Takdir Mempertemukan Kita
Bismillahirrahmanirrahim..
Kisah ini diangkat dari kisah nyata, namun sebagian adegan dan peristiwa author kembangkan sendiri untuk memperkaya cerita. Jadi tidak murni dari kisah nyata tersebut. Insyaallah kisah ini bisa diambil hikmahnya bagi kita yang sudah berumah tangga. Selamat membaca ya sobat readers...! Semoga suka ya... Mohon dukungannya...! Terimakasih... Syukran Jazakumullah Khairan Katsiran.. 🙏🤗🥰
***
Pagi ini, Anas sedang bersiap-siap untuk menghadiri pernikahan putri pertama bahkan putri satu-satunya dari sahabatnya Martias. Karena anak Martias hanya sepasang. Namun Anas yang bernama lengkap, Muhammad Anas Saputra itu tidak hanya sebagai tamu undangan spesial dari sahabatnya namun ia adalah seorang penghulu yang bekerja di Kantor Urusan Agama (KUA) di kecamatan tempat tinggal mereka, yang sekaligus hari ini bertugas dalam memandu dan mencatat proses pernikahan putri dari sahabatnya itu. Sedangkan yang akan menikahkan mereka nanti adalah Martias selaku ayah kandung mempelai wanita sendiri.
Pikiran Anas melayang pada kehidupan rumah tangganya sendiri.
"Aku adalah seseorang yang sering memberi nasehat bagi pasangan yang akan menikah, namun aku sendiri gagal dalam pernikahanku" Napas Anas tercekat, ia mencoba menarik napasnya pelan semakin dalam kemudian ia hembuskan.
Bayangan setahun lalu muncul kembali dibenak Anas dimana Aina mantan istrinya meminta cerai padanya.
Flashback On
Waktu itu, hari sudah menunjukkan pukul 9 malam. Aina dengan gelisah mondar mandir menunggu kedatangan Anas suaminya didalam kamar di sebuah rumah Minimalis yang mereka bangun bersama setelah menikah. Aina terlihat beberapa kali menarik napas dalam, namun tetap tak mampu menghilangkan kegugupannya.
"Aku dari awal memang tak mencintai mu mas, karena cintaku sudah tertanam kuat di hati seorang pria yang pernah mengisi hatiku dulu. Namun aku memang egois tetap menerima perjodohan itu, walau hatiku keras menolaknya." Gumam Aina sambil menarik dalam napasnya kembali.
Aina mendengar suara kendaraan mobil suaminya memasuki perkarangan rumah.
"Mmmmh, hhhffft, aku harus berani mengutarakannya padanya." Aina keluar menyambut kedatangan suaminya seperti biasanya.
Sebenarnya Aina adalah istri yang baik, hanya saja ia tak sanggup bila memendam rasa itu lebih lama lagi. Apalagi ia sampai sekarang belum bisa melahirkan keturunan buat suaminya dan mertuanya.
Keputusan untuk berpisah semakin kuat ketika Ridho kembali menemui nya sebulan yang lalu dan Ridho terus memepet Aina agar Aina bisa kembali padanya. Aina yg masih mencintai Ridho membuat imannya goyah antara bertahan bersama Anas atau malah kembali pada Ridho, walau Ridho pernah membuatnya sakit hati karena pengkhianatan Ridho yg lebih memilih Rania daripadanya saat itu.
Setelah menyambut suaminya, Aina segera mengambil minum untuk Anas, Anas duduk di meja makan sambil menikmati segelas air yang disodorkan istrinya dan tak lupa mengucapkan terimakasih pada Aina sebelumnya.
Walau tingkah dan sikap Aina sedikit tampak aneh dimata Anas, tapi Anas tak menaruh curiga sedikitpun. Ia memang sedikit lelah setelah pekerjaannya yang agak banyak hari ini sehingga membuat dirinya sedikit pulang terlambat dari biasanya.
"Mas.." Ucap Aina sedikit gugup berniat mengutarakan isi hatinya.
"Iya, mas minta maaf ya, kalau mas pulang terlambat membuat adek gelisah dalam menunggu." Ucap Anas dengan nada bersalah.
"Iya mas nggak apa, tapi bukan itu yang membuat adek gelisah mas."
