapa saat kemudian pria itu sampai di depan pondok kecil yang diapit dua pohon besar menyeramkan. Gelap, sunyi dan kotor, membuat aura angker pondok kecil itu makin menyeruak keluar.
"Tak apalah, yang penting, aku tidak mati kedinginan malam ini," gumam pria yang sudah gemetar kedinginan.
Krieeettt ...
Ia berjalan masuk ke dalam pondok, namun baru beberapa langkah, tiba-tiba kakinya tersandung sesuatu.
"Terlalu gelap, aku tak dapat melihat apapun di lantai. Apaan sih ini?" tanyanya penasaran.
Ia segera merogoh saku celananya dan mengeluarkan korek api gas.
Krek ... krek ... cesss, korek api gas menyala.
Cahaya api mulai menerangi ruangan dan sedikit membantu pengelihatannya. Ia segera mengarahkan korek api gas ke bawah kakinya.
Deg ...
Nampak sebuah kepala manusia dengan mata melotot, berada di dekat kakinya.
"Hantuuu ... " pekik pria itu kabur dari pondok secepat mungkin.
*
*
*
Athena Pov On
Now ...
Di sebuah rumah mewah
Kriet …
Suara pintu kamar terbuka. Aku yang sedang tertidur, langsung terbangun.
“Ah … Siapa yang membuka pintu kamarku tengah malam begini?” gumamku pelan.
Aku tetap berbaring di tempat tidur, hanya menolehkan kepala, memandang ke arah pintu yang ada di sebelah kanan bawah tempat tidurku. Berusaha membuka mata sedikit lebih lebar, karena aku masih sangat mengantuk, mataku masih berat. Aku berusaha mencari-cari siluet manusia atau sesuatu yang telah membangunkan tidur pulasku. Terlalu gelap, tak ada sinar sama sekali, bahkan sinar rembulan atau cahaya dari luar jendelapun seperti menghilang entah kemana. Aku tak dapat melihat apapun.
Apakah karena mataku yang belum dapat menyesuaikan diri dengan kondisi ruangan yang gelap atau lampu tidurku yang padam, padahal lampu tidurku selalu dalam kondisi menyala saat aku tidur?
Tanganku meraba-raba meja kecil di samping tempat tidurku, menggapai-gapai tombol on off lampu tidur yang ada di atas meja.
Dapat … dan klik … lampu tidur masih belum menyala.
Klik … klik …
Aku menekannya dua kali untuk mematikan dan menyalakan kembali. Tapi lampu tidurku masih belum menyala.
Kegelapan terus menyelimuti ruangan kamar tidurku.
Lalu terdengar langkah kaki berat dari kejauhan, makin lama suaranya makin mendekat. Jantungku mulai berdetak kencang, nafasku mulai tak beraturan, aku panik. Terus menekan tombol on off sambil berdoa agar lampu tidur segera menyala.
Ayolah … menyalalah … Aku benar-benar sudah ketakutan.
Kenapa? Kenapa lampu tidur ini tidak menyala saat suara langkah kaki itu kian mendekat. Apakah bohlamnya rusak? Atau sekarang listrik padam? Tapi kenapa tiba-tiba padam? Malam ini cerah, tidak ada petir, tidak ada hujan, kenapa listrik padam?
Tiba-tiba sebuah tangan kokoh menerkam leherku, menekannya sangat keras, membuat tenggorokanku tercekik, sakit, sakit sekali … nafasku jadi sesak, aku tidak bisa bernapas. Jemari tanganku berusaha melepas jari kokoh yang menekan leherku. Tapi cengkramannya terlalu kuat. Tidak berhasil. Tetap tidak berhasil walaupun aku telah berusaha keras.
“Mati kau … mati kau … ” sebuah suara seorang pria, serak dan kasar terdengar jelas di kegelapan. Dan bau alkohol pekat tericum oleh hidungku. Pria itu mabuk dan ingin membunuhku.
“Lebih baik kau mati saja,” geram pria itu.
Mendengar suaranya dua kali menegaskan bahwa dia menginginkan kematianku, membuatku makin panik dan putus asa. Aku berusaha memukul, mencakar tangan kokoh itu dengan frustasi. Aku takingin mati, aku masih mau hidup. Tapi tidak sedikitpun lelaki itu mengendurkan cengkraman tangannya di leherku. Malah makin kuat mencekik leherku.
