14| That stranger again

Di rumah, Kara duduk menatap Hendra. Dia menggaruk tekuknya, sembari menyengir.

    "Kamu itu, kalo keluar seenggaknya bilang sama papa. Kalo kejadian kayak gini keulang lagi, gimana?" marah Hendra.

    "Ya, Kara tinggal hubungi papa lagi!" jawabnya tanpa penuh dosa.

Mendengar itu, Langit sontak menepuk dahinya. Sungguh dia tidak paham dengan jalan pikiran gadis itu.

    "Kara, papa serius. Ada situasi di mana kamu nggak bisa ikut campur. Dengar! Orang-orang di sini sangat berbahaya dan kapan saja bisa membuat kamu celaka. Papa nggak mau hal itu terjadi!"

Kara melihat adanya kecemasan di mata pria itu. Dia menunduk dan mulai merenungi kesalahannya.

    "Habisnya, papa juga nggak bilang kalo Langit udah ketemu. Kara niatnya mau nyari Langit sekalian bantuin para korban penculikan, pa. Mereka perempuan, sama seperti Kara. Gimana perasaan papa kalo Kara atau Kana yang diculik terus gak ada yang bantuin?"

Kara tahu ucapannya keterlaluan, tetapi dia juga kesal pada Hendra. Seakan tindakannya itu semua salah. Padahal dia juga berniat baik.

    "Kara, bukan begitu maksud papa."

    "Udah, ya pa. Kara mau tidur aja, makasih udah bantuin Kara!"

Setelahnya Kara melenggang pergi meninggalkan keheningan antara Langit dan Hendra.

.

.

.

Mendekati ujian akhir semester untuk anak-anak kelas tiga, Kara menatap tajam ke arah ponselnya.

Ketika sedang asik mencari-cari berita, tiba-tiba dia mendapatkan informasi mengenai kenaikan uang pajak.

Usut punya usut, target incaran Karalah yang mengusulkan ide untuk menaikan uang pajak. Mengingat ekonomi di sana sudah sangat menurun.

Mendengar itu, Kara menjadi kesal. Beberapa minggu dia tak mengurus pria tua itu, ternyata ia semakin menjadi saja.

Baru saja akan berdiri, dia mendapat telepon dari Hendra. Penasaran, Kara mulai mengangkatnya.

    "Halo, pa?"

    "Kara, pulang sekolah nanti kamu bareng Regan, ya? Kebetulan orang tua Regan juga akan datang."

Setelah menjawab, dia mengakhiri panggilannya. Hari ini Regan sedang berada di ruang guru, sementara Novi mulai menjauhi pria itu akibat ucapan serta bukti dari Kara.

Menurut Kara, semuanya semakin berantakan dan membingungkan. Masalah yang terus-menerus timbul, membuat emosinya kadang tak terkontrol.

Sepulang sekolah, keduanya pulang bersama. Setibanya di rumah, mereka masuk dan disambut oleh dua keluarga.

Kara dengan malas berjalan, lantas duduk di sebelah Hendra.

    "Begini ... Kami ke sini bermaksud ingin mengajukan tanggal pertunangannya. Bagaimana kalau setelah mereka naik kelas, barulah kita melakukan pertunangannya?" usul ayahnya Regan.

Sesuai rencana, Kara hanya akan mengiyakan saja membuat senyuman di bibir Regan mengembang sempurna.

    "Semakin cepat, maka semakin bagus. Biar pas hari pernikahan, gue bakalan bongkar kelakuan buruk lo, yang udah ditutup rapat sama kedua orang tua lo. Regan, lo pikir bisa goblokin gue?" batinnya merasa rencananya mulai berjalan mulus.

Setelah sesi membahas masalah pertunangan, Kara kembali ke kamar untuk mandi.

Malam tiba, gadis itu tengah sibuk menatap layar laptopnya. Masuklah Kana yang baru saja dari dapur.

    "Kak, Kana denger kalo uang pajak udah dianikin, ya?" tanyanya sembari rebahan di sebelah Kara.

    "Iya, kakak udah liat di internet. Kakak gak ngerti, kenapa mereka harus menguras habis uang rakyat!"

Kara yang fokus pada laptop, sesekali membalas ucapan Kana.

     "Iyakaan! Emang di dunia kakak kayak gimana, sih?" tanyanya penasaran.

