11| Problem

Pagi ini Kara menatap layar laptopnya. Dia memperhatikan bukti-bukti kejahatan ayah Novi dengan tatapan tak sabar.

    "Gue pengen cepet-cepet ngumbarin perbuatan menjijikannya ke publik, tapi kayaknya ini bukan waktu yang tepat. Gue harus cari kesempatan yang bagus biar publik tahu kebusukannya yang sebenarnya."

Setelah meletakan laptop pada tempatnya, dia segera berangkat ke sekolah.

Seperti biasa, dia akan meminta Regan menjemputnya. Sayangnya pria itu tak menjawab telepon bahkan membalas pesannya. Kara tak marah, dia hanya tersenyum dan mulai menaiki mobil di mana sudah ada Langit.

Setibanya di gerbang, sebelum turun Kara melihat bagaimana Regan dan Novi baru saja melewati mobilnya. Terlihat gadis itu memeluk erat perut Regan dan tersenyum.

    "Yuk, turun!" ajaknya pada Langit.

Begitu mereka turun, Kara langsung menyambar tangan Langit dan menggandengnya dengan mesra. Langit sendiri hanya mengikuti alur yang sudah dibuat oleh Kara. Ketika gadis itu mulai bersikap mesra padanya, itu berarti drama telah dimulai.

Awas baper Langit.

Saat melewati tempat parkiran, Regan melihatnya. Dia menjadi gelagapan dan panik apalagi Kara menggandeng tangan penjaganya sendiri. Spontan dia berlari, lalu memisahkan mereka.

    "Kana, kenapa lo gandengan tangan sama dia?" tanyanya sembari menunjukan raut wajah tak sukanya.

    "Loh, masa cuma lo doang yang boleh dipeluk sama cewe lain, sih? Gak adil dong."

Regan terdiam mendengarnya, itu berarti Kara sudah melihatnya. Lihatlah gelagatnya yang sibuk mencari alasan.

    "Gue dipaksa sama om Harry buat jemput Novi, serius. Lo harus percaya sama gue!"

    "Terus kenapa gak jawab telpon sama balas pesan gue?"

    "Hape gue mati. Nih, liat!"

Regan menunjukan ponselnya yang telah mati, membuat Kara hanya manggut-manggut saja. Oh ayolah, dia tidak sebodoh itu.

    "Regan, satu hal yang harus lo tau. Berani main dibelakang, resikonya keluarga lo sendiri. Gue gak pernah main-main sama setiap ucapan gue. Silahkan kalo lo nganggep perkataan gue ini cuma kalimat biasa."

Kara perlahan mendekati Regan dan membisikan sesuatu.

    "Inget, gue Kara bukan Kana dan setiap orang yang berani macem-macem sama gue atau keluarga gue, gak akan gue biarin. Mau lo anak presiden atau orang terpenting sekalipun, gue gak peduli. Apalagi playboy kelas rendah kayak lo, masih bagus gue gak ngungkapin identitas asli lo."

Regan membeku di tempat, sementara Kara mengecup pipi pria itu dengan mesra.

    "Sampai bertemu di kelas, babe!"

Setelah kepergian Kara dan Langit, Novi pun mendekati Regan, lantas menepuk pelan pundak pria itu.

    "Regan, lo baik-baik aja?"

Seketika ekspresi Regan berubah. Dia tahu kalau mangsanya kali ini akan sangat sulit ditaklukan. Tiba-tiba bibirnya tersenyum, seperti merencanakan sesuatu yang tentunya sudah diprediksi oleh Kara.

Gadis itu selalu memprediksi resiko kedepannya seperti apa ketika mengambil sebuah jalan. Logikanya selalu dia gunakan dengan baik.

Di dalam kelas, Kara tak henti-hentinya bermanja pada Regan, sementara pria itu juga menanggapinya. Kara tahu, Regan saat ini sedang memikirkan sebuah rencana untuk menghancurkan dia secara perlahan.

