Duplicated World

Duplicated World

01| Where i am?

"Sampai di sini saja pelajaran yang bisa bapak berikan. Ingat, materi yang sudah diberikan tolong dipelajari kembali setelah pulang ke rumah. Sebentar lagi bel, segera masukan semua barang-barang kalian ke dalam tas."

Setelah mengucapkan salam, mereka berhamburan keluar kelas. Seorang gadis dengan rambut diikat berjalan keluar dengan malas.

Setibanya di rumah, dia menatap seisi ruangan yang teramat ramai. Matanya menangkap sosok yang selama ini dia hindari. Sosok tersebut tersenyum dan berjalan ke arahnya.

   "Mau apa lo ke sini?" tanyanya dengan wajah teramat kesal. Jelas sekali bahwa dia membenci sosok itu.

   "Tentu saja menengok calon istriku!" sahutnya sembari hendak merangkul tubuh gadis itu, tetapi dia dengan cekatan menghindar.

   "Sampai mati, gue gak sudi nikah sama orang yang udah ngebuat kakak gue koma di rumah sakit selama sebulan. Lihat aja, gue bakalan kabur saat malam pertunangan dan lo nggak bakalan bisa nyari gue bahkan anak buah lo sekalipun!" ancamnya yang kemudian menginjak kaki pria tersebut, lalu berjalan menaiki anak tangga menuju kamar.

Setibanya di kamar, dia menatap boneka yang sudah duduk rapi di atas nakas menghadap ke arah ranjang.

   "Siapa yang lancang naroh boneka di kamar gue? Gak tau apa gue paling benci sama ini benda!"

Dia mengambil boneka tersebut dan melemparnya keluar dari jendela. Lelah menyerang seluruh tubuh, matanya perlahan tertutup. Suara bising antara pertemuan dua keluarga pun terdengar semakin samar.

.

.

.

   "Oh, dia sadar ketua!"

   "Jangan berisik, kamu bisa membuatnya terkejut."

   "Ketua, bagaimana kalau dia jahat?"

   "Singkirkan pikiran jelekmu itu. Keturunan asli Kusuma tidak ada yang seperti itu."

   "Ketua, tap-"

   "Eung! Gue di mana?" lenguhnya dengan mencoba memperjelas penglihatannya hingga terlihat dua pria asing tengah menatapnya.

    "Agghh!" teriaknya terkejut, mereka pun tak kalah terkejutnya.

   "Langit, tolong jaga dia sebentar. Aku akan memanggil tuan besar!"

   "Siap ketua!"

Setelah kepergian pria yang diperkirakan berumur empat puluh tahunan, tinggallah mereka berdua dengan kecanggungan yang menyelimuti ruangan bernuansa putih tersebut.

   "Gue di mana?" tanyanya lagi penuh selidik. Jelas ini bukan kamarnya.

   "Biar ketua sama tuan besar yang jelasin, gue mana ada hak buat itu!" ucapnya yang langsung menoleh ke arah lain.

Beberapa menit kemudian datanglah dua pria dengan penampilan yang berbeda. Pria bernama Langit itu segera membungkuk kala seorang pria dengan sebutan tuan besar masuk paling akhir.

Tuan besar itu berjalan dan mendekat ke ranjang pasien milik gadis tersebut. Dia tersenyum kala melihat perempuan yang selama ini dicarinya.

    "Akhirnya saya menemukan kamu juga!"

Diketahui bernama Kara melongo menatap pria yang wajahnya terlihat masih muda.

   "Maaf, anda siapa?" tanyanya mencoba sopan.

Pria itu tersenyum sebelum akhirnya memperkenalkan dirinya.

   "Saya Hendra Kusuma, salah satu petinggi di negara ini. Kamu akan saya bawa ke rumah agar lebih nyaman mengobrolnya dan tentu banyak pertanyaan yang terlintas di pikiran kamu."

Setibanya di sebuah kekediaman yang teramat besar, Kara hanya bisa menelan salivanya kasar. Saat masuk, dia dimanjakan dengan pemandangan banyaknya foto-foto dan ukiran-ukiran yang unik terpajang di mana-mana.

   "Mari duduk!"

Kara duduk dengan sopannya, matanya masih sibuk melihat ke sana dan ke mari. Hendra hanya bisa tersenyum dan kemudian berdehem untuk mengalihkan perhatian Kara.

 

    "Baiklah, sebutkan pertanyaan pertama?"

Kara akhirnya menatap Hendra dan mulai bertanya.

   "Saya ada di mana dan mengapa tempat ini berbeda? Tempat saya tinggal lebih damai dibandingan dengan di sini. Tadi sempat saya melihat sekilas beberapa anak kecil secara terang-terangan menyerang orang dewasa bahkan tak segan untuk saling melukai."