Dor …
Dan dor … sekali lagi.
Terdengar bunyi tembakan sangat keras, dua kali. Telingaku mendesing, aku memejamkan mataku untuk mengusir rasa pening yang tiba-tiba menyergap kepalaku. Dan aku tidak sadarkan diri kemudian.
Keesokan harinya,
Sebuah cahaya terang mengenai mataku, aku terbangun. Ternyata matahari sudah keluar dari ufuk timur, sinarnya masuk melalui jendela kamarku. Aku membuka mataku perlahan, mengerjab-kerjab, berusaha menyesuaikan diri dengan suasana kamar yang sudah mulai terang.
“Ah … leherku sakit sekali,” gumamku saat mengangkat kepalaku dari bantal tidurku yang empuk. Ingatan tentang kamar yang gelap, seorang pria yang menginginkan kematianku, dengan mencekik leherku tiba-tiba menyeruak ke dalam pikiranku. Ini bukan mimpi buruk tapi sebuah kenyataan karena leherku sekarang benar-benar sakit sekali seperti terjerat sesuatu. Jari jemariku meraba-raba leherku untuk memeriksa apakah ada suatu barang yang menjerat lehernya. Tidak ada ... tidak ada apapun di leherku. Hatiku sedikit lega.
Lalu aku teringat suara tembakan yang berbunyi dua kali. Bagaimana bisa ada suara tembakan di kamar tidurku?
Jantungku langsung berdetak keras lagi.
Aku segera turun dari tempat tidurku.
“Ahhh … “ pekikku kaget sampai menutup mulutku karena sangat terkejut.
Seorang pria berambut coklat tertelungkup di lantai, tak sadarkan diri. Darah merah mengalir dari punggungnya. Darahnya sangat banyak, mengalir turun dari punggung pria itu sampai ke kolong tempat tidurku dan membuat sandal tidur bulu kelinci putihku sekarang sudah berubah menjadi merah, karena bagian sol sandal berisi spon tebal yang dapat menyerap darah pria itu dan akhirnya menodai bulu-bulu lembut sandalku. Jantungku meronta-ronta takut, aku sangat ketakutan.
Pembunuhan … pembunuhan ...
Orang itu pasti tertembak dan akhirnya mati di kamarku. Tapi hanya satu lubang peluru yang bersarang di punggung orang itu. Lalu dimana peluru yang kedua?
Ah … lupakan saja, ayo lekas pergi dari tempat ini, jerit hatiku.
Aku segera berdiri. Aku tak sanggup berada lebih lama lagi di kamar ini. Aku menutup mataku dan melompati tubuh pria itu. Secepat kilat aku berlari ke pintu kamar. Dan …
“Ahhh … "
Aku kembali berteriak kencang karena melihat kakakku, Zeus Anthony yang duduk di kursi roda juga taksadarkan diri. Tubuhnya miring ke kiri, pelipis kanannya terluka parah, wajahnya bersimbah darah. Darahnya bahkan muncrat sampai membasahi dinding kamarku yang dicat warna pink muda.
Kakiku langsung lemas dan jatuh terduduk. Sangat syok. Terdiam entah berapa lama, sampai kesadaranku tiba-tiba menyeruak. Aku harus memeriksa luka kakak, sebagai seorang mahasiswa kedokteran semester awal, bukan sebagai seorang adik.
Aku berusaha berdiri untuk mendekati kakak. Namun kakiku masih lemas, tidak dapat menopang tubuhku yang ingin berdiri bahkan sangat berat untuk digerakkan, aku terjatuh lagi. Lebih baik kuseret saja tubuhku pelan-pelan untuk mendekati kursi roda kakak. Dan setelah berhasil mendekati kursi roda, aku berusaha mengangkat tubuhku dan menyentuh wajah tampan kakak yang sudah pucat dan penuh darah.
Mataku segera memeriksa luka di pelipisnya, sebuah lubang kecil menyemburkan darah akibat ditembus peluru. Aku mengecek denyut nadi leher kakak, nadinya sudah tidak berdenyut lagi. Kuletakkan jariku di hidung kakak untuk mengecek napasnya. Kakak sudah tidak bernafas lagi.