"Lalu, ada gerangan apa yang membuat adek mas ini gelisah seperti ini?" Sahut Anas lembut sambil berdiri memegang dagu istri nya lembut yang sedari tadi berdiri disampingnya. Anas memang selalu berlaku lembut pada Aina, tak pernah menyakiti hatinya walau berulang kali Aina bicara dengan nada keras karena emosi namun Anas tetap berlaku lembut padanya.
"Aku ingin kita pisah saja mas." Ucap Aina lantang.
Anas seakan berat menarik napasnya, memang keinginan Aina untuk pisah tidak sekali dua kali ia utarakan semenjak beberapa tahun yang lalu, dengan alasan ia merasa nggak enak hati karena tak kunjung hamil, apalagi ia selalu sedih bila melihat ibunya Anas yang sepertinya memang sudah sangat mengharapkan hadirnya cucu dari pernikahan anak laki-laki satu-satunya.
"Masalah anak lagi? Mas kan sudah tegaskan berulang kali, kalau mas tidak mempermasalahkannya."
"Tapi ibu mas.." Nada suara Aina kembali meninggi.
"Kenapa dengan ibu? Bukannya ibu juga tak mempermasalahkannya." Sahut Anas masih dengan sikap lembutnya.
"Tapi aku tak tega mas melihat ibu..." Ucap Aina dengan nada sedikit melunak
"Aina... Mau beberapa kali lagi mas harus mengulangnya bahwa kami tak mempermasalahkannya... Sekarang Tatap mata mas Aina." Ucap Anas yang sudah mulai merasa jenuh dengan permintaan Aina yang meminta pisah untuk kesekian kalinya.
Aina tak mampu menatap mata Anas.
"Aina tatap mata mas! Apa ada kebohongan dimata mas? Atau barangkali Aina sendiri menyembunyikan sesuatu dari mas?"
Aina gelagapan menghadapi pertanyaan Anas, dia tak berani berkata jujur, dan selama ini ia memang benar-benar menyimpan erat perasaannya pada Ridho, ia tak pernah sama sekali menceritakan pada suaminya bahwa ia masih sangat mencintai mantan kekasihnya dahulu. Namun dimata suaminya, Aina adalah istri yang baik yang selalu melayaninya sebagaimana mestinya seorang istri yg sholehah.
"Aku, aku..." Ucap Aina terbata-bata.
Anas dengan sabar menunggu jawaban apa yang akan disampaikan istrinya tanpa menyela sedikitpun.
"Aku, aku... Aku selama ini tak pernah mencintaimu mas, karena cintaku hanya pada Ridho cinta pertamaku."
Lutut Anas serasa lemas mendengar ungkapan perasaan Aina, ia kembali duduk di kursi meja makan. Sambil memijit pelipisnya yang terasa berkedut. Sedangkan Aina langsung memasuki kamar dan menguncinya dari dalam.
"Astaghfirullahal'adzim, maafkan aku ya Rabb, aku ingin mempertahankan rumah tanggaku, namun jika itu yang menjadi alasan istriku untuk pisah aku ikhlas ya Rabb, karena cinta memang tak bisa dipaksakan. Untuk apa mempertahankan sesuatu yang tak bisa kita miliki sepenuhnya. Hatinya masih terpaut pada pria lain. Jika itu yang membuatnya bisa lepas dari kesalahan ini, aku ikhlaskan ya Rabb, aku kembalikan ia pada orang tuanya." Ucap Anas lirih berharap Allah mengampuni dosanya dan meridhoi keputusannya.
Flashback Off
Anas melihat bayangan dirinya dari pantulan kaca, lalu ia merapikan jas yang biasa ia pakai serta kembali merapikan rambut yang sudah memanjang. Memang semenjak perpisahan itu Anas seakan lupa akan penampilannya sendiri. Diusianya yang 35 tahun namun dengan penampilan seperti sekarang Anas bisa dikatakan lebih tua dari usianya.
"Sudah seperti seusia bang Martias saja aku ini, padahal usia kita beda 15 tahun" Gumam Anas sambil tersenyum tipis.
