12| Suspicious

Kara berhasil mengambil laptopnya, dia lantas mengintip dari jendela. Ternyata beberapa mobil telah berada di bawah. Bergegas dia kembali ke basement, sayangnya saat menuruni anak tangga ternyata dia dipanggil oleh Hendra.

Kara hanya memutar bola matanya malas, lalu dia berjalan menuju ruang tamu. Beberapa orang asing menatap tajam ke arah Kara, sementara gadis itu hanya memasang tampang bodoamat dan duduk di sebelah Hendra.

     "Lalu, di mana anak anda yang satunya lagi pak Hendra?" tanya salah satu dari mereka sembari matanya menatap ke sana dan  ke mari.

Ketika Hendra ingin menjawab, Kara lebih dulu berbicara.

    "Apa maksud anda?"

Seketika semua pandangan tertuju padanya.

    "Saya anak dari papa saya, Kana Kusuma. Apa yang kalian cari? Tidak sopan bertamu pada rumah orang, lalu matanya menatap ke sana dan ke mari."

Kara menunjukan ketidaksukaannya, membuat Hendra cemas, sementara yang lainnya menggeram kesal.

    "Nona, anda jangan membohongi kami. Kami tau kalau pak Hendra memiliki seorang anak lagi dan mereka kemb-"

     "Lalu, kenapa kalau kembar? Apa alasan yang kuat sehingga kalian tidak menyukai anak kembar?"

Semuanya spechless dengan ucapan Kara yang terkesan seperti menantang peraturan di dunia ini.

     "Jangan sembarangan kalian membuat peraturan gila yang merugikan orang lain. Lagipula dari mana kalian tau kalau saya memiliki saudara kembar?"

Mereka akhirnya menatap satu sama lain dan bingung ingin menjawab pertanyaan Kara seperti apa.

    "A-ada seseorang yang memberikan pesan kalau pak Hendra memiliki anak kembar!"

Kara nampak meletakan laptopnya di atas meja.

    "Seseorang itu siapa? Seharusnya kalian menyelidiki dulu seluk beluk, baru bisa mempercayainya. Jika hanya sebuah ketikan, saya juga bisa memfitnah kalian semua menggunakan kata-kata. Jangan macam-macam dengan keluarga Kusuma. Saya tau, saya masih seorang pelajar, tetapi salah besar bagi orang yang menganggap saya biasa-biasa saja."

Kara menjeda ucapannya, menatap mereka satu persatu.

    "Saya sudah menyimpan wajah kalian di ingatan saya. Jika hoax ini sampai tersebar, jangan salahkan saya merusak apa yang sudah kalian bangun selama ini."

Kara mengambil laptopnya, lalu berjalan menuju kamar. Hendra hanya bisa pasrah saat anaknya yang menghandle semuanya. Mereka juga hanya bisa terdiam mendengar penuturan gadis cantik itu.

    "E-ekhem, jadi bagaimana pak Indra? Apa bapak masih ngotot ingin mencari anak saya yang lain?" tanya Hendra, jika mengingat reaksi mereka terhadap ucapan Kara, membuatnya ingin tertawa.

    "Kami akan pergi, tetapi jangan dipikir keluarga kalian bebas dari pengawasan pemerintah."

Setelahnya mereka pergi dengan keadaan kesal. Bagaimana bisa mereka kalah telak oleh anak SMA kelas dua?

Setelah situasi aman, Hendra pun mendatangi Kara dan berterima kasih pada anak sulungnya itu.

    "Kara, terima kasih. Untung saja kamu bisa mengelabui mereka, papa lega sekali."

    "Papa tenang aja. Kara juga nggak bakalan biarin mereka tau identitas Kara yang sebenarnya. Apapun akan Kara lakuin demi keluarga kita. Oh iya, Kana!"

Kara bergegas keluar dari kamar menuju ruang kerja Hendra. Saat pintu basement sudah terbuka, Kara merasa ada yang aneh.