   "Dunia ini memang berbeda. Bumi memiliki duplikat yang entah siapa pembuatnya. Sayangnya kami juga tidak tahu bagaimana kehidupan di bumi yang asli. Kami sudah ada di sini sejak bumi duplikat ini diciptakan, tetapi kami manusia sama seperti kamu."

   "Di sini tindakan kriminal tingkat bawah tidak akan diurus oleh pihak kepolisian, mereka lebih memetingkan kasus tingkat C sampai A. Memang terkesan aneh, tetapi inilah yang terjadi."

Hendra seperti menunjukan raut wajah kegelisahan, Kara yang motebane cepat peka pun langsung bertanya.

   "Mengapa wajah anda kelihatan sangat khawatir begitu?"

Hendra pun tersenyum.

   "Ada satu rahasia yang hanya diketahui oleh ibumu dan saya. Jika kamu sudah siap mendengarnya, saya bisa menceritakannya kapan saja dan mungkin kamu akan membenci saya. Tidak apa-apa, yang terpenting saya masih bisa melihat kamu."

    "Anda kenal ibu saya dan rahasia apa yang anda maksud? Saya bersedia untuk mendengarnya sekarang."

Kara tipekal manusia yang tak sabaran jika sudah diberitahu ada sebuah rahasia. Bahkan jika itu nanti bisa menyakiti dirinya sendiri.

    "Mari ikut saya, tapi tolong untuk sembunyikan rasa keterkejutanmu, ya?"

Akhirnya Kara hanya mengangguk, demi memuaskan rasa penasaran dia harus melakukan apapun.

Mereka tiba di depan sebuah kamar, Kara mengernyitkan dahi. Pintu dibuka oleh Hendra dan menampilkan sosok gadis cantik dengan rambut tergerai sedang duduk menatap jendela.

   "Apa dia anak anda?" tanyanya penasaran.

   "Benar. Sebentar!"

Hendra berjalan mendekati putrinya, dia menepuk pelan pundaknya hingga gadis itu menoleh menatapnya. Kara yang baru pertama kali melihat wajahnya langsung terkejut dan membeku di tempat. Detik berikutnya pandangan keduanya saling bertemu.

Gadis itu yang semula hanya menatap datar pada sang ayah berubah menjadi tersenyum sumringah saat melihat Kara.

   "Kak Kara?"

Gadis itu berlari dan memeluk tubuh beku Kara, dia shock. Bagaimana tidak? Wajah gadis itu terlihat seperti dirinya, bahkan tidak ada celah yang bisa membedakan keduanya.

    "Akhirnya cerita papa nggak bohong soal kakak!"

Gadis itu masih setia memeluk Kara, Hendra berjalan mendekati gadis itu yang masih terkejut.

    "Biar saya jelaskan, lebih baik kita duduk dulu. Kana, ayo lepaskan dulu pelukannya. Papa perlu menjelaskan semuanya pada Kara!"

Gadis bernama Kana itu menolak dengan menggeleng.

   "Nggak mau, nanti kak Kara pergi ninggalin kita."

    "Nggak sayang, dia nggak akan ninggalin Kana. Papa perlu mengatakan semuanya tanpa terkecuali, karena dia perlu tahu. Rahasia yang sudah disembunyikan sejak dulu harus terbongkar sekarang. Papa nggak mau ada penyesalan dikemudian hari."

Akhirnya Kana mau mengerti dan melepaskan pelukannya. Kara pun dimintai duduk di tepi ranjang diikuti dengan yang lainnya.

FLASHBACK ON

Beberapa belas tahun silam, pergeseran antara dua bumi terjadi. Seorang gadis cantik dengan rambut sebahu tak sengaja tertelan oleh sesuatu berwarna ungu kepekatan. Tubuhnya terasa seperti sedang terapung di atas atas air dan begitu tersadar, dia sudah berada di sebuah kamar.

Dia mengerjap beberapa kali hingga seorang remaja laki-laki memasuki kamar tersebut dan meletakan bubur di atas meja.

    "Oh, kamu sudah sadar?"

    "Eum, aku di mana?"

Gadis cantik itu mencoba untuk bediri dan sadar saat tahu ada perban dikepalanya.

   "Aku menemukanmu didekat sungai, jadi aku membawamu ke mari. Apa masih ada bagian tubuh lainnya yang sakit?"

    "Hanya kepalaku saja. Ngomong-ngomong mengapa rasanya asing?"

Dia menatap ke arah luar jendela dan melihat pemandangan yang menurutnya asing.