Anas dan Martias tetap bisa bersahabat walau beda usia mereka yang cukup jauh, dikarenakan dulu mereka pernah bertemu di suatu tempat lokasi training di luar kota selama seminggu, mereka yg sama-sama berasal dari daerah yang sama membuat mereka mudah akrab dengan sendirinya.
Martias adalah seseorang yang berkerja dibawah naungan Kementerian Agama juga seperti Anas namun berbeda kecamatan. Sedangkan sekarang Martias sedang sibuk mengurus surat pensiun walau umurnya masih bisa melanjutkan masa dinasnya beberapa tahun lagi namun ia sudah bertekad untuk pensiun lebih awal.
"Assalamualaikum Nas..." Terdengar ucapan salam dari balik pintu kamar Anas yang seketika membuyarkan lamunan Anas.
"Wa'alaimussalam bu, ibu masuk aja nggak dikunci kok."
Pintu pun terbuka, ibu Anas memperhatikan putra satu-satunya dengan memasang raut wajah yang dibuat semanis mungkin. Walau masih ada rasa iba dan kecewa dihatinya, namun ibu Anas berusaha tegar dan ia akan selalu menjadi tempat pulang terbaik bagi anaknya, tempat anaknya kembali mengharapkan belaian kasih sayang dan do'a ibunya dengan harapan agar tetap kuat dalam menjalani ujian demi ujian kehidupan. Ibu Anas mendekati Anas yang masih berdiri didepan kaca.
"Nas, kamu kan sudah satu tahun berpisah, apa kamu nggak ada niat untuk mencari pasangan hidup kembali nak?" Ucap sang Ibu sambil menyambut tangan Anas yang ingin menyalaminya. Sebuah kebiasaan baik yang diajarkan ibunya sedari kecil seakan tak pernah hilang dari Anas apabila ia akan melangkah kaki keluar rumah atau disaat bertemu kembali dengan ibunya.
Anas mencium tangan Ibunya dengan lembut, "Bu, insyaallah jika Allah memang mentakdirkan nanti Anas mendapatkan jodoh Anas kembali, Anas akan ikhlas bu, siapapun nanti orangnya yang penting Ibu mengenalnya dengan baik."
"Insyaallah nak, ibu berharap Allah akan mendatangkan jodoh untukmu sebelum ibu menutup mata ini, ibu memang berharap bisa punya cucu secepatnya, namun ibu akan lebih tenang pergi apabila kamu sudah ada yang menemani hidupmu kembali."
"Sssht, ibu nggak boleh berbicara seperti itu ya... Anas do'akan Allah selalu beri keberkahan umur untuk ibu, sehingga ibu selalu bahagia melihat anak ibu ini, karena kebahagiaan ibu dan Ayah adalah yang utama bagi Anas sekarang." Anas pun mengecup kening ibunya.
"Bu, Anas berangkat dulu ya, salam buat Ayah ya bu..." Tak lupa Anas menitipkan salam untuk Ayahnya yang tidak sedang berada di rumah. Melainkan sibuk di kebun mengisi hari-hari agar tetap bermakna dimasa tuanya.
"Ya nak, hati-hati..."
"Insyaallah bu.." Anas keluar kamar disusul ibunya dan ketika sudah sampai didalam mobil Anas melambaikan tangannya dan disambut dengan senyuman hangat oleh ibunya yang mengantar Anas sampai teras rumah.
"Bismillahirrahmanirrahim" Anas melihat arlojinya sebentar, hari sudah menunjukkan pukul 08.40.
Anas mulai melajukan mobilnya, hinga sampai di rumah Martias tepat waktu sesuai dengan waktu yang dijadwalkan.
"Jangan buat seseorang mencintaimu jika kamu tak siap tuk berikan hatimu. Cinta tak berbalas itu menyakitkan." (Tausiyah Cinta)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
Assyfa Husna
masyaallah..baru awal aja ceritay bagus Thor...
2024-01-26
0
𝕸𝘂𝗍i𝝰r𝝰 𝕾e𝗻𝗷𝝰🌅
Kk udh berumah tangga, kah?🤗🫶🏻 ttp smngtt! semoga sukses selalu...🌸🥰
2023-06-13
1
Dinnost
berat memang...
2023-05-18
0