     "Hmm ... Menurut kakak, sih beda jauh sama di sini. Rakyatnya cenderung bekerja keras buat dapetin sesuap nasi. Pemerintahannya juga nggak terlalu mengekang rakyat, walaupun ada beberapa oknum yang suka melenceng dari tugasnya."

Larut malam, Kara baru saja menyelesaikan tugasnya. Ah, bukan tugas sekolah.

Dia tersenyum ketika data-data tersebut telah ia susun serapi mungkin.

     "Bagus, gue bakalan bongkar waktu pertemuan itu terjadi. Beruntung dia masih mau ngasih informasi terkait kegiatan yang ada di sana."

Keesokan harinya, Kara sudah berangkat sekolah, tetapi kali ini dia menggunakan sepeda. Langit dan Hendra pun hanya bisa pasrah. Di jalan, Kara bisa melihat bagaimana mereka yang tak memiliki tempat tinggal, tiduran di tepi jalan sembari menutupi tubuh kurusnya dengan karton yang ada.

Menurutnya, kemiskinan semakin meninggi di sini hingga membuat angka kematian juga tinggi. Baru-baru ini dilaporkan bahwa sekitar dua ratus lima puluh jiwa meninggal akibat kelaparan dan dehidrasi.

Kara sendiri hanya bisa menunggu hingga waktu yang tepat tiba. Berkuasanya orang-orang yang tidak bertanggung jawab, membuat sebagian warga menjadi kesulitan mencari pekerjaan.

Seminggu kemudian pertemuan yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba juga. Kara menatap flashdisk pad tangannya dan tersenyum senang. Dia ternyata diam-diam sering mengawasi perbuatan targetnya.

Jangan lupa, Kara orangnya selalu waspada, jadi dia akan terus memperhatikan sekitarnya.

Malam itu, setelah menempuh perjalanan sekitar satu setengah jam menggunakan sepedah, akhirnya dia tiba pada sebuah gedung. Banyak wartawan yang sudah berbondong-bondong masuk membuat bibir Kara tersenyum.

     "Semakin banyak yang datang maka semakin bagus. Ayah Novi ini yang paling meresahkan dan memiliki sifat manipulatif. Jadi, gue udah siapin banyak bukti dari sebelum orang tua itu jadi salah satu petinggi di sini."

Dia lantas berjalan ke arah sisi sebelah kanan gedung, menatap bangunan itu yang lumayan tinggi. Beruntung pertemuan itu terjadi di lantai dua.

     "Gue harus nyamar. Hmm, beli baju dulu kali, ya?"

Setelah selesai membeli pakaian, dia langsung berganti dan menitip pakaian pada salah satu karyawan di toko tersebut.

Kara mulai melangkah menuju gedung tersebut dengan elegan. Dia menggunakan sebuah dress hitam panjang dengan model bagian paha terbuka sedikit.

Beruntung di dalam toko tersebut juga bisa make up, jadilah dia meminta untuk dimake up seperti orang dewasa.

Memang benar, aura Kara terlihat pebih dewasa dan dominan.

Dia masuk ke dalam gedung tersebut tanpa dicurigai oleh satpam yang bertugas menjaga pertemuan itu tetap aman.

Begitu berjalan, banyak pasang mata yang menatapnya kagum serta bertanya-tanya, siapakah dia.

Saat memasuki lift, Kara hendak menekan tombol angka dua, tetapi pintu itu kembali terbuka dan masuklah seorang pria tampan dengan stelan jas hitam dan potongan rambut undercut.

Badan tinggi tegapnya membuat beberapa orang yang ada di sana menatapnya penuh kekaguman.

Kara memutar bola matanya malas, lalu menekan tombol. Dia menatap ke arah dinding lift di mana bayangan seorang pria yang berada di belakangnya hendak meletakan ponsel yang telah dia buka aplikasi kamera ke bawah dress Kara.

Dia membuang napasnya kasar, lalu berbalik dan mencekram kerah baju pria mesum itu. Semuanya menjadi terkejut, termasuk pria tadi.

    "Berani lo mau rekam badan gue?"

Kara langsung menginjak ponselnya hingga berlubang di tengahnya. Mereka semua panik mendengar ucapan Kara dan langsung sedikit menghindar.

    "Ada cctv di lift, jadi kalo lo masih macem-macem, bakalan gue sebarin video mesum lo ke publik."