    "Sayang, pinjem hapemu dong. Mau foto-foto, nih!" ucapnya dengan menatap dua manik kelam milik Regan.

    "Sebentar, ya!"

Setelah membuka password, Regan pun menyerahkan ponselnya. Kara mulai mengambil gambar mereka berdua dan membuat Novi kepanasan.

    "Sayang, kapan tunangannya? Takut tau kalo kamu diambil kucing garong."

    "Nanti gue coba bilang ke mama sama papa, ya?"

    "Regan, gue haus. Beliin minum, ya?"

Regan mengangguk dan segera pergi dari sana tanpa sadar ponselnya masih ada di tangan Kara.

Setelah kelas sepi, Kara mulai melihat galeri dan ternyata banyak foto-foto dia dan Novi bersama. Kara lantas mulai mengirim foto-foto tersebut ke ponselnya.

    "Lo salah udah main-main sama gue, Regan."

Dia membuka file yang di mana biasa para lelaki akan menyimpan film dewasa. Ada file tersembunyi yang biasanya mereka pakai untuk menyimpan video-video dewasa.

Begitu terbuka, Kara terkejut melihat isinya. Ada sekitar enam film dewasa. Oh bukan, itu adalah video yang direkam sendiri oleh Regan.

    "Jangan ngarep lo bisa tunangan sama gue, Regan. Gak sudi gue nikah sama manusia bekas modelan kayak lo. Dasar sampah, lo kira bisa goblokin gue?"

Setelah selesai menjalankan aksinya, Kara meletakan ponsel Regan di atas meja dan pria itu datang tepat waktu. Gadis tersebut tersenyum manis sekali ke arah Regan yang sudah membawa dua minuman serta satu roti.

    "Ini sayang," Regan memberikan minuman serta roti tersebut pada Kara.

    "Makasih sayang."

Regan mengambil ponselnya dan mulai mengecek isinya, tidak ada yang aneh. Dia terlihat mengelus dada merasa bersyukur.

Benar juga, belakangan ini dia tidak pernah melihat Arkan lagi. Ke mana pria itu pergi?

Baru saja dipikirkan oleh Kara, ternyata Arkan melewati kelasnya dengan membawa beberapa buku.

Kara menatap pria yang dulu membuli adiknya itu, menjadi pendiam dan tidak banyak bergaul juga. Bahkan teman-temannya yang dulu sering membuat onar, menghilang entah ke mana.

Sebentar lagi anak-anak kelas tiga akan melakukan ujian. Semester dua akan berakhir.

Sepulang sekolah, Kara berjalan lebih dulu daripada Regan. Saking terburu-burunya, gadis itu sampai menabrak seseorang hingga bukunya berserakan.

    "Ah, maaf!"

Kara bergegas membantu dan segera mengembalikan bukunya tersebut. Saat melihat siapa pemiliknya, Kara langsung diam seribu bahasa.

    "Makasih Kana."

Itu adalah Arkan. Pria itu memang terlihat sangat berubah. Kara mengangguk dan berjalan lebih dulu tanpa mau menengok ke belakang. Di sisi lain Regan yang baru keluar dari kelas pun menatap nyalang pada Arkan. Dia berjalan dan menyenggol bahu Arkan hingga pria itu menatapnya keheranan.

    "Apa banget, sih itu orang."

Di rumah, Kara yang baru saja akan mendudukan pantatnya ke sofa tiba-tiba dipanggil oleh salah satu maid. Dia memberikan Kara telepon rumah.

   "Ini non, dari tuan Hendra."

   "Makasih, ya!"

Setelah maid tersebut pergi, Kara mulai bersuara.

    "Halo pa, ada apa?"

    "Kara ... Kamu bisa bawa adik kamu ke basement? Keberadaan kamu beberapa petinggi sudah tahu jadi mereka mengincar Kana. Kunci basement ada pada kepala pelayan dan minta dia untuk menunjukan jalannya. Papa sebisa mungkin akan mencegah mereka."

