Pagi berganti siang, siang pun berganti dengan sore hari. Hani kaget akan kedatangan orang tuanya bersama adiknya Darma yang tiba-tiba.
Pak Martias, Papa Hani langsung bergerak cepat setelah melihat rekaman video kiriman dari si Petro atau Beni. Ia segera menyelesaikan semua pekerjaannya kemudian meminta izin pulang cepat. Sedangkan Bu Mala yang sudah duluan tiba di rumah tampak kaget atas kepulangan suaminya yang tidak seperti biasanya.
Pak Martias menjelaskan semuanya pada Bu Mala, dan Darma pun ikut mendengarkan. Kebetulan Darma memang masih berada di rumah menikmati masa cutinya yang masih tersisa 2 hari lagi. Mereka pun sepakat menjemput Hani. Mereka tak akan membiarkan Alfian dan keluarganya menyakiti Hani lagi.
Hani yang baru saja sampai dirumahnya dengan senang hati membukakan pintu buat mereka. Hani sangat bahagia ternyata Papa dan Mamanya masih mau mengunjunginya.
"Silahkan masuk Pa, Ma dan Darma, terimakasih karena sudah repot-repot mau berkunjung kesini." Ucap Hani penuh haru dengan mata yang berkaca-kaca.
"Hani, kita nggak bisa lama-lama disini, kamu segera siapkan pakaianmu, Papa akan membawamu kembali ke rumah." Titah Pak Martias tegas tanpa basa-basi.
Baru saja Hani merasa bahagia karena orang tuanya mau berkunjung kerumahnya, namun seketika membuat hatinya sedih sekaligus bertanya-tanya.
"Tapi kenapa Pa? Kenapa Hani dibawa kembali. Hani nggak mau durhaka sama suami Hani Pa, jika Hani keluar rumah ini, itu harus dengan izin suami Hani dulu." Ucap Hani yang seolah tak mampu untuk berdiri lagi, Darma langsung memegang kakaknya ketika ia melihat kakaknya hampir saja terduduk di lantai. Darma membawa Hani duduk di sofa. Diikuti oleh Pak Martias dan Bu Mala.
"Hani, tapi kali ini kamu harus mendengarkan Papa." Ucap Pak Martias lebih tegas lagi, ia tak ingin kali ini putrinya itu membantahnya. Walau ia tahu perkataan putrinya itu benar. Sedangkan Bu Mala hanya bisa diam, dirinya yang masih shock atas kiriman video itu, tak tahu lagi apa yang harus ia perbuat, ia seperti menyerahkan semua keputusan pada suaminya.
"Hani mohon Pa, tolong jelaskan dulu kenapa nya."
"Nanti Papa jelaskan semuanya di rumah, sekarang kamu ikut kita dulu." Ucap Pak Martias yang tak mau menjelaskan saat ini pada Hani, ia takut kalau-kalau Alfian pulang, tentunya bisa menghambat rencananya membawa Hani dari situ.
"Tapi Pa... Hani tidak bisa pergi begitu saja. Papa... Hani tak mau Papa Mama ikut menanggung dosa Hani bila Hani keluar tanpa izin suami Hani Pa.. hik" Ucap Hani yang sudah tidak bisa menahan tangisnya lagi. Darma memeluk kakaknya untuk memberi kekuatan.
"Kak, tolong dengar kata Papa sekali ini saja kak." Darma pun akhirnya ikut bicara, ia sangat mengkhawatirkan keadaan kakaknya itu bila nanti Hani tahu bahwa suaminya Alfian akan menikah lagi. Darma sudah membayangkan betapa kecewanya sang kakak, karena kakaknya sangat mencintai sang suami. Apalagi melihat kondisi kakaknya yang sedang hamil seperti itu. Itu saja mereka belum tahu kalau anak yang dikandung Hani ternyata ada tiga, jika mereka tahu itu tentunya mereka lebih khawatir lagi meninggalkan Hani sendirian menanggung semuanya.
Suasana hening seketika, tiba-tiba terdengar suara dering dari HP nya Papa Hani. Pak Martias segera berdiri dan berjalan agak menjauh dari ruang tamu.