Setelah berhasil mengancam, Kara melepas cengkramannya, kemudian lift berbunyi tanda mereka telah tiba di lantai dua.

Kara bergegas keluar begitu pintu lift terbuka dan diikuti oleh beberapa orang termasuk pria tampan tadi. Dia lumayan kagum dengan keberanian dan kegesitan Kara.

Kara sendiri akhirnya memasuki ruang pertemuan yang memang sudah banyak wartawan stand by di sana.

Beruntung Hendra ataupun orang yang pernah datang ke rumahnya tidak terlihat. Saat orang-orang sedang sibuk, Kara mengambil kesempatan itu dan bergegas menuju belakang.

Dia berjalan seperti orang-orang yang datang ke belakang. Menatap mereka satu persatu. Ternyata ada pintu lagi dan entah itu menuju ke mana.

Setelah aman, Kara mulai membuka pintu itu dan masuk. Itu adalah ruang di mana kebenaran akan terungkap.

Setelahnya, Kara mulai menukar flashdisknya dan membuka file tersebut. Jangan lupa, Kara sendiri sudah meletakan virus ke dalam flashdisk tersebut sehingga jika mereka mau menghentikan penayangan kejahatan pria tua itu, maka usahanya akan gagal.

Setelah selesai, dia buru-buru kembali ke tempat utama. Dia amat tidak sabar untuk melihat sebuah kehancuran di depan matanya.

Dia kemudian memilih untuk duduk di paling belakang, ternyata pria tampan itu juga duduk di sana. Hanya saja Kara tak memperhatikan, dia terlalu sibuk memikirkan rencana gilanya.

Pria itu sesekali mencuri pandang menatap Kara yang memang saat itu sangat cantik.

Acara pun dimulai, Kara melihat kedua tangan dengan kaki satu dia naikan ke kaki yang lain, menampilkan paha yang putih mulus.

Setelah targetnya basa basi sebentar, barulah mereka akan menunjukan beberapa gambaran masa depan ketika pajak dinaikkan.

Bibir Kara mulai tersenyum, pria tampan itu melihat ada keanehan pada gadis di sebelahnya.

    "Mampus lo pak tua. Sebentar lagi, reputasi yang lo bangun dengan susah payah, bakalan gue hancurin!" batinnya tak sabar.

Bertepatan dengan itu, Kara seperti mendengar suara yang familiar. Mirip dengan pria yang waktu itu menjebaknya di gedung tua. Matanya menatap was-was ke penjuru ruangan tersebut.

Saat melihat ke depan, sebuah tangan menyentuh pundaknya dengan sensual. Kara juga dapat merasakan hembusan napas di telinga kanannya. Saat akan menengok ke belakang, seseorang itu kembali bersuara.

     "Tetap melihat ke depan sayang, sebentar lagi adalah bagian yang paling menyenangkan."

Kara menelan salivanya kasar, rasa penasarannya benar-benar besar sekarang. Namun, dia harus tetap fokus pada rencananya.

Di sinilah akhir dari ketenaran pria tua itu.

Layar infokus akhirnya menampilkan beberapa foto target sedang melakukan kekerasan pada beberapa pembantu di rumahnya. Foto berikutnya adalah di mana dia sedang merangkul seorang gadis muda dengan menampilkan wajah mesumnya.

Jangan lupa, di sana juga ada beberapa media yang melakukan siaran langsung. Semuanya geger melihat bagaimana pria itu bisa menjadi dua orang yang berbeda.

Ayah Novi panik bukan main dan meminta untuk segera dimatikan, tetapi sekeras apapun mereka berusaha, itu tetap berjalan otomatis akibat virus yang sudah Kara masukan.

Hingga tiba di mana layar tersebut menampilkan video ayah Novi melakukan pemerk*saan pada salah satu karyawannya, bahkan setelah menggunakan tubuh korban, dia malah memecatnya.

Seketika berita tersebut viral, sementara Kara tersenyum puas.

    "Kerjamu bagus, sayang!"

Saking penasarannya, Kara spontan melihat ke belakang. Anehnya tidak ada siapapun di sana. Berusaha mengabaikan, Kara kembali menatap ke depan.

    "Mampus. Gue yakin, setelah ini media pasti bakalan curiga sama para petinggi yang berhubungan dengan ayahnya Novi."

Bersambung...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!