    "Papa serius? Ya, sudah. Kara bawa Kana ke basement sekarang. Papa hati-hati!"

Setelah panggilan terputus, Kara bergegas memanggil Kana yang sedang asik menonton drama di laptopnya. Pintu kamar terbuka dan menampilkan raut wajah panik.

    "Kak Kara udah pulang?"

   "Kana, kita nggak punya waktu. Sekarang ayo ikut kakak. Jangan tanya dulu, setelah semuanya aman baru kaka ceritakan."

Kana mengangguk dan langsung menutup laptop, lantas berjalan mengikuti Kara. Setelah mendapatkan kunci dari kepala pelayan, mereka diminta untuk memasuki ruang kerja Hendra. Ada pintu rahasia dibalik rak buku.

    "Non, kalo ada apa-apa langsung panggil bibi, ya. Nanti sebisa mungkin bibi bakalan halau mereka juga. Tolong jaga non Kana."

    "Siap bi!"

Setelah menekan salah satu buku, rak itu bergeser dengan sendirinya lalu terdapat sebuah pintu. Kara segera membuka menggunakan kunci. Setelah terbuka, barulah mereka melihat adanya tangga ke bawah. Bersyukur basement tersebut terang dengan lampu, jadilah mereka tidak perlu takut.

    "Bi, tolong, ya?"

    "Siap non."

Setelahnya rak buku tersebut kembali menyati bersamaan dengan Kara yang menutup pintu. Keduanya berjalan menyusuri basement yang ternyata sangat luas.

Pikiran Kara menjadi terpecah belah. Siapa yang sudah menyebarkan tentang dirinya pada publik? Lalu bagaimana mereka tahu?

Kemungkinan ada dua!

Regan atau orang yang baru-baru ini mengirimkan Kara fotonya.

Ternyata basement tersebut tidak seseram yang biasa Kara tonton di televisi. Ada kamar juga televisi, kulkas pun ada. Hendra sudah menyetok makanan di sana, takut jika hal-hal seperti ini terjadi.

Keduanya duduk di atas ranjang dan Kara mulai menceritakan apa yang terjadi. Setelahnya, raut wajah Kana menjadi khawatir dan ketakutan.

    "Kana, dengerin kakak. Apapun yang terjadi, kakak nggak bakalan biarin mereka nyakitin kamu ataupun papa. Mereka nggak akan bisa nyentuh keluarga kita. Kamu mau dengerin kakak, kan?" tanyanya yang kemudian diangguki oleh Kana.

    "Kakak nggak tau mereka udah sampek di rumah atau belum, tapi kamu harus tetap di sini. Kakak mau kembali ke atas buat ngambil laptop. Dengar, apapun yang nantinya terjadi, Kana cuma perlu percaya sama papa dan kakak."

Kana mengangguk, walau hatinya semakin resah. Dia takut jika harus dipisahkan oleh Kara lagi. Dia tidak mau, berdekatan dengan kakaknya membuat dia merasa terlindungi.

    "Kana anak kuat, jadi tolong tunggu di sini. Kalau kakak nggak balik-balik, Kana harus tetap di sini dan jangan keluar. Sekarang kita bukan berurusan dengan anak-anak sekolah, tetapi petinggi di sini."

Kara menatap sendu pada mata Kana yang sudah berair. Dia tahu, adiknya sedang menahan tangis sekarang. Rasa khawatir terhadap Kara jauh lebih besar daripada dirinya.

Kara mencium dahi sang adik, lalu bergegas keluar dari sana.

Kara juga pasti akan mencari pelaku yang sudah membocorkan identitasnya!

Bersambung...

Terpopuler

Comments

Grey

Grey

Arkan lu kek setan ya lama²😂

2024-06-02

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!