Dia berjalan secara perlahan dan memanggil Kana.

    "Kana? Kakak datang, maaf terlalu lama. Tadi kakak harus mengurus para orang gila itu dulu!"

Tidak ada sahutan, Kara mempercepat langkahnya hingga tiba di tempat tadi. Hatinya merasa lega saat melihat Kana tengah tertidur pulas.

Dia berjalan, lalu membangunkan sang adik.

    "Kana, ayo bangun. Tidurnya di kamar aja."

Gadis itu bangun dan melihat Kara. Setelah mengumpulkan nyawa, akhirnya mereka keluar dari sana.

Malam itu, Kana sudah tertidur. Kara sendiri melihat wajah sang adik yang teduh. Gadis yang mudah rapuh dan takut ini jelas sangat membutuhkan sosok kakak sepertinya. Melindungi dan lembut padanya. Walaupun terlahir hanya beda beberapa menit, tetapi Kara benar-benar mengangap Kana seperti adik kecilnya yang lucu.

Dia kemudian membuka laptop dan mencari tahu siapa orang-orang yang datang ke rumahnya tadi sore.

Setelah mengubek-ubek data milik pemerintah, akhirnya dia menemukan identitas mereka. Kara tersenyum miring saat mengetahui mereka bukan orang sepenting itu.

    "Dasar, kalo nggak penting ngapain sok-sokan mau nyari perkara?"

Keesokan harinya, Kara terbangun dengan suara gaduh di luar. Ketika menatap ke samping, Kana sudah tidak ada.

Setelah mengumpulkan nyawa dan mencuci muka, Kara keluar dari kamar. Matanya menangkap pemandangan Hendra, Kana dan salh satu pria yang pernah dia lihat di rumah sakit waktu pertama datang tengah berkumpul di ruang tamu.

Dia turun dengan rasa penasaran apalagi setelah melihat wajah mereka yang terlihat panik.

    "Pa, kenapa mukanya panik gitu?" tanyanya dengan duduk di sebelah Kana.

   "Ini, kak. Katanya semalam Langit diculik!"

Mendengar penuturan dari Kana, Kara terkejut.

    "Serius? Siapa yang nyulik terus kejadiannya jam berapa?"

    "Papa juga nggak tau. Tadi pak Aris datang ke rumah Langit, tapi dia nggak ada. Rumahnya berantakan juga!"

    "Terus saya menemukan ini!"

Aris menunjukan sebuah kancing baju yang di mana benda tersebut seperti pernah Kara lihat. Spontan dia mengambilnya dari Aris, lalu menatapnya lekat-lekat.

    "Kara tau siapa pelakunya!" ucapnya mantap.

Pagi ini Kara berangkat ke sekolah seperti biasa, setibanya di depan gerbang, dia segera turun.

Matanya mencari-cari keberadaan Regan, tetapi motornya pun tidak ada di parkiran.

Setibanya di kelas, dia melihat Novi duduk sendirian dengan murung. Kara memiliki sebuah ide untuk mendekati dia.

    "Ekhem!"

Novi segera menengok ke samping dan menemukan Kara sudah duduk di sebelahnya.

    "Mau ngapain lo?" tanyanya dengan ketus.

    "Santai aja kali, mbak. Gue cuma mau nunjukin ini biar mata batin lo kebuka!"

Kara mengeluarkan ponsel, lalu memutar video milik Regan yang sempat dia ambil waktu itu.

Novi dengan enggan menontonnya, tetapi dia menjadi terkejut saat mebgetahui video seperti apa yang Kara tunjukan.

    "Cuma orang tolol yang bilang itu editan. Gue punya banyak video mesum Regan yang kapan saja bisa ngerusak reputasinya. Kalo pun lo hapus, gue udah salin video itu di beberapa flashdisk. So, lo masih mau sama Regan?"

Novi mengembalikan ponsel Kara dengan kesal sekaligus shock.