"Assalamu'alaikum Pak Tetua, saya bisa pastikan kalau Alfian tidak balik ke ibukota hari ini pak. Ibunya melarang Alfian pulang karena esok mereka ada janji untuk bertemu dengan calon istri kedua Alfian itu." Lapor Beni dari Desa pada Pak Martias, Papanya Hani. Pak Martias memang menyuruh Beni untuk mencari tahu akan hal itu.
"Wa'alaikumussalam, baik Petro, terimakasih, kerjamu luar biasa." Pak Martias langsung mematikan telponnya. Lalu ia kembali bergabung di ruang tamu. Pak Martias pun mencoba mengatur napasnya, ia mulai menjelaskan semuanya pada putrinya tanpa tertinggal sedikit pun, termasuk memperlihatkan isi video tersebut sebagai bukti agar Hani tahu siapa sebenarnya mereka. Setelah itu, ia akan mendukung apapun keputusan putrinya itu nanti.
Hani seperti tak mampu bersuara lagi setelah mendengar penjelasan dari Papa nya itu. Tangisnya pun sudah tak keluar, yang ada hanya tatapan kosong dimatanya persis seperti hari itu, saat ia disakiti hati dan fisiknya oleh suaminya Alfian.
"Kak, kakak yang kuat ya... Masih Ada kami kak, kami sangat menyayangi kakak." Ucap Darma sambil mengeratkan pelukannya dengan kakaknya itu. Darma merasakan tubuh Hani mulai melemah.
"Pa, Ma, kak Hani... pingsan..." Ucap Darma shock.
Pak Martias dan Bu Mala segera mendekat, mereka pun bersama-sama menggotong Hani ke kamar. Mereka membaringkan Hani di atas tempat tidur. Ini kali kedua Pak Martias merasakan perihnya hati melihat kondisi putrinya yang tidak berdaya seperti itu.
"Ya Allah Hani... ini lah yang kami khawatirkan nak." Desah Pak Martias.
"Pa, apa nggak sebaiknya kita bawa Hani ke rumah sakit saja, Mama takut terjadi apa-apa pada Hani dan kandungannya Pa." Ucap Mama Hani dengan suara bergetar menahan tangis.
"Iya Pa, sebaiknya dibawa ke rumah sakit saja Pa, dengan begitu nanti kak Hani juga bisa mendapatkan izin istirahat dari Rumah Sakit, jadi kak Hani tak perlu masuk kerja dulu untuk beberapa hari." Usul Darma.
"Kalau gitu kamu yang bawa mobilnya Darma."
"Siap Pa." Sahut Darma sigap.
Papa Hani menggendong putrinya itu sendirian menuju mobil, walau usianya yang sudah tidak muda lagi namun tenaga Papa Hani masih tak kalah dengan yang muda-muda. sedangkan Darma membantu membukakan pintu belakang mobil agar Papa dan kakaknya bisa masuk dengan mudah. Bu Mala tampak menenteng sebuah tas berisi beberapa helai pakaian Hani yang ia ambil sembarangan dari dalam lemari. Darma segera masuk ke bagian kemudi, diikuti Mamanya yang duduk disebelahnya. Ia pun mulai melajukan mobil itu dengan hati-hati menuju Rumah Sakit tempat Hani bekerja.
Setiba di rumah sakit, beberapa pegawai yang tentunya mengenal Hani tampak terkejut, mereka dengan sigap membantu dan membawa Hani ke ruang IGD untuk mendapatkan pertolongan pertama nya. Hani masih tak sadarkan diri. Ia sedang ditangani oleh seorang Dokter kandungan, dokter yang sama yang melayani Hani ketika pergi cek kandungannya ke tempat praktek nya Dokter itu. Seseorang yang sebentar lagi akan menjadi madu Hani.
Sanggupkah Hani menghadapi kenyataan bahwa kalau Dokter Dila lah nanti yang akan dinikahi suaminya Alfian?
Apa reaksi Dila setelah ia tahu kalau laki-laki yang dijodohkan Mamanya itu adalah suami Hani? Ikuti terus kisahnya di chapter selanjutnya ya sobat readers!
Mohon dukungan nya terus dengan klik tanda favorit, vote, like dan komentar nya ya sobat.. Kirimkan kritik saran atau idenya juga di kolom komentar, karena itu dapat membantu author tambah semangat dalam mengembangkan cerita.. Terimakasih..🙏🥰
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
Assyfa Husna
Klau Aku jadi dokter dila..ogahh
2024-01-27
0