Menyadari kalau kakak telah tiada, tanganku takhenti-hentinya mengusap-usap pipi kakak dan memanggilnya. Tapi aneh, telingaku takdapat mendengar suara jeritan dan lengkingan suaraku yang memanggil-manggil nama kakak, kakak yang sangat kusayangi. Dia benar-benar telah pergi meninggalkanku. Air mataku mengalir deras.
Athena POV Off
*
*
*
“Nona … Nona Athena … Apa yang telah terjadi, Nona?" tanya Bi Marni, pembantu senior di rumah ini, tiba-tiba datang dan sudah duduk berada di dekatku.
Bi Marni menoleh, melihat tuan mudanya tewas bersimbah darah di kursi roda. Mulut Bi Marni terbuka lebar. Bi Marni terkesiap kaget sampai matanya membelalak mau copot dari kepalanya.
Lalu dia memandang Athena dan menggoyang-goyangkan tubuh Athena berkali-kali sambil berkata, “Nona Athena, apa yang harus saya lakukan?”
“Panggil ambulans ke rumah,” perintah Athena cepat begitu ia berhenti menangis dan mulai dapat berpikir. Tapi suaranya hilang, bahkan ia tidak dapat mendengar suaranya sendiri.
“Apa yang anda katakan, Nona?" tanya Bi Marni panik dan bingung.
Kenapa mulut Nona bergerak tapi dia tak dapat mendengar suara Nona? batin Bi Marni.
“Nona, apakah saya harus memanggil ambulans kemari?" tanya Bi Marni menebak gerakan bibirku.
Athena mengangguk cepat. Syukurlah, Bi Marni mengerti ucapannya. Bi Marni segera berdiri dan lari ke bawah untuk menelpon ambulans.
Setelah Bi Marni pergi, Athena berusaha berdiri lagi, tapi kakinya masih lemas, Athena berusaha menyeret tubuhnya ke dekat tempat tidur. Sekarang rasa penasaran muncul dalam dirinya, ia ingin tahu siapa pria yang terbaring telungkup yang menurutnya juga sudah tewas tertembak itu. Apalah orang itu adalah orang yang ingin membunuhnya? Ah ... Athena ingin tahu wajah orang itu.
Walaupun jarak dari tempatnya berada sekarang ke tempat pria itu cuma sekitar 4 meter saja, namun terasa sangat jauh dan berat sekali ditempuh, karena Athena mendekatinya bukan dengan berjalan, tapi dengan cara menyeret-nyeret kakinya. Peluh mengucur deras di wajahnya, ia sangat kesulitan sekali menggerakkan kakinya. Tapi ia terus berusaha mendekati pria itu.
Finally … Athena berhasil mendekatinya, membalikkan punggung lelaki tu dengan susah payah. Dan Athena kembali berpekik kaget. Hefasius, keponakannya … anak kedua dari Kak Zeus. Athena mengecek denyut nadi dan nafasnya. Hefasius juga sudah tewas tertembak.
Bagaimana bisa Hefasius ada di kamarnya? Bukankah Hefasius tidak akrab dengannya?
Mau apa Hefasius datang ke kamarnya?
Bukankankah Hefasius tinggal di luar negri?
Kapan Hefasius datang ke rumah ini?
Aneh … sungguh aneh sekali …
Lalu kepala Athena mulai berpikir yang lain.
Jika ada dua orang pria tewas tertembak di kamarku, lalu di mana senjata api yang dipakai pelaku untuk mengakhiri hidup Kak Zeus dan Hefasius?
Athena berusaha mencarinya, mengedarkan pandangannya menyapu lantai di dekat tempat tidur. Tidak ada ...
Lalu Athena berusaha mengangkat tubuhnya untuk melihat lantai di sisi tempat tidur yang lain, dengan berpegangan pada kaki tempat tidur. Dan betapa kagetnya dirinya. Sebuah pistol berada di atas selimut tempat tidurnya.
Athena kembali terpekik kaget. Bagaimana pistol itu dapat berada di tempat tidurnya?
TIba-tiba saja pandangan Athena berputar-putar dan kemudian menggelap. Athena terjatuh cukup keras ke lantai.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
Levo
Lumayan, buat mengisi waktu luang baca-baca 😁
2024-08-07
0
Chynt Ad Diniya
hadeehhh bkin nama kok ssah di bcanya
2021-04-27
0
Hastin Faradilla Hlf
aq hadir membawa boomlike kak ,,,
2020-12-14
0