    "Halah, bilang aja lo ngasih video palsu supaya gue jauhin Regan. Gue nggak akan jauhin dia sekalipun lo calon tunangannya!"

Kara memutar matanya malas, sembari memasukan ponsel ke dalam saku bajunya.

    "Ya, gue, sih bodoamat. Lo mau sehidup semati sama Regan juga nggak peduli, tapi kalo suatu saat nanti reputasinya rusak, lo juga kena imbasnya. Ini peringatan terakhir gue, jauhi Regan atau nggak lo bakalan jadi korban dia selanjutnya. Udah, ya ngeladenin manusia tolol kayak lo cuma bikin mulut gue lelah!"

Kara akhirnya kembali ke tempat duduk, dia menatap ke arah papan tulis sembari tersenyum. Entah rencana apa yang sudah dia buat.

Siang itu, Kara duduk seorang diri di kantin. Beberapa teman kelasnya pun menghampirinya.

    "Eh, Kana. Tumben nggak bareng Regan?" tanya salah satu dari mereka.

    "Nggak masuk sekolah kayaknya. Soalnya dia juga gak ngabarin gue!"

    "Eh, tau nggak. Katanya beberapa hari lalu ada kasus penculikan cewe di sekitar area taman kota. Memang kalo udah sekitaran jam sepuluh, itu tempat lumayan sepi dan korbannya selalu cewe muda."

Mereka akhirnya mulai bergosip, Kara sesekali ikut menanggapi.

    "Katanya yang nyulik juga masih remaja, cuy. Gue jadi takut pulang sendirian."

Kara kemudian membuang suara.

    "Remaja ... Maksudnya masih anak sekolahan? Atau udah putus sekolah?" tanyanya dengan rasa penasaran yang teramat tinggi.

    "Kayaknya, sih. Soalnya pernah ada yang lihat pelakunya pake seragam SMA."

Kara hanya mengangguk-angguk.

    "Terus, pihak kepolisian ada yang bergerak gak?" tanya Kara lagi, dia heran padahal ini kasus lumayan besar, tetapi kenapa rasanya seperti tidak ada apa-apa.

     "Ya, jelas nggak. Polisi, kan maunya kerja kalo di bayar dulu. Padahal tugas mereka mengayomi masyarakat. Dasar mata duitan!"

Kara hanya mengangguk-angguk paham. Beginilah sistem hukum di dunia tersebut.

.

.

.

Malam harinya, Kara keluar menuju taman kota tempat biasa terjadi penculikan.

Dia melihat ke arah sekitar memang sedikit ramai. Di tatapnya cctv yang terpasang di beberapa titik.

Kara akhirnya pergi ke bangunan dekat taman kota, di mana tempat itu juga yang memiliki ruangan pengawas pada cctv taman.

Dia melihat ada satpam yang tengah menjaga tempat tersebut. Segera Kara mendekat.

    "Permisi pak!"

    "Ah, iya dek. Ada yang bisa dibantu?" tanyanya sopan.

    "Begini pak. Saya dengar belakangan ini banyak sekali kasus penculikan perempuan di sekitar sini. Itu beneran, ya pak?"

    "Iya, dek. Penculikan terjadi sewaktu bapak sudah pulang."

    "Pak, bisa saya cek cctvnya? Barangkali saya bisa mengetahui buktinya. Lagipula polisi tidak ada yang bertindak, jadi saya mau melakukannya. Kebetulan teman saya juga menghilang beberapa hari ini."

    "Baik, dek. Ayo ikut bapak."

Mereka akhirnya tiba pada ruang pengawas, ternyata lumayan banyak cctv yang terpasang. Hanya saja Kara mau berfokus pada titik yang menjadi tempatnya.

    "Bapak sudah cek cctvnya satu persatu, tetapi nggak menemukan apapun."

Kara terus menggeser mouse hingga dia menemukan satu video cctv yang lumayan mencengangkan.

    "Ketemu lo kutu sialan."

Bersambung...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!