   "Beberapa waktu lalu ada pergeseran antara dua bumi terjadi. Antara bumi dari kamu berasal dan bumi yang sekarang kau pijak. Terdengar tidak masuk akal, tetapi kamu tenang saja. Kamu akan aman jika berada di sini." 

    "Bolehkah aku mengetahui namamu?" tanya si gadis dengan sedikit rasa malu.

    "Panggil saja aku Hendra. Kamu?"

    "Aku Ani, terima kasih sudah mau menolongku."

Setelah beberapa tahun kemudian, keduanya dinyatakan telah sah secara hukum dalam sebuah pernikahan. Hingga setengah tahun menikah, mereka akhirnya dikaruniai oleh dua anak kembar. Namun, karena suatu masalah tiba-tiba saja Ani serta salah satu anak kembar yang tengah dia gendong di taman menghilang secara tiba-tiba.

Hendra yang mendapatkan kabar dari orang suruhannya pun panik setengah mati sembari berlari menuju taman dengan menggendong salah satu anak kembarnya.

Bertahun-tahun hingga dia tumbuh menjadi seorang gadis cantik yang dikenal dengan nama Kana.

Hendra sejak dulu sudah menunggu yang namanya pergeseran antara dua bumi, hanya saja hal itu tak kunjung terjadi membuatnya berputus asa. Setiap malam selalu memikirkan sang istri dan anaknya yang satu.

Hingga beberapa hari yang lalu dia mendapat kabar bahwa pergeseran itu akhirnya terjadi lagi dan menciptakan jalan untuk pergi ke bumi yang asli. Sayangnya, saat itu Kana sedang dalam masa terburuk karena dirinya sering mendapatkan bulian dari teman-teman di sekolahnya.

Sampai ada seseorang yang memberitahukannya bahwa di dekat danau ada seorang perempuan yang wajahnya mirip dengan Kana sedang terbaring tak berdaya. Hendra yang kala itu sedang menyuapi sang putri, langsung meninggalkan piringnya dan menitipkan Kana pada maid.

Di sinilah dia sekarang, Kara. Gadis yang selama ini terpisah dengan ayah kandungnya. Dulu dia sering menanyakan tentang keberadaan sang ayah, sayangnya Ani selalu menukar topik pembicaraan.

FLASHBACK OFF

Kara menatap Hendra tak percaya sembari menggeleng, sementara yang ditatap hanya tersenyum paham. Selama ini Kara selalu mendambakan seorang ayah dalam keluarganya dan memeluknya dengan erat.

Air matanya lolos begitu saja, Kana yang melihat itu sigap mengelapnya dan memeluk Kara.

    "Kakak pasti sedih karena terpisah dari kita. Papa tiap hari selalu merenung di balkon kamarnya terus natap langit, papa juga pernah cerita kalau sebenarnya aku punya saudara kembar dan mama. Ternyata ucapan papa memang nggak bohong, apalagi wajah kita mirip. Makasih Tuhan!" 

    "Selama ini ... Kara selalu nanya ke mama soal papa dan jawaban mama adalah nukar topik pembicaraan. Kara sering ditanyain soal papa sama temen-temen, tapi Kara jawab kalau papa lagi kerja di luar negeri. Eh, nggak taunya papa Kara ada di sini."

    "Kara emang seneng bisa ketemu sama kalian tapi di sisi lain kecewa sama takdir. Kenapa harus memisahkan kita? Terlebih Kara tumbuh selama tujuh belas tahun tanpa adanya sosok papa. Begitu juga dengan Kana, dia sampai sebesar ini tanpa sosok mama."

   "Kita sama-sama tersiksa, tapi terima kasih Tuhan udah mau buat takdir Kara datang ke sini. Kalau nggak sampai matipun Kara nggak bakalan tau siapa papa Kara dan punya saudari kembar. Terlebih Kara mau dijodohin sama orang yang Kara nggak suka."

   "Oh iya, mama ada adopsi anak laki-laki yang jadi kakak Kara di sana. Sayangnya dia koma gara-gara orang yang mau dijodohin sama Kara!"

Mendengar itu, rahang Hendra mengeras. Bagaimana bisa keluarga dari pihak istrinya berniat menjodohkan putri sulung dengan orang yang sudah mencelakakan anak adopsi Ani.

   "Ngomong-ngomong kak Kara sudah makan? Ayo kita makan bareng."

Kana spontan menarik lengan Kara dan mengajaknya ke dapur. Yah, Hendra bisa melihat bagaimana riangnya putri bungsunya telah kembali ceria.

Dia tahu, Tuhan pasti sengaja mengirimkan Kara agar membantu Kana untuk menyelesaikan masalah.

Bersambung...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!